Hamba Yang Mengasihi 2
Hamba Yang
Mengasihi 2
Ev. Drg. Yusak Tjipto Purnomo
Pada
level ini yang namanya keintiman dengan Tuhan kita mulai terasa. Sebab tembok –
tembok kecurigaan serta rasa tidak percaya mulai runtuh. Ditambah dengan benteng-benteng
kesombongan kita sendiri pun mulai hancur. Kedekatan itu bahkan membuat kita
mulai bisa merasakan detak jantungNya. Keinginan Tuhan yang tak terucap
sekalipun kita sadari. Seperti yang dialami olh Daud.
“Lalu timbullah keinginan pada Daud, dan ia
berkata : “Sekiranya ada orang yang memberi minum air dari perigi Betlehem yang
ada didekat pintu gerbang !” Lalu ketiga pahlawan itu menerobos perkemahan
orang Filistin, mereka menimba air dari perigi Betlehem yang ada didekat pintu
gerbang, mengangkatnya dan membawanya kepada Daud. Tetapi Daud tidak mau
meminumnya, melainkan mmpersembahkannya sebagai korban curahan kepada Tuhan.”
(2 Samuel 23 : 15 – 16)
Daud
hanya bergumam, ia tidak pernah memberi perintah langsung untuk mengambil air
dari perigi Betlehem, namun ketiga pahlawan itu berada begitu dekat dengannya,
sehingga tahu apa yang diingini tuannya. Demikianlah halnya dengan hamba yang
dekat dengan Yesusnya. Ia tidak perlu lagi menunggu sampai secara verbal Tuhan
berbicara, namun getaran batinNya telah menggetarkan batinnya pula. Cepat
bahkan dengan sangat cepat, nyaris seketika, ia dapat menangkap semua yang
tersirat. Setiap saat Tuhannya hadir, ia segera tahu. Setiap saat Tuhannya mau
bergerak, ia segera menyadarinya serta mempersiapkan diri. Apa yang membuat
Tuhannya senang, ia sungguh paham. Dan hal sekecil apapun yang mendukakan
hatiNya, ia tidak akan tahan. Kedekatan semacam ini mengalirkan begitu banyak
sifat keIlahianNya dalam hidup si pelayan tadi. Itulah yang Rasul Paulus
maksudkan dengan manusia Allah.
“Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah
semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan
kelembutan.” (1 Timotius 6 : 11)
Itu
jugalah yang Rasul Petrus maksudkan dengan mereka yang ikut mngambil bagian
dalam kodrat IlahiNya.
“Dengan jalan itu Ia telah menganugerahkan kepada
kita, janji-janji yang berharga dan yang sangat besar, supaya olehnya kamu
boleh mengambil bagian dalam kodrat Ilahi, dan luput dari hawa nafsu duniawi
yang membinasakan dunia.” (2 Petrus 1 : 4)
Pola
pikirnya pun kemudian berubah seirama dengan perubahan sikap hatinya. Ia mulai
paham cara dan pola pikir Tuhannya, yang bagi kebanyakan anak Tuhan lain masih
merupakan pergulatan yang keras untuk bisa memahaminya.
Pada
tingkat penghambaan ini, kita akan belajar membedakan dengan jelas antara
melayani demi pelayanan itu sendiri dengan pelayana yang dikerjaka dengan hati
untuk Dia sendiri.
Contohnya
begini suatu hari saya menyuruh pembantu saya untuk menyapu halaman sebagai
tugas pokok mereka. Saya berkata mulai dari jam lima pagi sampai jam enam pagi,
kamu harus menyapu halama depan supaya bersih. Nah, mulailah mereka bekerja
dengan baik. Tiba-tiba pada jam 5.30 saya berkata kepadanya : “coba ambilkan
saya minuman.” Tetapi mereka berkata : “Tidak bisa pak, ini waktunya kami menyapu
halaman. Kan Bapak sendiri yang perintahkan. Jadi silahkan bapak suruh orang
lain saja.”
Pelayan
yang bersikap demikian adalah mereka yang melayani demi pelayanan mereka
sendiri, tetapi mereka tidak sadar bahwa sebenarnya mereka seharusnya melayani
saya dan keluarga saya. Tidak ada pertentangan sama kali dengan dua perintah
itu, hanya dia tidak melayani dengan hati namun sekedar dengan tenaga. Mereka
yang melayani dengan tenaga seperti si sulung. Semua tenaga yang keluar
semata-mata bertujuan untuk menyelesaikan apa yang ditugaskan, tetapi sama
sekali tidak dengan hati hamba. Sebab pada akhirnya upahlah yang akan dituntut,
bukannya keintiman.
Suatu
hari Tuhan memberikan pengalaman rohani yang luar biasa kepada saya. Di alam
roh, saat itu saya melihat diri saya sedang menuju ke sekolah untuk mengikuti
ujian kenaikan kelas. Ketika saya sedang ada dijalan, nampak kerumunan
orang-orang ada ditengah jalan. Karena terhambat dan ada rasa ingin tahu apa
yang sedang terjadi, saya berhenti sejenak untuk melihat keramaian itu. Dan
disitu saya melihat, seseorang tergeletak di jalan, lukanya cukup parah karena
mengalami kecelakaan yang dialaminya. Begitu orang-orang itu melihat saya,
mereka meminta saya untuk membawa korban kecelakaan itu ke rumah sakit. Saya
sungguh mengalami dilema. Di satu sisi saya harus ujian disekolah, dan disisi
yang lainnya saya harus menolong korban kecelakaan, jika tidak ditolong maka
orang itu akan segera mati. Akhirnya saya memutuskan untuk menolong si korban
dan segera membawanya ke rumah sakit.
Pikiran
saya berkata, saya tidak akan lulus karena tidak ikut ujian kenaikan kelas.
Setelah semuanya beres, saya bergegas menuju sekolah, hanya untuk
melihat-lihat, tanpa berharap terlalu banyak. Tapi heran sekali, ketika saya
tiba disana, semua teman-teman saya masih menunggu dikelas, karena ujiannya
belum dimulai. Dengan berlari saya menuju ke meja saya dan duduk menunggu guru
kami. Tak berapa lama guru kami masuk. Saya sangat terkejut, karena ternyata
guru itu adalah si korban kecelakaan dijalan yang saya tolong tadi.
Beliau
berkata : “Ujian sudah selesai !” Gemparlah seisi kelas, karena sebenarnya
bahkan kami belum mulai. Tetapi Dia berkata : “Ujian sudah selesai, dan yang
dinyatakan lulus adalah Yusak.” Mereka makin gempar, karena merasa tidak adil.
Lalu
guru itu menjelaskan : “Tadi, pada saat perjalanan ke tempat ini semua kalian
melihat orang yang terkapar dijalan bukan ?” Mereka semua menyatakan ya. Lalu
katanya melanjutkan : “Tidak ada yang bersedia menolong.” Karena masing-masing
hanya memikirkan tugas dan dirinya sendiri. Masing-masing hanya ingin naik
kelas, sehingga tidak ada belas kasihan dalam dirinya. Hanya Yusak yang tadi
menolong korban itu. Padahal itulah ujian buat kalian semua hari ini. Ternyata
Guru itu adalah Tuhan Yesus sendiri.
Benarlah
perumpaan yang Tuhan Yesus katakan :
10:30 1 Jawab Yesus: "Adalah
seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan
penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga
memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. 10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan
itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. v
10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat
itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. 10:33 Lalu datang seorang Samaria, w
yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu,
tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya,
sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang
itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan
dan merawatnya. 10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar
kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan
lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. 10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut
pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun
itu?" 10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah
menunjukkan belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah,
dan perbuatlah demikian!" (Lukas 10 : 30 – 37)
Hamba
yang mengasihi. Itulah yang Tuhan mau. Bukan sekedar menjalankan tugas untuk
tugas. Sebab jika demikian hati kita akan menjadi beku. Bahkan begitu beku
sehingga ketika Tuhan Yesus datang sendiri, kita akan menolaknya.
(Bersambung...)
Jatiwangi,
11 Juli 2016
By
His Grace
Joshua
Ivan Sudrajat S
Sumber
:
Buku
: Jalan Penghambaan Rahasia Mencapai Garis Akhir
Halaman
: 62-67
Media
Injil Kerajaan - Semarang
Komentar
Posting Komentar