Makna Salib di dalam Kehidupan Seorang Murid
Lukas 9:23-25 | Pendeta Eric Chang |
Memikul salib – Mengapa?
Di khotbah ini, kita membahas
tentang bagaimana rencana Allah untuk umat-Nya menjadi lebih besar dari
Yohanes Pembaptis dapat diwujudkan di dalam diri kita. Kita akan melihat
pada makna salib di dalam kehidupan seorang murid. Hal ini dapat
ditemukan di Lukas 9:23-25. Jika kita menerapkan firman Tuhan ke dalam
hidup kita, kita akan mendapati bahwa Allah benar-benar dapat menjadikan
kita lebih besar daripada Yohanes Pembaptis.
Lukas 9:23-25:
Kata-Nya kepada mereka semua (ucapan ini tidak ditujukan hanya kepada beberapa murid saja, melainkan kepada setiap orang, termasuk Anda dan saya): “Setiap orang yang mau mengikut Aku (sekali lagi, setiap orang), ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari (perhatikan kata “setiap hari”) dan mengikut Aku (ini bukanlah tindakan sesaat saja, melainkan kegiatan sehari-hari, proses yang berkelanjutan).
Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan
menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi
ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?
Dikatakan, “Melainkan engkau
memikul salibmu setiap hari…”. Siapa yang berkata keselamatan itu adalah
tindakan sekali jadi? Di mana yang perlu Anda lakukan hanyalah memikul
salib sekali saja, dan mungkin Anda nanti dapat membuang salib itu di
pinggir jalan, lalu melanjutkan perjalanan tanpa dibebani salib.
Sekalipun sudah membuang salib tetapi Anda tetap merasa dapat menjadi
murid Kristus? Tidak, tidak, tidak. Dikatakan, “Kecuali jika
kamu memikul salibmu setiap hari dan mengikut aku, kamu tidak dapat
menjadi muridku. Setiap orang yang mau mengikut aku, itulah jalan yang
harus ditempuhnya.”
Mengapa Yesus menetapkan persyaratan
seperti ini? Apakah maksud dari keselamatan itu? Apakah supaya kita
dapat menyelamatkan diri kita sendiri? Tidak demikian halnya di dalam
Alkitab. Di dalam Alkitab tindakan Anda menyelamatkan diri Anda akan
menyebabkan Anda kehilangan segalanya. “Barangsiapa yang ingin
menyelamatkan nyawanya maka dia akan kehilangan nyawanya, akan tetapi
barangsiapa yang kehilangan nyawanya demi Aku dan demi Injil, maka dia
akan menyelamatkannya.”
Akan tetapi, bukankah Anda sedang
mencoba untuk menyelamatkan hidup Anda sendiri. Anda sedang berusaha
untuk menyelamatkan jiwa Anda. Kata ‘jiwa’ merupakan terjemahan dari
kata Yunani yang berarti hidup. Dalam tindakan Anda menyelamatkan hidup
atau jiwa Anda, maka Anda akan kehilangannya. Akan tetapi banyak orang
Kristen yang tidak memahami hal ini. Sehingga banyak orang Kristen yang
sama egoisnya dengan orang lain.
Kita akan membahas tentang hal memikul salib dengan memakai 3 poin.
Salib dan Kuasa
Kuasa Elisa
Poin pertama adalah mengenai salib
dan kuasa – kuasa untuk melakukan pekerjaan Allah. Kita memulai dengan
membacakan kutipan dari 2 Raja-raja. Bagian ini merupakan bagian yang
membangkitkan rasa penasaran. Ayat-ayat itu berbicara tentang Elisa.
Peristiwa yang tercatat sangatlah tidak lazim. Apakah arti dari
peristiwa ini? 2 Raja-raja 13:20-21:
Sesudah itu matilah Elisa (sang nabi besar, manusia Allah itu), lalu ia dikuburkan. Adapun gerombolan Moab (orang
Moab, suku yang berdiam di sebelah barat Israel; merupakan suku
tetangga yang hidup nomaden, orang-orang yang memelihara ternak dan
mengembara bersama ternaknya) sering memasuki negeri itu pada
pergantian tahun. Pada suatu kali orang sedang menguburkan mayat. Ketika
mereka melihat gerombolan datang, dicampakkan merekalah mayat itu ke
dalam kubur Elisa, lalu pergi. Dan demi mayat itu kena kepada
tulang-tulang Elisa, maka hiduplah ia kembali dan bangun berdiri.
Ini adalah suatu peristiwa yang
sangat menarik. Tanpa mengetahui adat penguburan bangsa Isreal akan
sangat sulit untuk memahami ayat-ayat ini. Ketika peristiwa ini terjadi
Elisa sudah lama mati karena yang tersisa di kuburan itu hanyalah
tulang-tulangnya. Jika Elisa sudah lama dikuburkan lalu bagaimana
mungkin kuburnya masih terbuka? Ayat-ayat di sini memberitahu kita bahwa
mayat seseorang dilemparkan ke dalam kubur Elisa. Perlu diketahui bahwa
penguburan di Israel dilakukan di dalam gua, tidak seperti kita yang
menggunakan lubang galian. Orang Israel menguburkan jenazah di dalam
gua, biasanya di gua batu karang. Di dalam gua-gua itu terdapat banyak
ceruk. Di dalam suatu gua akan ditemukan banyak ruangan yang saling
berhubungan. Di sepanjang sisi ruangan itu, akan ditemukan banyak ceruk,
tempat di mana mayat-mayat ditempatkan. Terdapat juga gua yang bagian
temboknya berbentuk semacam rak di mana mayat dapat dengan begitu saja
ditempatkan di atasnya.
Orang-orang ini sedang dalam
prosesi penguburan, dan kelihatannya orang yang mati ini bukanlah orang
yang penting karena identitasnya tidak diungkapkan. Dia dibawa ke suatu
gua tempat penguburan, dan orang-orang menggotongnya ke dalam. Dan saat
berada di dalam gua datanglah kabar tentang kedatangan gerombolan Moab.
Mereka menyadari bahwa jika mereka masuk lebih jauh lagi, maka mereka
tidak akan punya cukup waktu untuk menghindari gerombolan Moab. Jadi
secara tergesa-gesa mereka mencari tempat terdekat dan melemparkan
jenazah itu agar mereka dapat dengan segera keluar untuk melarikan diri.
Mereka tidak tahu atau telah lupa bahwa itu merupakan tempat di mana
mayat Elisa dikuburkan. Disebutkan di sana bahwa ketika jenazah ini
terkena tulang-tulang Elisa, dia langsung hidup dan berdiri! Nah saya
tidak tahu hal apa yang lebih menakutkan bagi mereka, apakah gerombolan
Moab di luar atau orang yang baru bangkit dari kematian ini! Orang-orang
yang malang ini harus berhadapan dengan hal yang menakutkan baik di
dalam mau pun di luar ruangan. Tentunya melihat orang mati yang bangkit
kembali akan lebih menakutkan ketimbang gereombolan Moab di luar. Jadi,
mereka tidak tahu apakah harus keluar dari gua itu atau terus tinggal di
dalam gua! Mereka terjepit di antara dua situasi.
Tetapi mengapa Alkitab mencatat
peristiwa ini? Apa tujuannya? Mengapa kita harus mengetahui peristiwa
ini? Tentu saja, maksudnya adalah untuk memberitahu kita sesuatu tentang
Elisa. Seluruh bagian ini berkaitan dengan Elisa, seorang manusia Allah
yang perkasa. Firman Allah bekerja dengan penuh kuasa dan ajaib di
dalam hidup dan pelayanan Elisa. Melalui Elisa, kehidupan disalurkan
setiap saat. Inilah artinya diselamatkan. Yaitu menjadi saluran keselamatan bagi
orang lain. Itulah yang terjadi di sepanjang hidup Elisa. Dia
menyalurkan hidup Allah kepada orang lain, baik secara jasmani mau pun
secara rohani. Tapi di waktu itu hamba Allah yang besar ini sudah mati
dan telah dikuburkan, dan juga mungkin sudah dilupakan. Akan tetapi
Allah memuliakan hamba-Nya ini sekali lagi. Bahkan di dalam kematiannya
dia mampu menyalurkan hidup. Bukankah ini hal yang luar biasa? Sesudah
mati pun dia masih menyalurkan kehidupan! Inilah poin yang ingin
disampaikan oleh Tuhan kepada kita: Setiap hamba Allah yang sejati
adalah saluran kehidupan. Dan hal ini diilustrasikan dengan sangat jelas
lewat fakta bahwa Allah terus bekerja dengan penuh kuasa melalui
hamba-Nya bahkan setelah hamba tersebut sudah meninggal dunia.
Tentu saja hal ini masih terjadi
hari ini lewat berbagai macam sarana. Umpamanya, Anda membaca sebuah
buku dan kerohanian Anda sangat dibantu. Penulis buku itu sudah lama
mati. Namun, sekalipun dia telah mati, dia tetap berbicara kepada Anda
melalui lembar-lembar halaman buku yang tidak lebih hidup daripada
tulang-tulang orang mati. Lembaran kertas yang mati di hadapan Anda,
benda-benda yang mati secara jasmani itu, sedang menyalurkan kehidupan
rohani kepada Anda. Sekalipun orangnya sudah lama mati, pelayanannya
terus saja membagikan berkat. Menurut Paulus, setiap hamba Allah yang
sejati, entah di dalam hidup atau pun matinya, terus melayani dan
memuliakan Dia (Flp 1:20).
Terdapat hal lain yang perlu
diperhatikan. Beberapa pasal sebelum ini di 2 Raja-raja 4:32-37, kita
menemukan peristiwa tentang anak laki-laki dari seorang perempuan Sunem.
Dan di dalam bagian tersebut, Elisa datang ke rumah perempuan Sunem
itu, dan membangkitkan anaknya dari kematian. Bagaimana Elisa
membangkitkan anak tersebut? Elisa merentangkan tubuhnya ke atas mayat
anak itu. Dia berada di dalam posisi terentang di atas mayat itu sampai
si anak itu hidup kembali. Dengan kontak secara jasmani ini – dengan
memberikan dirinya sepenuhnya, menutupi tubuh anak itu sepenuhnya – si
anak kemudian hidup kembali.
Kuasa Yesus
Tiga kali di dalam Injil, disebutkan
bahwa Yesus membangkitkan orang mati. Akan tetapi Yesus tidak
merentangkan tubuhnya di atas mayat orang mati tersebut. Dia bahkan
tidak harus menyentuh tubuh orang mati itu. Dengan satu perintah, orang
mati itu hidup kembali.
Peristiwa yang pertama tercatat di
Lukas 7:14 menceritakan tentang anak laki-laki seorang janda dari Nain.
Saat itu Yesus sedang berjalan menuju Nain dan sedang berlangsung suatu
prosesi penguburan. Hati si ibu sangat hancur karena yang meninggal
dunia adalah anak lelaki satu-satunya. Ini berarti dia tidak sekadar
kehilangan apa yang paling dikasihi dan dekat dengannya, tetapi dia juga
akan kehilangan sumber penghidupannya. Di zaman itu tidak ada sistem
jaminan sosial. Jika suami atau anak Anda meninggal dunia, itu berarti
Anda tidak akan mempunyai sumber penghasilan. Anda akan jatuh miskin dan
mengalami kelaparan, bahkan mungkin harus menjadi pengemis di jalanan.
Tetapi saat Yesus menghentikan prosesi penguburan itu dan berkata kepada
anak muda yang sudah mati itu, “Bangkitlah,” dan orang yang mati itu
bangkit kembali.
Peristiwa kebangkitan yang kedua
tercatat di pasal selanjutnya. Di Lukas 8:54 berkisah tentang anak
perempuan Yairus dibangkitkan. Di dalam peristiwa ini, Yesus memang
memegang tangan anak perempuan itu dan memerintahkannya untuk bangun.
(Namun tentu saja, sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam kasus yang
sebelumnya, Yesus sebenarnya tidak harus menyentuh anak itu.)
Peristiwa yang ketiga dapat dibaca
di dalam Yohanes 11. Yesus membangkitkan Lazarus. Sekali lagi,
kebangkitan ini dilakukan cukup dengan memberikan satu perintah yang
sederhana, tanpa harus melakukan kontak fisik.
Para Rasul Lebih Besar dari Yohanes Pembaptis
Di sini kita melihat kuasa Yesus
Kristus yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Yesus Kristus juga
berkata, “Kamu akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar
karena Aku pergi kepada Bapa.” (Yoh 14:12-14)
Hal itu memang terjadi di Kisah
5:15. Di dalam kasus ini, sepatah kata pun tidak diucapkan. Bukan saja
tanpa kontak fisik, namun sepatah kata pun tidak diucapkan tetapi kuasa
yang menyalurkan kehidupan dan kesembuhan dengan nyata terlihat. Kisah
5:15,16 berkaitan dengan Petrus:
Bahkan mereka membawa orang-orang
sakit ke luar, ke jalan raya, dan membaringkannya di atas balai-balai
dan tilam, supaya, apabila Petrus lewat, setidak-tidaknya bayangannya
mengenai salah seorang dari mereka. Dan juga orang banyak dari kota-kota
di sekitar Yerusalem datang berduyun-duyun serta membawa orang-orang
yang sakit dan orang-orang yang diganggu roh jahat. Dan mereka semua
disembuhkan
Kuasa dapat dialami orang banyak
hanya melalui bayangan Petrus yang berjalan melewati mereka. Yang
dibutuhkan hanyalah bayangan Petrus. Sepatah kata pun tidak perlu Petrus
ucapkan. Petrus tidak menyentuh mereka; dia tidak mengucapkan apa-apa.
Bayangannya melintasi mereka dan itu sudah cukup. Hanya dengan
bayangannya, kuasa Allah dapat disalurkan melalui hamba-Nya untuk
memberikan kehidupan dan kesembuhan! Itulah kebesaran Allah yang bekerja
melalui hamba-Nya.
Hal yang sama berlaku pada rasul Paulus. Kisah 19:11-12, kita melihat kebesaran yang sama.
Oleh Paulus Allah mengadakan
mukjizat-mukjizat yang luar biasa, bahkan orang membawa saputangan atau
kain yang pernah dipakai oleh Paulus dan meletakkannya atas orang-orang
sakit, maka lenyaplah penyakit mereka dan keluarlah roh-roh jahat
Sapu tangan, atau kain yang pernah
bersentuhan dengan tubuh Paulus, saat disentuhkan kepada orang sakit,
atau orang yang dirasuk roh jahat, dan mereka langsung disembuhkan.
Petrus tidak punya kuasa. Paulus
tidak punya kuasa. Anda tentu ingat ketika Petrus menyembuhkan orang
yang lumpuh, orang-orang menjadi kagum. Dia berkata, “Mengapa kamu
melihat kami seperti itu? Kami tidak punya kuasa apa-apa. Kami tidak
menyembuhkan orang ini. Allah yang menyembuhkan dia melalui kami (Kisah
3:12).” Kuasa Allah yang bekerja melalui para rasul. Kata Yesus, “Kamu
akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar…” (Yoh 14:12-14) Di
dalam pelayanan Yesus Kristus, hal-hal yang seperti itu tidak terjadi,
namun sekarang Anda melihat hal semacam itu terjadi melalui Petrus dan
Paulus.
Bermegah dalam Salib yang memberi Kuasa
Di manakah rahasia dari kuasa ini?
Dari Yesus ke rasul Petrus dan ke rasul Paulus, dari satu ke yang lain
terlihat adanya peningkatan kuasa – pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan
menjadi semakin besar! Namun apa yang sudah terjadi, mengapa dari zaman
para rasul ke hari ini terjadi penurunan sampai akhirnya kita berada di
tingkat kuasa yang paling dasar. Apa yang telah terjadi?
Rahasianya terletak di salib.
Paulus memiliki kuasa ini. Mengapa? Karena katanya, “Allah melarang aku
bermegah, keselamatanku ada di dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus (our
Lord Jesus Christ).” (Gal 6:14) Dia tidak bermegah karena hal-hal yang
lain. Paulus tidak menyombongkan ijazah, pengetahuan, kefasihan,
keahlian, atau kisah suksesnya yang panjang. Dia tidak berminat pada
perkara-perkara semacam itu. Dia hanya bermegah atas satu hal, yaitu
salib. Salib Kristus. Di sinilah kita berbeda. Itu sebabnya Paulus
memiliki kuasa. Dan itu sebabnya gereja tidak memiliki kuasa.
Allah menginginkan kita untuk
menjadi saluran kehidupan dan kuasa-Nya. Hidup dan kuasa diberikan
kepada kita bukan agar kita merasa puas, bukan supaya kita merasa telah
menjadi hebat, namun supaya kita menjadi saluran kehidupan dan kuasa –
menyalurkan kuasa yang menyelamatkan dari Allah kepada orang lain. Jika
Anda tidak bersedia menjadi sekadar suatu saluran, Anda tak akan pernah
menjadi apa-apa secara rohani. Itulah poinnya.
Salib dan Keakuan
Kita masuk ke dalam poin yang kedua.
Kata “kuasa”, “selamat” dan “keselamatan” dipakai berulang-ulang. Dan
Anda berkata, “Sepertinya orang-orang Kristen dimotivasi oleh keegoisan
yang kurang-lebih sama saja dengan orang non-Kristen. Maksud saya, Anda
ingin diselamatkan karena Anda ingin masuk ke surga.” Yah, orang
non-Kristen menginginkan surga di dunia atau di zaman ini, dan Anda
menginginkan surga di langit, karena surga milik Anda lebih permanen
ketimbang surga di bumi. Jadi bukankah Anda dimotivasi oleh hasrat yang
sama yaitu menginginkan surga, entah itu surga di bumi atau pun yang di
langit? Anda dimotivasi oleh hasrat yang sama yaitu untuk diselamatkan,
bukankah yang memotivasi Anda itu keegoisan yang sama?
Sampai pada titik tertentu memang
terdapat kebenaran di dalam pernyataan tersebut. Saya melihat begitu
banyak orang Kristen yang dimotivasi oleh keegoisan yang sama. Mereka
tidak peduli pada orang lain. Mereka hanya mementingkan keselamatan
dirinya sendiri saja. “Selama aku bisa masuk ke surga, maka aku tidak
peduli akan urusanmu. Akan tetapi jika dengan mengurusi keselamatanmu
akan membantuku untuk masuk ke surga, oh, aku juga tidak keberatan.”
Lalu apa bedanya? Bukankah sama saja egoisnya? Apakah kita tidak
dimotivasi oleh hal yang sama? Di sisi lain, haruskah kita berpandangan
bahwa adalah lebih baik untuk tidak mempunyai hasrat sama sekali? Atau
apakah lebih baik kita menghasratkan nirwana, tempat di mana tidak ada
keberadaan dan tidak ada keinginan? Apakah yang ini lebih rohani? Kita
perlu memiliki keinginan, mudah-mudahan keinginan yang baik. Namun
tampaknya bahkan semua hasrat yang baik pun mengandung unsur egois
karena sekalipun Anda berkeinginan untuk melakukan sesuatu yang baik,
Anda menghendaki hal itu bagi diri Anda sendiri. Justru karena ada
nilai-nilai kebaikan, maka Anda ingin memilikinya. Dan karena Anda ingin
memilikinya, bukankah itu berarti Anda dimotivasi oleh keegoisan?
Pandangan ini memang mengandung
kebenaran. Tak diragukan lagi memang ada kebenaran di dalamnya. Jika
Anda kilas balik dan tanyakan diri Anda mengapa Anda ingin diselamatkan
dulu, pasti alasannya adalah karena Anda dimotivasi oleh keinginan untuk
memiliki hidup yang kekal. Anda tidak ingin binasa. Anda menginginkan
hidup yang kekal. Dan bukankah keinginan untuk hal yang baik, yakni
hidup yang kekal, juga dimotivasi oleh keinginan yang egois, untuk
menjamin tempat di surga bagi diri Anda sendiri? Dengan demikian
bukankah hal itu egois? Memang pandangan ini mengandung kebenaran juga.
Kita memang dalam tingkatan tertentu
dimotivasi oleh keegoisan saat pertama kali menjadi Kristen. Saya rasa
sulit untuk mengingkari hal ini. Namun yang penting adalah: jika kita
tetap bertahan di tingkatan tersebut, maka di dalam upaya
kita menyelamatkan diri ini, kita justru akan kehilangan keselamatan. Di
situlah titik masuknya salib dan keakuan. Semakin saya renungkan hikmat
Allah, semakin saya dibuat kagum. Yang dilakukan oleh Allah adalah ini:
Apa yang disebutkan di Lukas 9? “Barangsiapa mau menyelamatkan
nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan
nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.” Anda lihat, yang luar
biasa dari salib adalah ini: Allah mengambil keegoisan Anda dan memanfaatkannya untuk menghancurkan keakuan di dalam diri Anda. Saya tidak tahu apakah Anda bisa memahami kalimat tersebut. Makna sebenarnya tidak serumit kalimatnya. Inilah penjelasannya.
Allah mengambil keegoisan Anda dan
memakainya untuk menghancurkan keakuan Anda – keakuan yang egois itu.
Sungguh ajaib. Bagaimana cara Dia melakukan itu? Yah, karena Anda ingin
diselamatkan, (maka Anda datang kepada Tuhan). Akan tetapi Kitab Suci
berkata, “Kalau kamu ingin diselamatkan, kamu akan kehilangan nyawamu.
Hanya dengan kehilangan nyawa itulah kamu dapat diselamatkan.”
Jadi Anda mendapati bahwa dalam
memenuhi hasrat Anda untuk menyelamatkan diri Anda, Anda harus
kehilangan keakuan Anda untuk bisa diselamatkan. Oh, hikmat Allah
sungguh tak terjangkau! Dia memang luar biasa! Semakin Anda pelajari
Alkitab, Anda mulai memahami hal yang dikatakan oleh Paulus di Roma
11:33, “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah!” Ia
tahu bahwa kita ini egois. Ia tahu bahwa kita ini datang pada
keselamatan karena dorongan hasrat egois untuk diselamatkan!
Untuk apa Anda datang ke pertemuan
pekabaran Injil? Apakah karena Anda ingin menyerahkan diri Anda di
pertemuan itu? Apakah karena Anda ingin sumbangkan semua uang Anda?
Tentu tidak. Anda datang ke pertemuan itu untuk melihat-lihat apakah
Anda bisa mendapatkan sesuatu dari sana. Motivasi Anda tentu saja egois.
Anda menginginkan sesuatu bagi diri Anda. Anda ingin mendapatkan hidup
yang kekal. Atau mungkin niatnya tidak seluhur itu. Mungkin untuk
mendapatkan suami atau istri, atau pacar; tidak semuluk mendapatkan
hidup yang kekal. Anda datang dengan motivasi yang egois. Anda
mendengarkan penyampaian Injil sambil di dalam hati Anda berharap agar
orang ini segera mengakhiri khotbahnya, supaya Anda bisa segera ngobrol
dengan gadis atau pemuda yang Anda incar. Awalnya Anda berkata, “Oh,
khotbah orang ini betul-betul melelahkan. Semoga saja kita bisa segera
masuk ke acara ramah tamah.” Anda ada di sana tetapi pikiran Anda tidak
tertarik pada Injil. Anda memikirkan gadis atau pemuda yang Anda sukai
itu. Tetapi minggu demi minggu, Injil mulai mengenai hati Anda. Secara
berangsur-angsur Anda mulai lupa pada tujuan semula Anda mengikuti
kebaktian. Injil mulai mengesankan Anda, Firman Allah mulai mempengaruhi
Anda. Dan hal ini terus berlangsung. Awalnya Anda datang dengan
motivasi yang egois, memang benar, tetapi pada akhirnya Allah yang
justru mendapatkan Anda, bukankah begitu? Allah memanfaatkan keakuan
yang egois untuk menghancurkan keakuan Anda dan menjadikan Anda manusia
baru.
Tentu saja ini merupakan suatu
proses yang panjang. Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa semua itu
bisa terjadi dalam 5 menit. Ini adalah suatu proses yang sangat lama
akan tetapi pada akhirnya Allah secara perlahan-lahan menangani
keegoisan. Berangsur-angsur Anda melihat orang yang memulai kehidupan
Kristennya secara sangat egois, belajar untuk memberikan dirinya lebih
dan lebih lagi. Dan di dalam proses memberi inilah hidup Allah datang
kepada Anda.
Itulah poin kedua yang ingin saya
singgung secara sekilas. Kita memulai dengan alasan yang sangat egois,
dan saya pikir setiap orang Kristen yang jujur tidak akan mengingkari
hal ini. Akan tetapi Allah di dalam hikmat-Nya memakai salib Kristus,
dan melalui proses tersebut – memanfaatkan keegoisan Anda – Dia
menghancurkan keakuan dan memunculkan kepribadian baru yang seperti
Kristus. Saya dahulu adalah orang yang sangat egois. Terus terang saja.
Saya sangatlah egois. Saya pernah memberi kesaksian kepada Anda tentang
ambisi kemiliteran saya. Pada masa itu, tentu saja, saya mencita-citakan
kemuliaan bagi Tiongkok, namun di dalam kemuliaan Tiongkok tersebut,
saya juga menginginkan kemuliaan pribadi. Saya bersama dengan tentara
saya akan memuliakan Tiongkok dan tentu saja seiring dengan munculnya
Tiongkok yang perkasa, saya ikut bermegah karena saya adalah pelaku
utama di dalam proses tersebut. Itulah mimpi-mimpi egois saya.
Ketika saya menerima Injil, apakah
itu bukan didorong oleh niat yang egois? Tentu saja, tentu saja sangat
egois. Saya mencari semacam tuntunan dan makna yang lebih kekal
ketimbang mimpi-mimpi sesaat saya di dalam hidup ini. Saya mencari
sesuatu yang kekal dan abadi buat diri saya. Tetapi Allah memanfaatkan
keegoisan tersebut dan sekarang saya nyaris tidak percaya pada hasilnya.
Ketika saya meneliti isi hati saya, saya harus mengakui dengan jujur
bahwa Tuhan telah mengubah saya sedemikian rupa, dan apa yang telah
Tuhan kerjakan di dalam diri saya sungguh sulit untuk dipercaya. Fakta
bahwa saya mampu untuk mengasihi orang lain setulus hati adalah suatu
hal yang tak terbayangkan oleh saya. Bagi saya ini merupakan hal yang
mustahil, bahkan bukan merupakan hal yang saya inginkan. Siapa yang mau
punya hasrat untuk hidup demi orang lain? Lupakan urusan orang lain,
diri sendiri ini yang penting. Akan tetapi Allah mengubah Anda tahun
demi tahun, sehingga Anda menjadi benar-benar peduli pada orang lain,
Anda benar-benar mengasihi orang lain. Anda benar-benar bersedia
mengorbankan nyawa Anda bagi orang lain, mencurahkan diri Anda bagi
mereka. Dan Anda bahkan tidak tahu bagaimana perubahan ini bisa terjadi.
Allah di dalam hikmat-Nya, melalui salib Kristus, telah mengerjakan hal
ini di dalam hidup saya, dan Dia akan mengerjakannya di dalam hidup
Anda juga. Dan hanya dengan cara itulah kita bisa masuk ke jalan penuh
kuasa, yaitu poin pembahasan kita yang pertama tadi.
Salib dan Keselamatan
Mari kita masuk pada poin yang ketiga dan yang terakhir.
Poin pertama yang telah dibahas
adalah salib dan kuasa. Yang kedua adalah salib dan keakuan. Yang ketiga
adalah salib dan keselamatan. Apa maknanya? Yesus berkata, “Kamu harus
memikul salib-mu setiap hari, kalau kamu ingin menjadi murid-ku.” Yesus
meneruskan dengan berkata bahwa itu berarti Anda harus kehilangan nyawa
Anda karena di dalam proses kehilangan nyawa itulah, Anda akan
memerolehnya. Jika Anda mencoba untuk mempertahankannya, itu justru
berarti Anda malah akan kehilangannya.
Kita akan menggunakan satu
pertanyaan untuk memahami seluruh pokok persoalan ini. Kita tahu
Kristus telah mati di kayu salib bagi dosa-dosa kita dan telah
menggenapi karya penebusan-nya bagi kita semua. Pertanyaan yang timbul
adalah jika Yesus telah mati dan penebusan-nya itu sempurna, mengapa
saya perlu memikul salib? Mengapa Anda perlu memikul salib? Dia sudah
memikulnya, jadi apa perlunya saya dan dia memikul salib? Untuk apa
memikul salib bersama-sama? Bukankah sudah cukup dengan berkata,
“Terimakasih, Yesus Kristus. Yah, engkau memang sungguh baik. Aku
terharu atas kasih-mu kepadaku. Engkau telah memikul salib-mu. Aku cukup
berterimakasih saja. Yesus telah mati bagi dosa-dosa kita. Haleluyah!”
Jadi persoalannya adalah jika Yesus
telah memikul salib, untuk apalagi saya memikul salib? Apakah Yesus saat
itu lupa bahwa dia-lah yang harus memikul salib? Atau, mungkin dia
butuh bantuan dalam urusan memikul salib ini? Mengapa Yesus menyuruh
kita untuk mengikuti teladan-nya? Dia memikul salib di depan, dan dia
menyuruh kita untuk memikul salib juga sambil mengikuti-nya dari
belakang. Bukankah kita akan bertanya, “Apakah salib-mu saja tidak
cukup?” Tetapi kita tahu bahwa keselamatan, salib dan penebusan-nya
sudah genap. Tidak ada yang kurang di dalam penebusan-nya; Alkitab
memberitahu kita bahwa keselamatan-nya sudah genap (misalnya Ibr 1:3,4,
9:12-14).
Jadi, apa perlunya kita memikul
salib? Mengapa ada persyaratan seperti ini? Mengapa Yesus tidak berkata,
“Baiklah, Aku telah memikul salib; Aku telah melakukan semuanya. Jadi
mulai sekarang, kalian hanya perlu bersukaria. Aku telah mengambil alih
semua penderitaan; tak ada lagi hal yang tersisa untuk kalian kerjakan.
Kalian cukup pergi ke gereja saja, bertepuk tangan, menyanyi haleluyah,
menari… …” Lalu kita semua menari-nari; kita bersenang-senang, karena
Yesus telah memikul salib, dan itulah karya keselamatan. Inilah Injil
yang kita dengar. Bukankah hal ini yang dikatakan para pengkhotbah dan
para penginjil kepada kita?
Terdapat dua salib. Satu adalah
salib Kristus, dan yang satu lagi adalah salib saya. Atau yang lebih
tepat, terdapat banyak salib, satu adalah salib Kristus, dan terdapat
juga salib-salib yang lain, yang harus dipikul oleh setiap dari kita.
Dan kita bukan saja harus memikulnya tetapi harus memikulnya setiap
hari, itulah yang tertulis di ayat-ayat ini. Setiap hari Anda bangun
tidur, dan Anda harus memanggul benda berat ini di pundak Anda, dan Anda
melangkah menuju Kalvari. Menuju Kalvari? Tetapi Yesus sudah sampai di
sana. Dia sudah mengerjakan semuanya. Untuk apalagi Anda harus ke
Kalvari? Yah, saat Anda mengikut Yesus, tentunya Anda akan pergi ke
tempat di mana dia pergi. Jika dia menuju Kalvari, ke mana lagi Anda mau
pergi kalau bukan ke Kalvari juga? Jika Yesus pergi ke Kalvari, apakah
kita boleh pergi bertamasya ke tempat lain? Lalu bagaimana cara kita
memahami hal ini?
Makna dari “salib kita”
Apa makna penting dari salib kita?
Apakah karena Yesus Kristus memandang bahwa akan lebih baik jika kita
menanggung sedikit penderitaan? Atau mungkin dia khawatir kalau-kalau
kita memang akan menjalani hidup kita dengan bertamasya terus menerus,
jadi Yesus berkata, “Tidak, tidak, tidak. Aku akan membuatnya jadi
sedikit lebih berat buat kalian. Jika kalian mengira akan menikmati
hidup yang menyenangkan, Aku akan membebankan salib buat kalian. Ah, itu
akan membuat kalian tetap merendah, mencegah kegemukan, mempertahankan
bentuk tubuh kalian. Jika tidak, kalian mungkin akan menjadi gendut dan
lemah. Setiap hari kalian harus menjalani latihan rohani ini, yaitu
pikul salib ini setiap saat.” Itukah alasan Yesus menyuruh kita memikul
salib? Karena kita butuh olahraga rohani? Mungkinkah urusan memikul
salib ini adalah sebagai suatu latihan rohani? Untuk apa kita memerlukan
salib?
Gereja tidak memiliki kuasa karena tidak memahami apa maknanya salib kita.
Kita berpikir seperti ini: Kristus telah mati bagi saya, jadi tidak ada
lagi hal yang perlu saya lakukan selain dari menyanyi haleluyah. Dan
kalau itu masih belum cukup, saya bisa coba mendapatkan pengalaman
rohani apakah karunia berbahasa roh atau karunia-karunia yang lainnya.
Saya menyinggung hal ini karena terdapat banyak orang Kristen yang
menginginkan karunia rohani atas alasan yang sangat egois. Mereka
menghendaki suatu pengalaman dan tujuan di baliknya hanyalah supaya
mereka dapat bermegah dan berkata, “Aku adalah orang Kristen superior.
Sudahkah kamu berbahasa roh? Belum, eh? Ah ha, aku sudah. Kalian tahu,
kalian orang-orang yang malang yang hanya masuk jajaran orang Kristen
kelas rendahan. Aku termasuk yang kelas tinggi. Aku berbahasa roh. Oh,
kamu hanya pernah sekali berbahasa lidah? Ah, kamu sungguh tidak
beruntung. Aku berbahasa roh setiap hari.”
Masalahnya adalah, apakah yang mau
Anda buktikan? Apakah Anda sedang berusaha membuktikan bahwa Anda
adalah orang Kristen kelas atas? Apa motivasi Anda? Terdapat juga orang
yang mengejar karunia supaya mereka bisa berkata, “Ah, perasaannya
sangat menyenangkan sekali.” Nah, jangan salah paham, saya tidak
menentang bahasa lidah jika dipergunakan secara benar, yaitu, digunakan
untuk memperdalam persekutuan kita dengan Tuhan. Memang hanya itulah
manfaatnya jika digunakan dengan benar.
Tetapi kalau kita mengejar bahasa
roh sekadar untuk kepuasan egois, hal ini sangat memuakkan. Itu bukanlah
tujuan dari bahasa lidah. Jika masih ada orang yang mengejar karunia
bahasa roh untuk tujuan itu maka ia sudah berada di jalan yang salah. Salib diadakan untuk menghancurkan keakuan yang seperti ini.
Dan jika ada orang Kristen yang telah bertahun-tahun menjadi Kristen
dan masih saja memperlihatkan keegoisan semacam ini berarti dia tidak
tahu apa itu kekristenan yang sejati.
Jadi, kita kembali pada pertanyaan
yang sama: Mengapa Yesus Kristus menyuruh kita memikul salib? Untuk
dapat memahami pertanyaan ini, kita harus memahami makna salib. Salib
berkaitan dengan pengorbanan. Kata pengorbanan ini merupakan kata yang
jarang dipahami oleh orang Kristen. Ibrani 9:14,26:
Betapa lebihnya darah Kristus,
yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada
Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani
kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah
kepada Allah yang hidup
Selanjutnya Ibr 9:26:
Sebab jika demikian Ia harus
berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia
hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk
menghapuskan dosa oleh korban-Nya
Ayat yang pertama berbicara tentang
darah, sedangkan yang kedua berbicara tentang pengorbanan-nya di kayu
salib. Salib berarti pengorbanan. Di 1 Kor 15:31, Paulus menerapkan
pemahaman pengorbanan ini pada dirinya. Ayat di 1 Kor 15:31 berbunyi
seperti ini:
Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut [I die every day].
Pikullah salibmu setiap hari! Paulus dapat berkata, “Aku mati setiap hari (I die every day).”
Dengan kalimat itu Paulus sedang menyatakan, “Aku mempertaruhkan
nyawaku setiap hari. Aku mati secara rohani. Setiap hari aku berhadapan
dengan maut.” Paulus melanjutkan dengan berkata bahwa dia berjuang
melawan binatang buas di Efesus dan sebagainya. Nyawanya selalu di bawah
ancaman, dia selalu berada dalam keadaan bahaya karena dia masuk dalam
pelayanan yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Jadi, salib Yesus
Kristus adalah salib pengorbanan. Salib apakah yang kita pikul? Salib
pengorbanan juga. Roma 8:36 berbunyi serupa. Di Rom 8:36 rasul Paulus
berkata:
Seperti ada tertulis (dia mengutip dari Mzm 44:22): “Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan.”
Domba-domba sembelihan adalah
domba-domba yang dipersiapkan untuk dikorbankan di Bait Allah untuk
penebusan dosa. Dia menyatakan hal yang kurang lebih sama di 2 Kor
4:11,12:
Sebab kami, yang masih hidup ini,
terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup
Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini
Perhatikan isi ayat 12:
Maka demikianlah maut giat di dalam diri kami dan hidup giat di dalam kamu
Perhatikan dengan baik
kalimat-kalimat tersebut. Melalui kematian kami, kehidupan datang kepada
Anda. Kami mati supaya Anda dapat hidup. Hal ini mirip dengan apa yang
dikerjakan oleh Yesus Kristus. Maut giat di dalam dia supaya hidup giat
di dalam kita. Namun, Paulus tidak mengatakan hal tersebut dengan
mengaitkannya dengan Yesus Kristus melainkan terhadap dirinya dan
rekan-rekan sekerjanya – yakni para rasul. Jadi “maut giat di dalam diri
kami”, bukan sekadar saya, tetapi “di dalam diri kami, dan hidup giat
di dalam kamu.” Berarti setiap saat kita berhadapan dengan maut.
Dapatkah Anda memahami bahasa
semacam itu? Atau apakah kalimat ini terdengar asing bagi Anda? Karena
jika Anda tidak memahami apa arti menjadi persembahan yang hidup yang
Paulus perintahkan kepada setiap orang Kristen (Rom 12:1-2), maka Anda
tidak akan dapat memahami kalimat tersebut. Renungkanlah, apa arti
kurban itu? Kurban tidak sekadar berarti menyerahkan sesuatu, atau
menyerahkan makanan, atau mempersembahkan makanan.
Pengorbanan adalah perkara menyerahkan nyawa untuk orang lain. Apa yang Anda serahkan untuk diri Anda sendiri menurut Alkitab bukanlah pengorbanan. Menurut Alkitab, pengorbanan selalu ditujukan untuk orang lain.
Lihat contoh domba-domba sembelihan, seperti yang dikutip oleh Paulus
di sini, “Kami telah dianggap sebagai domba.” Apakah Paulus mati bagi
dirinya sendiri? Tidak. Paulus hanya berkata, “Maut giat di dalam diri
kami supaya hidup giat di dalam kamu. Kami mati untuk kamu.”
Itulah artinya. Pikirkanlah tentang domba-domba yang dibawa ke Bait
Allah untuk dikorbankan. Apakah menurut Anda para domba itu disembelih
bagi diri mereka sendiri, atau bagi dosa mereka sendiri, atau demi
kebutuhan mereka sendiri? Tentu saja tidak! Setiap domba yang disembelih
di Bait Allah menyerahkan nyawanya bagi orang lain. Itulah poin yang
harus Anda pahami. Suatu penyerahan tidak dapat disebut pengorbanan jika
tidak ditujukan untuk orang lain, apakah hal itu dipersembahkan dalam
keadaan hidup atau mati. Memang ada kurban yang hidup, karena Anda tentu
tahu tentang kambing kurban untuk Azazel (scapegoat) yang
dilepaskan ke padang gurun. Ia akan dilepas ke padang gurun, mungkin dia
akan mati di sana; yang jelas ia tidak disembelih. Entah hidup atau
mati, kata Paulus, kita selalu jalani hidup ini sebagai korban
persembahan. Kita tidak sekadar mati sebagai kurban persembahan, tetapi
kita juga menjalani hidup sebagai kurban persembahan.
Jadi Kristus juga tidak mati untuk
diri-nya sendiri. Ketika Yesus berkata bahwa dia memikul salib-nya, dia
tidak memikul salib itu bagi diri-nya sendiri. Dia memikul salib itu
bagi kita. Lantas ketika kita memikul salib kita, apakah sebenarnya yang
sedang kita lakukan? Kita seringkali dengan bodohnya membayangkan bahwa
salib itu kita pikul bagi diri kita sendiri. Jika kita memikul salib
itu bagi diri kita sendiri, maka itu berarti salib Kristus tidak cukup
bagi kita dan kematian-nya tidak cukup bagi kita; kita harus mati bagi
diri kita sendiri juga? Tidak, tidak, tidak! Kita telah gagal memahami
aspek fundamental dari ajaran Yesus.
Ketika Yesus menyuruh kita untuk
memikul salib kita setiap hari, hal itu bukanlah bagi kepentingan kita
sendiri. Dia memanggil kita untuk bergabung dengan-nya di dalam
pelayanan keselamatan. Apa artinya itu? Artinya adalah: Yesus mati bagi
kita, supaya setelah menerima hidup itu kita bisa menyalurkannya kepada
orang lain, entah lewat kehidupan atau lewat kematian. Apakah Anda
mengerti hal yang dimaksudkan oleh Yesus? Jika Anda ingin menjadi
murid-nya, hal tersebut harus menjadi watak Anda. Jika tidak, Anda tidak
akan pernah menjadi murid-nya.
Itulah yang saya maksudkan sebagai
hikmat Allah di dalam poin yang kedua. Bahwa di dalam hasrat untuk
memperoleh keselamatan – melalui hasrat yang egois itu – keakuan kita
dihancurkan. Bagaimana caranya? Dengan mempersyaratkan bahwa jika Anda
ingin diselamatkan, maka Anda harus menyalurkan keselamatan itu kepada
orang lain. Jika Anda tidak menyalurkannya kepada orang lain, maka Anda
sendiri tidak akan diselamatkan juga. Tak ada orang Kristen yang duduk
santai di gereja atau di rumahnya, atau di manapun ia berada, yang akan
diselamatkan. Dia tidak akan selamat jika dia berpikir bahwa dia
diselamatkan hanya dengan menyelamatkan dirinya sendiri.
Itu sebabnya kita dipanggil untuk
menjadi terang dunia. Menyalurkan terang dan hidup Allah kepada orang
lain. Terang adalah gambaran dari kehidupan di dalam Alkitab. Saya harap
Anda bisa memahami poin ini dengan sangat jelas. Jika Anda kira bahwa
Anda akan diselamatkan dan pergi ke surga hanya dengan percaya kepada
Yesus, berarti Anda masih belum mengerti ajaran Yesus. Memang benar,
keselamatan itu melalui iman. Memang benar bahwa Anda menerima
keselamatan itu. Memang benar bahwa keselamatan sudah genap bagi Anda
dan saya; keselamatan itu bukanlah hasil perjuangan kita. Akan tetapi kita harus menjadi saluran keselamatan itu. Dan jika kita tidak menjadi saluran keselamatan itu, maka kita tidak akan memilikinya.
Di dalam proses menjadi saluran
keselamatan itu, kita memberikan diri kita kepada orang lain, sama
seperti Yesus telah memberikan diri-nya kepada kita. Keselamatan
bukanlah barang yang bisa Anda beli di toko dan dibagikan kepada orang
lain. Keselamatan adalah sesuatu yang Anda salurkan melalui hidup Anda
kepada orang lain. Jika Anda pikir bahwa keselamatan itu hanya sekadar
perkara membuat traktat dan pergi ke jalan-jalan dan berkata, “Hei,
sudahkah kamu percaya pada Yesus? Ini ada 4 kaidah rohani. Duduklah
supaya aku bisa jelaskan kepadamu. Dengarkan baik-baik karena hidupmu
bergantung padanya.” Selanjutnya Anda menguliahi dia, Anda menjejalkan
Injil kepadanya. Dan dia menolaknya dan Anda berkata, “Pergilah, kamu
tidak layak untuk diselamatkan. Kamu tidak ditakdirkan untuk
diselamatkan.” Atau mungkin Anda berkata, “Aku bersedih akan keadaanmu.
Mungkin pada suatu hari nanti kamu akan tersadar.” Sikap manapun yang
kita tunjukkan, itu tetap memperlihatkan bahwa kita belum mengerti bahwa
keselamatan itu bukan sekadar perkara membagikan traktat. Keselamatan
berarti memberikan diri Anda. Jika Anda tidak memberikan diri Anda,
berarti Anda belum memberi apapun yang layak diberikan. Anda harus
mencurahkan diri Anda bagi orang lain.
Yesus tidak memberi kita Perjanjian
Lama dan berkata, “Bacalah itu. Maka kamu akan selamat.” Kalau begitu,
maka dia tidak perlu naik ke kayu salib. Dia menyerahkan nyawa-nya bagi
keselamatan kita. Di sini Yesus Kristus berkata, kamu juga harus
melakukan hal yang sama. Anda harus memikul salib dan memberikan dirimu –
di kayu salib – bagi orang lain. Hanya dengan kehilangan nyawa Anda,
bukan dengan kehilangan traktat Anda. Bukan dengan kehilangan sejumlah
uang, tetapi kehilangan nyawa Anda.
Terdapat perbedaan arah pemikiran.
Kadang-kadang kita bersedia untuk memberikan traktat, kita bahkan rela
mencetaknya dengan uang kita sendiri. Itu mungkin akan membuat kita
kehilangan beberapa dolar, mungkin beberapa ratus dolar, tidak masalah.
Namun tidak demikian halnya dengan menyerahkan diri Anda, mengorbankan
waktu Anda, mengorbankan seluruh keberadaan Anda, memberi perhatian,
memberi kasih Anda. Kita bisa saja membagikan traktat tanpa memberikan
kasih yang nyata. Kita bisa saja memperlakukan mereka sebagai obyek yang
perlu diselamatkan, untuk kita daftarkan ke dalam catatan prestasi
kita, “Aku telah menyelamatkan 15 orang tahun ini. Anda tahu, aku telah
mendapatkan 15 domba.” Tidak ada kasih di dalam urusan tersebut. Kasih
berarti memberikan diri Anda sepenuhnya kepada orang lain.
Salib dalam Pemuridan – Menjadikan kita Para penyelamat
Camlah hal ini dengan baik. Dapat
dikatakan: Kita diselamatkan untuk menjadi para penyelamat. “Oh,” kata
Anda, “Aku, seorang penyelamat?? Hei bukankah ini penyelewengan makna
kata?? Bukankah kata “penyelamat” itu hanya untuk Yesus saja? Bukan
aku.” Di dalam Alkitab, kata “saviour (penolong, penyelamat,
juruselamat)” diterapkan pada orang-orang biasa seperti Anda dan saya.
Satu contohnya adalah di 2 Raja-raja 13:5. Allah ingin memanggil
umat-Nya untuk menjadi para penyelamat. Ini adalah salah satu dari
sekian banyak contoh:
TUHAN memberikan kepada orang
Israel seorang penolong (saviour), sehingga mereka lepas dari tangan
Aram dan dapat duduk di kemah-kemah mereka seperti yang sudah-sudah
Penggunaan kata “saviour
(penolong)” di sini dipakai untuk seorang pemimpin Israel yang
membebaskan mereka dari tangan Aram. Di dalam terjemahan bahasa Inggris
kata “saviour” atau “penyelamat” digunakan di dalam ayat ini. Allah
memberikan mereka seorang saviour (penyelamat)! Hal yang sama
dapat dilihat di dalam ayat 2 Raja-raja 14:27, dan juga di dalam
berbagai ayat yang lain di dalam Alkitab.
Tuhan mencari orang-orang yang bisa Dia jadikan penyelamat bagi orang lain. Dalam hal ini, 2 Raja-raja 14:27:
Tetapi TUHAN tidak mengatakan
bahwa Ia akan menghapuskan nama Israel dari kolong langit; jadi Ia
menolong(menyelamatkan) mereka dengan perantaraan Yerobeam bin Yoas
Dia menyelamatkan mereka, benar, tetapi melalui
Yerobeam! Yerobeam bukanlah orang dengan kepribadian yang mulia. Dia
mengawali dengan baik namun mengakhiri dengan buruk, mirip kebanyakan
orang Kristen. Namun Allah pada waktu itu memakainya untuk menyelamatkan
Israel.
Mereka disuruh untuk menjadi para
penyelamat. Allah memanggil kita untuk menunaikan panggilan surgawi yang
sama. Paulus menyebut hal ini sebagai panggilan surgawi. Mengapa
disebut panggilan surgawi? Artinya bukanlah sekadar memanggil kita ke
surga. Panggilan ini disebut sebagai panggilan surgawi karena Dia
memanggil kita untuk terlibat di dalam pelayanan yang sama dengan Yesus,
yaitu penyelamatan umat manusia. Kita dipanggil untuk memikul salib
untuk menjadi juruselamat sama seperti Dia. Hanya dengan cara itulah
kita bisa menjadi murid Kristus.
SELESAI
Komentar
Posting Komentar