Berorientasi Pada Pekerjaan Lebih Dari Pada KehendakNya 2
Berorientasi Pada Pekerjaan Lebih
Dari Pada KehendakNya 2
Ev. Drg. Yusak Tjipto Purnomo
Kesombongannya naik dengan luar
biasa tatkala si pelayan Tuhan itu tidak ingat lagi dari mana dia berasal dan
siapa yang membuat segala perkara yang indah itu terjado dalam hidupnya.
Cerita yang paling tragis
digambarkan dalam Yehezkiel 16 : 1 – 14 :
Allah memungut Yerusalem menjadi
isteri-Nya
16:1 1 Lalu datanglah firman TUHAN
kepadaku: 16:2 "Hai anak manusia, beritahukanlah d kepada
Yerusalem perbuatan-perbuatannya e yang
keji 16:3 dan katakanlah: Beginilah firman Tuhan ALLAH
kepada Yerusalem: Asalmu f dan
kelahiranmu ialah dari tanah Kanaan 2 ; ayahmu g ialah
orang Amori h dan
ibumu orang Heti. i 16:4 Kelahiranmu begini: Waktu engkau dilahirkan,
j pusatmu
tidak dipotong dan engkau tidak dibasuh dengan air supaya bersih; juga dengan
garampun engkau tidak digosok atau dibedungi dengan lampin. 16:5 Tidak seorangpun merasa sayang kepadamu sehingga
diperbuatnya hal-hal itu kepadamu dari rasa belas kasihan; malahan engkau
dibuang ke ladang, oleh karena orang pandang enteng kepadamu pada hari lahirmu.
16:6 Maka Aku lalu dari situ dan Kulihat engkau
menendang-nendang dengan kakimu sambil berlumuran darah dan Aku berkata
kepadamu dalam keadaan berlumuran darah itu: Engkau harus hidup 3 k 16:7 dan jadilah besar l seperti
tumbuh-tumbuhan di ladang! Engkau menjadi besar dan sudah cukup umur, bahkan
sudah sampai pada masa mudamu. Maka buah dadamu sudah montok, rambutmu sudah
tumbuh, tetapi engkau dalam keadaan telanjang bugil. m 16:8 4 Maka Aku lalu dari situ dan Aku
melihat engkau, sungguh, engkau sudah sampai pada masa cinta berahi. Aku
menghamparkan kain-Ku n kepadamu
5 dan menutupi auratmu. Dengan sumpah
Aku mengadakan perjanjian o dengan
engkau, demikianlah firman Tuhan ALLAH, dan dengan itu engkau Aku punya. p 16:9 Aku membasuh engkau dengan air untuk membersihkan
q darahmu
dari padamu dan Aku mengurapi engkau dengan minyak. 16:10 Aku mengenakan pakaian berwarna-warna r kepadamu
dan memberikan engkau sandal-sandal dari kulit lumba-lumba dan tutup kepala
dari lenan halus s dan
selendang t dari
sutera. 16:11 Dan Aku menghiasi engkau dengan
perhiasan-perhiasan u dan
mengenakan gelang v pada
tanganmu dan kalung w pada
lehermu. 16:12 Dan Aku mengenakan anting-anting pada hidungmu
x dan
anting-anting y pada
telingamu dan mahkota z
kemuliaan di atas kepalamu. a 16:13 Dengan demikian engkau menghias dirimu dengan
emas dan perak, pakaianmu b lenan
halus dan sutera dan kain berwarna-warna; makananmu ialah tepung yang terbaik,
madu dan minyak c dan
engkau menjadi sangat cantik, sehingga layak menjadi ratu. d 16:14 Dan namamu e
termasyhur di antara bangsa-bangsa karena kecantikanmu, f sebab
sangat sempurna adanya, oleh karena semarak perhiasan-Ku yang Kuberikan kepadamu,
demikianlah firman Tuhan ALLAH. g "
Terbukti
kita sebenarnya orang-orang hina yang menerima anugerahNya. Tetapi kisah ini
sayangnya tidak berakhir sampai disitu. Si calon mempelai wanita yaitu kita
seringkali bertindak sebagai berikut :
Yehezkiel
16 : 15 "Tetapi engkau mengandalkan kecantikanmu dan engkau seumpama
bersundal dalam menganggarkan ketermasyhuranmu dan engkau menghamburkan
persundalanmu 1 kepada
setiap orang yang lewat. h i
Kita
bukannya tersungkur mengabdi atau menghambakan diri dengan setia, justru
melacurkan semua yang Tuhan sudah berikan kepada kita guna kenikmatan kita
sendiri. Kita merasa menjadi orang penting, sehingga sekali lagi Firman harus
berkata dengan tajam :
1
Korintus 4 : 7 Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah
yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? j Dan jika
engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri 1 ,
seolah-olah engkau tidak menerimanya?
Segera
setelah itu kejatuhan akan terjadi. Namun kejatuhan yang paling cepat adalah
kesombongan itu terucap. Saat kesombongan itu meluap keluar dari mulut kita,
segera orang akan terjungkal jatuh. Tidaklah mengherankan jika Firman Tuhan
berkata :
Amsal 30
: 32 Bila engkau menyombongkan diri tanpa atau dengan berpikir, tekapkanlah
tangan pada mulut! t
Mereka
yang di level ini akan tiba pada titik peremukan. Sebab Tuhan tidak bisa
disukakan dengan sikap hati seperti ini. Pada saatnya ketika Tuhan hendak
membawa kita lebih jauh, maka kita akan diijinkan melihat kualitas kita
sebenarnya dari bangunan hidup kita. Saat kita menyadari betapa buruk dan tidak
bermutunya semuanya dihadapan Tuhan. Itulah awal perjalanan ke level berikutnya
dari perjalanan penghambaan itu.
Pertengahan
tahun 1998, saya di undang untuk melayani retreat sebuah gereja di Los Angeles
Amerika Serikat. Bersama dengan saya, diundang juga hamba Tuhan Pdt. Petrus
Agung, dia berangkat bersama istrinya. Kita naik pesawat yang sama dan duduk
berdampingan. Didalam pesawat itu Tuhan berbicara kepada saya : “Beritahu
hambaKu Petrus Agung, kalau dia tidak minta dipaksa, dia tidak akan bisa
mencapai garis akhir.”
Segera
saya sampaikan apa yang Tuhan pesankan. Tetapi reaksinya adalah “Pak, saya
tidak mau dipaksa. Saya mau berunding baik-baik dengan Tuhan. Jadi tawar
menawar saja.”
Waktu
mendengar itu saya hanya berdoa, menyerahkannya pada tangan Tuhan. Sebab tugas
saya sudah selesai menyampaikan apa yang Tuhan pesankan. Rupanya Tuhan Yesus
bekerja sendiri dalam hidupnya. Belakangan dia cerita apa yang dia alami. Tuhan
memberikan pengalaman di alam roh. Hamba Tuhan ini seakan sudah mati dan mau
menghadap Tuhan Yesus. Saat ia melihat Tuhan, segera ia berlari mendapatkanNya.
Tapi aneh sekali waktu dia tersungkur mendekat ke Yesus, Tuhan Yesus malah
membelakangi dia.
Detik itu
dia sadar apa yang sedang terjadi. Tuhan dalam sekejap menunjukkan kepadanya
dua garis yang sejajar. Garis yang diatas terlihat kesempurnaan Tuhan dalam
menyertai, memberkati, ikut bekerja dalam dalam hidupnya serta berkat-berkat
yang Tuhan berikan. Sedangkan garis yang dibawahnya nampak pembanding kontras,
yaitu kehidupan serta pelayanannya dihadapan Tuhannya. Ia sendiri melihat
betapa kacau balaunya respon hatinya terhadap segala sesuatunya bahkan dapat
dikatakan sama sekali tidak ada baiknya. Apa yang selama ini dipikir merupakan
jasa yang bisa dibanggakan, ternyata dibaca berbeda oleh Tuhan. Benar apa yang
Tuhan Yesus katakan : “Tidak ada manusia yang baik”. Bahkan kebaikan kita
digambarkan sebagai kain kotor.
Saat
hamba Tuhan ini mengerti apa yang terjadi, ada perasaan penyesalan yang amat
dalam dan terasa tidak termaafkan. Itu yang membuatnya menjerit minta neraka
saja karena merasa sangat tidak layak untuk tinggal bersama dengan Tuhan yang
sudah amat disakiti dan dikecewakannya. Waktu ia terbangun, hamba Tuhan ini
berlutut berdoa dan apa yang saya katakan di pesawat terbang tadi terngiang
kembali di telinganya. Disitulah dia sadar, jika tidak ditundukkan dengan
dipaksa, dagingnya tidak akan pernah dengan sukarela mengalir guna menyenangkan
hati Tuhannya. Pagi itu dia mulai berdoa : “Paksakan rencanaMu dalam hidupku.”
Beberapa
hari kemudian, ketika dia bertemu dengan saya dan bercerita, saya digerakkan
Tuhan untuk bertanya : “Waktu kamu datang pada Yesus, apa yang hendak kamu
lakukan ? Hendak lapor bukan ?” Dan dia mengiyakan. Saat itulah Tuhan berkata
“Apa yang kamu laporkan ? Pekerjaan siapakah semuanya itu ? Apakah itu jasamu
atau Tuhan yang sebenarnya bekerja didalammu ?”
Bukankah
kita ini tak ubahnya seperti sarung tangan. Kalau kita bergerak, bukan karena
kita yang bergerak dengan sendirinya. Tetapi tangan yang didalamnyalah yang
bergerak. Kalau semuanya kita anggap sebagai perbuatan dan jasa kita, tak heran
akan nampak begitu buruk dan mengecewakan. Kiranya kita dibuat sadar, bahwa
merasa berjasa dan merasa mampu hanya akan membuat hati Tuhan terluka.
Ada yang
bertanya-tanya kepada saya : “kapan pak Yusak sampai kesadaran itu, merasa
tidak mampu atau tidak berdaya ?” Bagi saya pengalaman hidup saya memang agak
berbeda dengan kebanyakan hamba Tuhan. Dari sejak kecil saya sudah merasa bahwa
saya memang tidak mampu. Ingat sejak kecil pertumbuhan mental saya tidak
normal. Saya dulunya adalah anak yang idiot. Bahkan kemudian berangsur normal,
itupun karena Mujizat Tuhan Yesus yang diberikan. Saya bisa lulus kuliah
kedokteran gigi pun juga bukan karena kecerdasan saya. Kalau saya ceritakan
satu persatu akan sangat panjang, tetapi karena saya yang mengalaminya, saya
sadar betul akan keterbatasan saya itu. Tetapi kalau memang tidak mampu,
mengapa bisa sampai ketempat sejauh ini ? Itu pertanyaan yang sering
orang-orang tanyakan. Mereka tidak percaya bahwa saya benar-benar tidak
memiliki kemampuan seperti yang orang duga.
Sampai
suatu kali Tuhan memberi saya pemandangan yang aneh. Saya melihat diri saya
sendiri berada di ruangan kelas bersama hamba-hamba Tuhan lainnya dan Tuhan
Yesus adalah gurunya. Karena saya merasa bodoh dan tidak mampu, saya memilih
duduk dideretan bangku paling belakang. Tiba-tiba Tuhan Yesus memanggil nama
saya : “Yusak ! Maju dan Tulis soal ini dipapan tulis.”
Saya
sempat diam saja, karena tidak yakin dengan yang dimaksudkan adalah Yusak,
saya. Ternyata adalah memang saya yang Tuhan maksudkan. Dengan perasaan takut
dan tidak percaya diri, saya maju kedepan kelas. Lalu Tuhan menyuruh saya
menulis soal hitungan di papan tulis. Setelah selesai, Dia berkata : “Sekarang
Jawab !”
Saya
sangat gugup karena benar-benar menjawab soal itu. Saya bilang “Tuhan saya
tidak bisa.” Tetapi Tuhan berkata “begini caranya.” Ia pun mendikte saya
bagaimana menjawab soal itu. Herannya apa yang Tuhan katakan kepada saya itu, tidak
didengar oleh orang lain.
Kisah 22
: 6 – 9 22:6 Tetapi
dalam perjalananku ke sana, ketika aku sudah dekat Damsyik, yaitu waktu tengah
hari, tiba-tiba memancarlah cahaya yang menyilaukan dari langit mengelilingi
aku. n 22:7 Maka
rebahlah aku ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang berkata kepadaku:
Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku? 22:8 Jawabku:
Siapakah Engkau, Tuhan? Kata-Nya: Akulah Yesus, orang Nazaret, o yang
kauaniaya itu. 22:9 Dan
mereka yang menyertai aku, memang melihat cahaya p itu,
tetapi suara q Dia,
yang berkata kepadaku, tidak mereka dengar.
Karena
Tuhan Yesus mendikte sendiri, jelas saya dengan mudah menjawab semuanya. Dan
pasti itu jawaban yang benar. Setelah selesai dengan suara didengar oleh semua
teman sekelas, Tuhan Yesus berkata : “Bagus kamu pinter !”
Saat saya
kembali duduk di kursi saya, sempat saya mendengar omelan, gerutuan teman-teman
itu kepada saya : “Bohong, katanya tidak bisa. Sok bodoh, dasar sombong. Wah
dia pamer kepinterannya dan sebagainya.” Memang mereka tidak tahu, bahwa saya
bisa karena Tuhan yang membuat kelihatannya mampu. Tetapi itulah kenyataan
hidup saya.
Hamba-hamba
Tuhan lain, pada umumnya adalah orang normal. Mereka mempunyai pendidikan yang
baik, cerdas, berbakat, bertalenta dan berkarunia. Harus diakui hal-hal yang
baik tadi seringkali justru menyulitkan diri mereka sendiri hidup dalam
kerendahan hati, seperti yang Tuhan Yesus kehendaki.
Disamping
itu karena saya sudah biasa hidup tertolak. Saya ingat bahwa saya diasuh dan
dibesarkan oleh pembantu. Masa remaja saya tidak tumbuh bersama orang tua
kandung dan sebagainya, sehingga yang namanya jaga nama atau reputasi tidak
terlalu saya kenal. Saya cenderung hidup apa adanya, bahkan sedikit kaku serta
tidak pedulian. Hal seperti itu juga memiliki keuntungan tersendiri.
Satu lagi
pemandangan Ilahi pernah ditunjukkan kepada saya. Kembali saya melihat sedang
duduk dikelas dan saat itu sedang ujian. Saya lihat, ternyata soal ujian itu
sangat sulit sekali buat saya. Tapi saya orang yang tidak pernah jaga reputasi.
Saya kerjakan yang saya anggap bisa saya jawab. Yang lain saya kosongi lalu
saya serahkan kepada Tuhan Yesus. Padahal waktu ujian masih panjang, tetapi
sadar saya tetap tidak bisa lebih baik dari yang sudah saya jawab. Maka tetap
saya serahkan kertas ujian saya, lalu saya bergegas keluar dari ruang kelas.
Tiba-tiba Tuhan Yesus keluar sambil membawa kertas ujian saya, Ia berkata :
“Yusak, jawabanmu salah dan banyak yang kosong.”
Saya
bilang, “Ya Tuhan, aku tidak bisa.” Bukannya marah Tuhan malah memberitahu
jawaban yang benar dan menyuruh saya memperbaikinya sehingga seluruhnya dapat
dijawab dengan sempurna. Itulah saya. Memang saya tidak mampu, tetapi Tuhan
yang memampukan. Namun ada yang mungkin berkatg : “Ah, mana ada cerita begitu.
Itukan menggambarkan Tuhan yang curang ?” Tidak saudara, Musa dan Zipora pun
pernah mengalaminya.
“Kemudian
Musa mengajak istri dan anak-anaknya lelaki, lalu menaikkan mereka ke atas
keledai dan Ia kembali ke Tanah Mesir; dan tongkat Allah itu dipegangnya
ditangannya. Tetapi ditengah jalan, disuatu tempat bermalam, Tuhan bertemu
dengan Musa dan berikhtiar untuk membunuhnya. Lalu Zipora mengambil pisau batu,
dipotongnya kulit khatan anaknya, kemudian disentuhnya dengan kulit itu kaki
Musa sambil berkata : “Sesungguhnya engkau pengantin darah bagiku.” Lalu Tuhan
membiarkan Musa, “Pengantin Darah.” Kata Zipora waktu itu, karena mengingat
sunat itu.” (Keluaran 4 : 20, 24-26)
Tuhan
tetap Tuhan yang adil. Perjanjian Sunat dengan Abraham harus dijalankan. Musa
lalai menyunat anaknya sehingga harus
mati. Tetapi Tuhan membutuhkan Musa sebagai alatNya. Jadi harus ada jalan
belakang yang sah. Dalam hal ini Zipora mendapat bisikan atau bocoran jawaban
atas persoalan hidup mati suaminya. Ketika Zipora bertindak cepat atas dasar
bocoran jawaban dari Tuhan sendiri, maka loloslah Musa. Luar Biasa bukan !
Saudara
yang Kekasih, kesanggupan kita adalah Pekerjaan Allah sendiri. Amin
Sumber :
Buku
Jalan Penghambaan Rahasia Mencapai Garis Akhir
Ev. Yusak
Tjipto Purnomo
Halaman :
28 – 38
Media
Injil Kerajaan Semarang
Komentar
Posting Komentar