Destiny Vs. Dream
Destiny Vs. Dream
"Tetapi kata Rut: 'Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab
ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau
bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan
Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di
sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku,
bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku
dari engkau, selain dari pada maut!'" - Rut 1:16-17
"Windu, apa impianmu?" tanya seorang leader MLM kepada saya. Dan
untuk beberapa saat lamanya saya diam, tertawa geli di dalam hati dan
merasa bahwa saya sudah tidak punya impian lagi. Namun di saat yang sama
pikiran saya menyelidik, "Lalu bagaimana saya bisa hidup dengan gelora
seperti saat ini walau saya masih belum tahu dengan jelas apa impian
saya?"
By the way, leader tersebut masih lebih muda daripada saya dan
memiliki sejumlah prestasi dan untuk saat ini saya yakin juga kondisi
keuangannya jauh lebih baik daripada saya. Namun
walau tidak memiliki impian BUKAN berarti saya tidak memiliki takdir.
Saya tahu dari mana saya berasal, dan seberapa besar Tuhan hendak
membawa saya kepada puncaknya. Ada rancangan dan rencana
Tuhan dalam hidup saya. Dan saya menyadari bahwa ada banyak yang
diinvestasikan oleh Dia ke dalam hidup saya dan suatu saat saya harus
mengembalikan "pokok" berikut "bunganya." Takdir itu untuk kepentingan
Kerajaan-Nya, namun di dalamnya saya memperoleh keuntungan yang tidak
akan pernah saya bayangkan sebelumnya. Karena saya terbatas, namun Dia
penuh dengan kejutan.
Rut tidak memiliki impian sama sekali. Atau, sekalipun ia pernah punya,
ia telah membuangnya dan menggantinya setelah hidup 10 tahun dengan
Naomi dan keluarganya. Walau akhirnya semua harus mati dan hanya
"tersisa" 2 orang janda, namun di saat itulah Rut melihat takdirnya.
Yusuf memang sang pemimpi, namun yang ada dalam mimpinya bukan sesuatu
yang dari dirinya, melainkan yang Tuhan tanamkan di dalamnya. Sampai
akhirnya ia menjadi penguasa penuh atas seluruh tanah Mesir, saya yakin
bahwa ia tidak pernah berambisi untuk hal itu, bahkan terpikirpun tidak.
Apalagi sebelumnya ia adalah seorang budak selama belasan tahun dan
narapidana selama 4 tahun.
Musa menyadari bahwa ia orang Yahudi, dan memiliki impian untuk
membebaskan bangsanya dari perbudakan Mesir. Namun itu bukan impian yang
dari dirinya sendiri, karena baginya lebih baik hidup mewah menjadi
seorang "Mesir" daripada hidup nelangsa dan menjadi bagian dari bangsa
yang tegar tengkuk Israel. Namun Tuhan menggenggam hatinya dan
menyatakan takdirnya untuk 40 tahun kemudian ia membawa keluar bangsanya
kembali ke Tanah Perjanjian.
Jadi apakah salah jika seseorang memiliki keinginan dan impian yang
sedemikian rupa? Tentu saja tidak, tetap milikilah impian dan keinginan,
namun hukum-Nya berkata jelas bahwa carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu - Matius 6:33. Ketika Anda menyadari takdir Anda dengan jelas di dalam kehendak-Nya yang sempurna, maka impian Anda akan terlampaui.
Destiny is still our priority and it makes our dreams come true
Komentar
Posting Komentar