PERPECAHAN GEREJA DI KORINTUS DAN SOLUSI PAULUS SEBAGAI PRINSIP BAGI GEREJA MASA KINI
PERPECAHAN GEREJA DI KORINTUS DAN SOLUSI PAULUS SEBAGAI PRINSIP BAGI GEREJA MASA KINI
A.
Perpecahan Dalam Jemaat
Korintus
1.
Latar Belakang
1.1.
Keberadaan Jemaat Korintus
Stuart dan Fee
menjelaskan keadaan Kota Korintus,
Kota Korintus
adalah sebuah kata yang relatif masih baru, umurnya 95 tahun ketika Paulus mengunjunginya kali
pertama… kedudukannya yang strategis bagi perdagangan … Korintus adalah kota
kosmolitan, kaya, pelindung kesenian, beragama (sekurang-kurangnya ada dua
puluh enam kuil) dan terkenal dengan sensualitasnya (pemuasan hawa nafsu).[73]
Dengan
mengetahui keadaan kota
Korintus, maka terdapat berbagai macam masyarakat yang terdiri dari
pendatang-pendatang dari daerah-daerah lain. Sebagai kota Kosmopolitan yang
heterogen, Korintus menjadi kota yang memiliki bermacam-macam budaya sesuai
dengan asal daerah mereka masing-masing. Percampuran dalam kebudayaan serta
kebiasaan terdapat juga dalam
orang-orang Kristen di Korintus dan hal ini menyebabkan terjadi banyak konflik
yang tidak terelakkan.
Terdapat
perbedaan yang sangat besar dalam keadaan ekonomi di antara anggota-anggota
gereja di Korintus. Paulus berkata bahwa di antara mereka tidak banyak orang
yang terpandang atau kaum bangsawan dan karena itu tidak banyak yang kaya. (I Kor 1:26), tetapi ia tidak
berkata bahwa tidak seorangpun yang terpandang. Dari I Korintus 11:18-22 kita
menyimpulkan bahwa anggota-anggota yang lebih kaya itu mengesampingkan yang
miskin dan mengadakan pesta pada waktu perjamuan Tuhan.
Perbedaan-perbedaan
di dalam jemaat Korintus itu tidak hanya terdapat di bidang sosial, kebangsaan,
dan ekonomi, tetapi juga dalam doktrin dan etika. Meskipun Paulus dapat
memuji mereka sebagai satu jemaat karena
berpegang teguh pada ajaran yang diteruskannya kepada mereka ( I Kor 11:2),
namun beberapa orang mengatakan bahwa tidak ada kebangkitan orang mati ( I Kor
15:12).
1.2.
Alam Pemikiran
Dalam dunia
Perjanjian Baru, selama abad pertama banyak muncul golongan-golongan dan
sekte-sekte, bahkan bangsa Yahudi memiliki Ahli Taurat, orang Farisi, dan orang
Saduki. Banyak di antara orang-orang Yunani berminat pada pemikiran yang serius
masuk dalam golongan-golongan, seperti
golongan Stoa, Epikuros dan Sinis. Golongan-golongan dan aliran-aliran
yang didirikan oleh Plato dan Aristoteles ini ada di Atena. Tetapi di antara orang-orang dalam lima puluh
tahun terakhir dari abad pertama timbullah satu kebangunan yang disebut
“Neo-Sophisme”, yaitu suatu gerakan yang membangkitkan kembali minat yang
semula dalam perdebatan dengan kurang memikirkan kebenaran.[74]
Hal menggabungkan diri dengan aliran-aliran
pikiran adalah soal rutin atau sudah biasa terjadi. Ada banyak orang orang di
Korintus karena latar belakang Yunaninya menyombongkan diri mereka dengan
hikmat. Orang Yunani merupakan orang yang suka berpikir dan bertindak dengan
bebas, juga mereka cenderung pada penggolongan. Banyak orang di Korintus senang
berdebat dan bertengkar hanya bagi kesenangan untuk berselisih dan berdebat
saja.[75]
1.3.
Keadaan Agama
Agama Kristen
tidak tumbuh dari suatu kekosongan agama, dimana masyarakat yang tidak
mempunyai pegangan menunggu-nunggu sesuatu untuk mereka yakini, sebaliknya
kepercayaan baru dalam Kristus harus berjuang melawan berbagai kepercayaan
agama yang telah ada dalam masyarakat selama berabad-abad. Demikian juga dengan
keadaan agama Kristen di Korintus. Keadaan agama di Korintus berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Brill
menjelaskan, “Pengaruh agama terhadap penduduk Korintus sangat kuat, bahkan
agamalah yang menyebabkan kejahatan mereka bertambah.”[76]
Korintus terkenal karena kejahatan dan moral penduduk, mereka menyembah dewi
Aprodite, dan disediakan 1000 pelacur bakti yang dianggap keramat untuk
melayani hawa nafsu para penyembah. Teo Cristi menjelaskan keadaan moral
Korintus,
Dipuncak
gugusan tanah Akropolis berdiri sebuah kuil besar Aphrodite, dewi cinta orang
Yunani, didalam Kuil tersebut terdapat lebih dari seribu pelacur bakti yang
disebut dengan Hierodulli memenuhi kuil tersebut yang setiap senja hari
menuruni bukit Akropolis untuk menjajakan dirinya di jalan-jalan kota Korintus.[77]
2.
Penyebab Perpecahan
2.1.
Pengkultusan Pemimpin
Istilah
pengkultusan berasal dari kata dasar “kultus” yang memiliki pengertian,
“Penghormatan secara berlebih-lebihan kepada orang, paham, atau benda,
mengkultuskan berarti mendewa-dewakan, memuja-muja.”[78]
Dalam hal ini mendewa-dewakan dan memberi penghormatan yang berlebihan
ditujukan kepada pemimpin. Pemimpin
adalah orang yang memimpin, dan kepemimpinan adalah pengaruh, “yaitu kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain…orang hanya dapat memimpin orang lain
sejauh ia dapat mempengaruhi mereka.” 7868
Dalam konteks
pemimpin Kristen, pemimpin bukanlah seseorang yang memberikan perintah atau
mengelola sesuai dengan kehendaknya sendiri, melainkan seorang pelayan Tuhan
yang melayani umat Tuhan sesuai dengan panggilan dan kewenangan/karunia yang
Tuhan berikan kepadanya. Abineno menjelaskan, “Kepemimpinan Rohani dalam
pelayanan Kuasa menghasilkan suatu jemaat yang selalu bergerak ke dua jurusan
ke dalam (sentripetal) dan ke luar (sentrifugal).”[80]
Dalam
hal jemaat Korintus, pemimpin menjadi suatu pribadi yang menjadi sangat penting
dan bahkan mereka saling mengunggulkan pemimpin mereka masing-masing. Mereka
berkata “aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari
golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus” (1 Kor. 1:12). Hal ini
dilatarbelakangi oleh pengaruh filsafat yang kuat pada masa itu, dimana orang
lebih condong kepada kata-kata hikmat yang disampaikan oleh orang-orang yang
berhikmat dan menjadi pengikut atau penganut ajaran tersebut. Dalam hal ini
mereka mengelompokkan diri sesuai dengan pemimpin yang mereka sukai dan
kemudian mereka saling membanggakan pemimpin-pemimpin tersebut.
Muncul suatu
kesombongan di antara golongan-golongan tersebut sesuai dengan kelebihan para
pemimpin mereka dan sesuai dengan kehendak mereka. Mereka menamakan golongan
mereka sesuai dengan nama pemimpin yang mereka sukai.
Ada empat
golongan yang terjadi yang masing-masing mengklaim lebih hebat dari yang lain.
Pertama, Paulus, yang memulai dan mendirikan jemaat di Korintus.
Kedua, Apolos,
seorang Yahudi dari Aleksandria (Kis 18: 24-28). Ia datang ke Efesus tahun 52
pada kunjungan Paulus yang terburu-buru di Palestina (ayat 22). Ia memiliki
pengetahuan yang cermat mengenai kehidupan Yesus. Ia menggabungkan bakat
kefasihan berbicara (kemampuan belajar) dengan nalar yang jeli memahami
Perjanjian Lama. Ia penuh gairah
memberitakan kebenaran yang dia ketahui, dari Efesus ia ke Korintus, dimana ia
menunjukkan keahliannya membela ajaran Kristen terhadap orang Yahudi (Kis
18:27-28).[81]
Ketiga, Kefas
merupakan murid Yesus yang sering juga disebut Petrus. Ia murid Tuhan Yesus yang pertama. Kelompok Kefas tampaknya
meragukan mandat Paulus, dan lebih memilih hubungan dengan Yerusalem melalui
Petrus.
Keempat,
golongan Kristus, yaitu golongan yang merasa mereka lebih tinggi dari yang
lain, karena mereka mengikuti Kristus. Menurut Ibrahim, “Kemungkinan golongan
ini adalah mereka yang dulu ada di Yudea dan sudah melihat Yesus, sehingga
mereka lebih minta dihormati dan menganggap lebih daripada yang lain dan
menjadi sombong.”[82]
Mereka
mengkultuskan pemimpin karena menurut mereka pemimpin mereka memiliki
kelebihan. Dalam hal ini kelompok Apolos menunjuk kepada, “Kelompok yang lebih
menyenangi gaya dan retorika yang lebih halus dan berbakat…sementara golongan
Kristus menganggap rendah semua hubungan dengan golongan-golongan lain sehingga
mereka menjadi golongan tersendiri.”[83]
Biasanya
pemimpin yang berkarisma dan memiliki kepopuleran menjadi pusat dari
pengkultusan tersebut. Karisma dan kepopuleran seorang pemimpin menjadi
penyebab seseorang pemimpin diidolakan, apalagi zaman dimana gereja Korintus
bertumbuh dan berkembang merupakan masa dimana terjadi banyak sekali orang
mendewa-dewakan seseorang yang memiliki kemampuan dan memiliki daya tarik.
2.1.1. Karisma
Karisma sangat
dibutuhkan dalam pelayanan, semua pelayan menerima karisma dari Tuhan untuk
keberhasilan dalam pelayanan. Dengan karisma pelayan dapat melayani secara
efektif. Karisma dalam hal ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu secara umum dan
secara khusus, karena karisma memiliki banyak pengertian sesuatu dengan
konteksnya. Karisma secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Keadaan
atau bakat yang dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk
membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya, atribut
kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu.”[84]
Karisma
berhubungan dengan daya tarik pribadi, pesona, kualitas bintang dan juga
kepribadian yang merebut hati orang lain. Van den End menjeskan tentang
pembagian karisma, “Pertama, karunia Allah dalam Yesus Kristus (keselamatan),
kedua, karisma yang dianugerahkan kepada umat Israel, ketiga, karunia khusus yang
dilimpahkan kepada salah seorang anggota jemaat agar menjadi sarana pelayanan
kepada Allah dan sesama manusia, yang keempat, salah satu berkat Allah.”[85]
Banyak
tokoh-tokoh yang memiliki karisma yang menjadi pemimpin yang memiliki banyak
pengikut. Presiden Pertama RI Soekarno, merupakan salah satu dari pemimpin yang
berkarisma, yang memiliki banyak pengikut, bahkan sampai sekarang di Indonesia
Soekarno di beberapa daerah dikultuskan sekalipun ia sudah meninggal.
Secara khusus
karisma berakar dari kata benda “cariV“ (karis) serta kata kerja “carisomai“
(karisomai) yang artinya, “memberi, mengaruniakan.”[86]
Karis berarti, “sesuatu yang menggembirakan
atau menyenangkan artinya sesuatu itu mempunyai sifat menimbulkan rasa
senang di pihak yang melihat atau mendengarnya.”[87]
Setiap orang
percaya adalah orang yang berkarisma, karena setiap orang percaya menerima
karunia dari Allah. I Korintus 12 menjelaskan tentang karunia-karunia yang
diberikan bagi gereja. Edvardsen menuliskan, “…karunia Roh Kudus bagi orang
Kristen akan melengkapkan orang-orang suci bagi pelayan, melayani di dalam
mendirikan Tubuh Kristus, karunia itu diberikan …untuk meneguhkan sidang
jemaat.”[88]
Paulus dalam
suratnya kepada jemaat Efesus menjelaskan tentang pemberian karunia atau sering
disebut jabatan dalam gereja yaitu, rasul, nabi, pemberita Injil, gembala dan
pengajar dengan tujuan untuk memperlangkapi orang-orang kudus (Ef 4:7-12).
Barclay menjelaskan, “Memperlengkapi dipakai kata “Katartismon" (katartismon), asal katanya ialah
“katartizw" (katartizo), yaitu, memperbaiki,
menyempurnakan, melengkapi, memulihkan… Istilah ini memiliki pengertian,
menempatkan sesuatu kembali di tempat
dan keadaan dimana sesuatu itu seharusnya berada.”[89]
Jemaat Korintus
telah beruntung karena dilayani oleh bermacam-macam rasul dan pemberita Injil.
Sejumlah ahli memperlihatkan bahwa, “jemaat Korintus memandang Paulus dan
Apolos sebagai para pengajar misteri religius yang membawa jemaat Korintus ke
dalam suatu kebijakan spiritual baru. Jemaat Korintus secara mencolok menyamakan
diri dengan pengajar-pengajar ini ketimbang kepada Kristus yang mereka
ajarkan.”[90]
Fakta yang
disebabkan oleh letaknya Korintus yang strategis dan juga karena perjalanan yang jauh-jauh dari para
utusan Injil pertama ( 2 Kor 1:19). Karena mereka terlalu mengutamakan hikmat
duniawi, timbullah perselisihan intern pada waktu beberapa orang mengadu
dombakan pemberita Injil kesayangan mereka antara satu dengan yang lain. Tetapi
ini bukan sekedar soal kesukaan pribadi, semua orang percaya menaruh kasih sayang
kepada pemberita Injil yang telah memimpin mereka bertobat. Kepribadian manusia
yang begitu berbeda-beda yang menimbulkan bermacam-macam tarikan kepada
bermacam-macam orang pastilah merupakan
salah satu sebab Allah memilih untuk memberitakan Injil dengan perantaraan manusia, dan bukan
dengan perantaraan malaikat.[91]
2.1.2.
Kepopuleran
Pada masa
pelayanan Paulus kecenderungan memuja-muja pemimpin sudah sesuatu yang biasa.
Ada orang-orang yang tidak bijaksana, yang menghormati pemimpin rohani dan
penasehat mereka dengan cara yang tidak semestinya, dan cenderung untuk
membesarkan yang satu dari yang lain. Situasi jemaat Korintus yang pada masa
itu banyak sekali muncul pemikiran-pemikiran yang akhirnya berdampak muncullah
golongan-golongan sesuai dengan daya tarik setiap pemimpin.
2.2.
Manusia Duniawi
Dalam 1
Korintus 3:2 dijelaskan, “Dan aku saudara-saudara, pada waktu itu tidak dapat
berbicara dengan kamu seperti dengan manusia rohani, tetapi hanya dengan
manusia duniawi…” Manusia duniawi yang dipakai dalam ayat ini adalah “sarkinoiV" (sarkinois)
yang berasal dari kata “sarkinoV" (sarkinos) yang memiliki
pengertian, “dari daging, yang punya sifat daging.” Jadi manusia duniawi adalah
manusia yang bersifat daging. Kata yang sama juga digunakan dalam Roma 7: 14, II Korintus 3:3, Ibrani 7: 16. Manusia duniawi mengandung pengertian, bukan
dari Allah, memusuhi Allah, menghendaki yang bertentangan dengan Allah, daging
bukan bagian manusia yang, tubuh.[92]
Dalam Teologi
Paulus manusia dikelompokkan ke dalam tiga golongan.
Pertama, “yukikoV" (Psukikos) atau bersifat jiwa,
mereka tidak menerima apa-apa dari Allah karena mereka belum dilahirkan
kembali, secara rohani mereka mati. Kedua, PneumatikoV (Pnemuatikos) manusia rohani, mereka telah dilahirkan kembali dan mereka hidup
menurut Roh Allah, mengalami persekutuan yang akrab dengan Tuhan Yesus. Ketiga,
SarkikoV (Sarkikos) bersifat daging (manusia
duniawi), sudah dilahirkan kembali, tetapi masih kurang dewasa secara rohani.[93]
Kata yang
dipakai sebenarnya mengartikan tabiat manusia dalam segala kelemahannya dan
tabiat manusia yang mudah jatuh ke dalam
dosa, bagian manusia yang menjadi pangkal dosa. Segala sesuatu yang mengikat
manusia kepada dunia tidak kepada Allah. Barclay menjelaskan hidup menurut
daging, “ialah suatu kehidupan yang dikuasai oleh suara dan keinginan dari
tabiat manusia yang berdosa sebagai
ganti suatu kehidupan yang dikuasai oleh kasih Allah.”[94]
Paulus
mendaftarkan perbuatan-perbuatan orang yang masih hidup dalam daging dalam
suratnya kepada jemaat Galatia. Dalam Galatia 5: 19-21 dituliskan, “Perbuatan
daging telah nyata yaitu, percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan
berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri
sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan
sebagainya.”
Jemaat Korintus
disebut oleh Paulus adalah jemaat yang masih duniawi dan masih belum dewasa
atau masih bayi rohani (1 Kor 1:10). Dalam hal ini Paulus tidak mengatakan
bahwa jemaat Korintus masih belum lahir baru, karena pada pembuka suratnya
kepada jemaat ini ia mengatakan bahwa jemaat Korintus adalah orang-orang kudus.
Dengan pemahaman demikian berarti Paulus menjelaskan bahwa orang-orang kudus di
Korintus masih memiliki sifat duniawi atau masih hidup dalam daging. Paulus
mengelompokkan jemaat Korintus ke dalam golongan “Sarkikos”.
Dalam suratnya
kepada Jemaat di Galatia ia membuat suatu karakteristik orang Kristen dalam
daging, dan hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya perpecahan dalam jemaat
Korintus. Dalam hal karunia jemaat Korintus merupakan jemaat yang kaya, dan
sering mereka menyombongkan diri dengan karunia yang mereka miliki (1 Kor 13: 1-8). Tetapi dari
aspek moral dan dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat Korintus, mereka memiliki
banyak kekurangan atau kelemahan, bahkan itulah yang menjadi pokok permasalahan
yang sedang dihadapi dan menjadi alasan Paulus menulis surat. Kehidupan yang
masih duniawi dan dengan keberadaan kehidupan Korintus yang bobrok secara moral
membuat banyak masalah yang timbul.
Perpecahan
menjadi dampak dari kehidupan yang masih duniawi. Mereka masih hidup dalam iri
hati dan perselisihan, ini merupakan kehidupan orang yang masih duniawi. Paulus
dalam tulisannya kepada jemaat Korintus menjelaskan bahwa jemaat tersebut masih
hidup dalam daging yang ditandai dengan iri hati dan perselisihan.
2.2.1.
Iri Hati
Kata yang
dipakai untuk iri hati adalah “zeloV"
(zelos), yang memiliki pengertian “semangat, ingin melebihi, atau
keinginan untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi.”[95]
Iri hati membuat jemaat Korintus selalu melihat kepada yang ada pada jemaat
lain dan coba untuk membandingkan diri dengan keadaannya sendiri, sehingga
mereka mencari kelebihan dan menonjolkan kelebihan pemimpinnya. Karena iri hati
akhirnya mereka saling menonjolkan kelebihan-kelebihan dari pemimpin yang
mereka sukai.
2.2.2 Perselisihan
Istilah
perselisihan merupakan istilah yang memakai tiga kata. Kata pertama
perselisihan (1:11, 3:3), sama dengan pertengkaran dan perbantahan kata yang
digunakan “dicostasia" (dichostasia), yang artinya
“separately, faction, division, dissension.” [96]
(terpisah, golongan, pembelahan, pertikaian) Kata ini terdapat dalam
karakteristisk manusia dunia yang ada dalam Galatia 5:20. Kata kedua dalam 1
Korintus 11:19, perpecahan dipakai kata, “eresiV” (heresis) kata ini digunakan untuk mazhab-mazhab
saduki dan Farisi (Kis. 5:17), dalam daftar perbuatan daging roh pemecah.
Sedangkan kata ketiga dalam I Korintus 1:10, kata yang dipakai “scisma" (schisma) yang artinya, “to split,
tear, to be divided in mind.”[97]
(robek, sobekan, bercabang dalam pikiran) Kata ini berarti, “Kain yang koyak
atau robek, seperti yang terjadi pada waktu
kita menambalkan secarik kain yang baru kepada baju yang tua.”[98]
2.2.3. Bayi-bayi Rohani
Paulus menyebut
bahwa orang-orang percaya di Korintus masih bayi-bayi rohani atau belum dewasa
(1 Kor 3:1). Ibrahim menjelaskan, “Bayi memakai kata “nepioV” (nepios) yang berarti seorang yang pikirannya
masih sederhana, seorang yang belum sanggup mengerti pengajaran Kristus dengan
dalam.”[99]
Persoalannya bahwa mereka bukan bodoh secara pikiran tetapi karena sikap daging
(Yak 1: 25). Seorang bayi tidak dapat makan makanan keras, tetapi mereka makan
makanan yang lunak dan minum susu. Dalam suratnya Paulus menjelaskan, “Susulah
yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras sebab kamu belum dapat
menerimanya, dan sekarangpun kamu tidak dapat menerimanya” (1 Kor 3:2). Wongso
menjelaskan, “minum susu melambangkan suatu kenaifan, kebodohan atau menyatakan
sikap yang terlalu bersahaja secara rohani.”[100]
3.
Akibat Perpecahan
3.1. Berdirinya Golongan-golongan
Dengan melihat
kepada kelebihan-kelebihan yang ada dalam pemimpin mereka kemudian mereka
menggolongkan diri mereka sesuai dengan nama-nama pemimpin mereka. Mereka
mengganggap bahwa yang lain lebih rendah, dan perbedaan ini menyebabkan mereka
mendirikan golongan-golongan dalam gereja. Gereja terpecah ke dalam golongan-golongan
yang sebenarnya tidak perlu, hal itu membuat terjadinya suatu keterpisahan
dalam tubuh Kristus. Berdirinya golongan dalam gereja secara tidak langsung
membatasi dan membuat jurang pemisah dalam persekutuan tubuh Kristus.
Ada empat
kelompok yang membuat golongan-golongan sesuai dengan ketertarikan mereka
terhadap pemimpin,
Golongan Paulus
terdiri dari kaum Libertin, mereka mendengar khotbah Paulus tentang kemerdekaan
Kristen yang menimpulkan bahwa mereka dapat hidup seenaknya, golongan Kefas
terdiri dari kaum Legalistik yang terdiri dari orang Yahudi dan bukan Yahudi
yang takut akan Tuhan sebelum masuk Kristen. Golongan Apolos terdiri dari kaum
Filsuf yang mengikuti pandangan Yunani dan golongan Kristus terdiri dari kaum
Mistik yang menekankan hal-hal supra alami.[101]
Mereka
mengelompokkan sesuai dengan keinginan mereka dengan konsep yang berbeda
tentang ajaran kristen, dan memiliki pandangan yang berbeda tentang Injil.
Mereka menekankan salah satu dan mempertahankan pandangan mereka.
3.2.
Tidak Bertumbuh
Perpecahan
dalam gereja membuat jemaat Korintus terhambat bertumbuh. Paulus menjelaskan
dalam 1 Korintus 3:2, “Susulah yang kuberikan
kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya,
dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya.” Disini Paulus menjelaskan bahwa
perpecahan dengan membuat-golongan-golongan membuat mereka sulit untuk
bertumbuh. Berquist menjelaskan, “Kegagalan untuk bertumbuh merupakan hal yang
menyedihkan sekali, kenyataan bahwa ada perasaan cemburu dan pertengkaran di
tengah-tengah mereka merupakan bukti yang cukup bahwa mereka itu terhambat
tumbuhannya di dalam hal-hal rohani.”[102]
Ungkapan “dan
sekarangpun kamu belum dapat menerimanya” memiliki pengertian, “Mereka sudah
lama tetapi bandel, yang memerlukan pemulihan kepada persekutuan atau keadaan
sehat yang memungkinkan menyerap gizi melalui pengakuan dosa.”[103]
Dengan adanya golongan-golongan secara langsung itu berpengaruh kepada
pertumbuhan rohani jemaat. Mereka hanya akan lebih mendengar ajaran-ajaran yang
disampaikan oleh pemimpin-pemimpin mereka dan tidak menerima ajaran-ajaran dari
pemimpin lain, sehingga ada ketidakseimbangan dalam makanan rohani. Hal itu
menyebabkan mereka tidak menerima berita Injil dengan penuh. Pengaruh dunia
filsafat pada zaman Paulus telah
mempengaruhi pola berpikir jemaat Korintus sehingga mereka mulai meninggalkan
iman mula-mula dan menggantikannya dengan hikmat manusia.
B.
Solusi Paulus
1. Menasehati
1.1 Menasehati Demi Yesus Kristus
1 Korintus
1:10, Paulus menuliskan, “Tetapi aku menasehatkan kamu saudara-saudara, demi
nama Tuhan kita Yesus Kristus…” Menasehati berasal dari kata ‘Para (para) dan "kalew’ (kaleo) yang berarti, “comfort, exhort,
an encouragement, consolation, advocate.”[104]
(menghibur, mendesak, pengobaran semangat, penghibur, pengacara) Kata ini
dapat diartikan dipanggil mendekat untuk
dinasehati. Paulus memulai dengan suatu
nasehat. Ia menasehati demi Nama Tuhan Yesus, ini merupakan suatu nasehat yang
sangat serius dan mendesak. Brill menjelaskan, “Seolah-olah Paulus berkata; aku
menasehatkan kamu demi nama Dia yang memanggil ke dalam persekutuan dengan-Nya,
dan demi nama Dia yang telah memberi
kasih karunia dan damai sejahtera Allah.”[105]
Nasehat ini adalah nasehat yang sungguh-sungguh. Nama Kristus menjadi ikatan
yang mempersatukan semua orang Kristen dan karena mereka semua mengaku bahwa
Yesus Kristus adalah Tuhan mereka. Kata ini juga memiliki arti dengan kekuasaan
nama-Nya atau dengan penghormatan akan Yesus sebagai Tuhan.
Rasul mendesak
mereka dengan penekanan demi nama Tuhan Yesus supaya jemaat Korintus menyadari
bahwa hal ini sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan dan tidak boleh
ditunda-tunda. Paulus tidak mau jemaat Korintus menganggap bahwa masalah yang
dihadapi mereka adalah masalah yang biasa, sehingga tidak cepat diselesaikan.
Paulus menyadari bahwa perpecahan merupakan penyakit yang sangat berbahaya yang
berasal dari dalam yang dapat merusak gereja dan dapat merusak persekutuan
kasih yang ada. Perpecahan dalam jemaat sama dengan menyakiti tubuh Kristus.
Paulus tahu apabila masalah ini tidak segera diselesaikan maka akan berdampak
kepada perkembangan gereja dan akan mengalami stagnasi.
1.2. Bersatu
Dalam 1
Korintus 1:10, Paulus menuliskan, “Tetapi aku menasehatkan kamu…tetapi
sebaliknya erat bersatu dan sehati sepikir.” Kata bersatu yang dipakai Paulus
dalam ayat ini adalah “katartizo”
(katartizo) yang memiliki pengertian, “Menyempurnakan, membereskan, menjadikan
utuh.”[106]
Kata ini juga memiliki pengertian meletakkan sesuatu tepat pada tempatnya,
menyusun, membetulkan, menyempurnakan seperti sebelumnya. Paulus menasehatkan
supaya jemaat Korintus kembali seperti semula yaitu bersatu dalam satu tubuh.
Paulus menghendaki jemaat untuk dipulihkan seperti pada saat jemaat itu
berdiri.
Paulus
menasehatkan mereka agar bersatu dengan sehati dan sepikir. Kata sehati dipakai kata “noi" (noi) dari kata dasar “nous" (nous), yaitu, “Pikiran, akal,
akal budi dan nalar.” [107] Ini merupakan bagian tubuh sebagai wasit,
tempat pertimbangan, tanggapan untuk memahami. Sepikir berasal dari kata “gnwme" (gnome) yang berarti, “Kehendak,
pendapat, keputusan, persetujuan.”[108]
Sehati sepikir berarti memiliki kesatuan bersama dengan sempurna, dengan
memiliki pikiran dan kesehatian yang diikat dalam kasih Kristus yang
mempersatukan setiap perbedaan. Sehati sepikir mempunyai arti tidak
membeda-bedakan keadaan yang ada dalam jemaat tetapi menanamkan rasa kesatuan
dalam hati jemaat dan pemikiran. Memiliki pemahaman yang sama tentang pelayanan
dan kehidupan orang percaya. Dengan kesehatian dan sepikir akan terhindar dari
rasa iri hati dan perselisihan, karena akan menganggap satu sama lain sama di
dalam Tuhan.
2. Menjelaskan bahwa Semua Pemberita Injil Sama
2.1. Pelayan dan Hamba Tuhan
Dalam 1 Korintus 3:5 dituliskan, “Jadi, apakah Apolos, Apakah
Paulus…pelayan-pelayan Tuhan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing
menurut jalan yang diberikan kepadanya.” Pelayan berasal dari kata “diakonoV" (diakonos) yang berarti pelayan
yang berhubungan dengan pekerjaan. Brill menjelaskan, “Setiap pelayan Tuhan
mempunyai pekerjaan yang ditentukan Tuhan baginya dan orang lain tidak dapat
melakukan pekerjaan itu, karena itu semua pekerjaan itu penting dan semua
pekerja juga penting.”[109]
Paulus menjelaskan bahwa dirinya, Apolos maupun Petrus merupakan
pelayan Tuhan yang bekerja untuk Tuhan sebagai hamba yang hanya mengerjakan apa
yang diperintahkan oleh tuannya yaitu Tuhan. Kata hamba digunakan “upereteV” (huperetes), yang artinya, “pendayung
yang berada pada lambung Triremes (sejenis kapal Perang) yang mengarungi
lautan.”[110]
Kata ‘apakah’ dalam ayat 5 menunjukkan bahwa manusia tidak berarti, sebab
mereka dalam hal ini Paulus dan Apolos hanya pelayan-pelayan saja. Dalam ini
meletakkan perhatian kepada fungsi mereka yaitu sebagai pelayan bukan siapa
mereka.
Pemikiran di sini adalah bahwa mereka hanyalah alat biasa yang olehnya
Allah memberi segala berkat-Nya kepada orang-orang Korintus, mereka hanya hamba
yang hanya melakukan apa yang ditugaskan oleh majikan kepada mereka, seperti
yang tertulis dalam Lukas 17: 10, “Demikian jugalah kamu, apabila kamu telah
melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami
adalah hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan.”
2.2. Tidak Ada yang Lebih Utama
2.2.1
Menanam Dan Menyiram
Paulus
menjelaskan tugas mereka, “Aku menanam, Apolos menyiram…(1 Kor 3:6).” Paulus
mencoba memberikan gambaran yang tentang menanam dan menyiram sebagai bagian
dari pertanian. Dalam hal ini Paulus menjelaskan bahwa menanam dan menyiram itu
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pertanian. Setiap orang
mempunyai tugas baik apakah dia menanam maupun tugas menyiram dan kedua-duanya
saling berkaitan dan tidak dapat terpisah dan tidak dapat hanya melakukan yang
satu saja.
Dalam pekerjaan
Tuhan setiap orang atau pelayan memiliki bagian masing-masing, dalam hal ini
Paulus mencoba menjelaskan bahwa bagiannya adalah menanam dan Apolos menyiram.
Ia yang memulai menanam benih Firman Allah kepada jemaat Korintus, dan kemudian
dilanjutkan oleh Apolos. Menanam dan menyiram penting sekali, tetapi Paulus
menjelaskan bahwa yang membuat jemaat Korintus bertumbuh adalah benih Firman
Tuhan yang disampaikan oleh setiap pelayan yang dipercayakan oleh Tuhan.
Hillyer
menjelaskan, “Perbuatan mereka baik menanam maupun menyiram adalah satu dan
saling melengkapi, karenanya tidak selayaknya menjadi sebab perpecahan,
masing-masing mempunyai tanggung jawab sendiri dan masing-masing akan menerima
upah, sesuai dengan pekerjaan.”[111]
Menanam
merupakan karunia yang diberikan Tuhan dan tugas ini dipercayakan Tuhan kepada
Paulus, sedangkan Apolos mendapat karunia sebagai penyiram, yang menyirami
jemaat dengan pengajaran Firman Tuhan.
Kedua-duanya bekerja tanpa ada yang lebih tinggi diantara karunia yang
menjadi tugas mereka dalam pelayanan.
2.2.2.
Allah Pemberi Pertumbuhan
Dalam
pertumbuhan Allahlah yang menjadikan benih tumbuh dan berkembang. Allah sebagai
sumber dari pertumbuhan benih itu. Tanpa Allah sia-sia orang yang menanam dan
menyiram. Gambaran ini menunjukkan bahwa petani akan sia-sia menabur dan
mengairi benih, jika Allah tidak memberi pertumbuhan/kehidupan.
Hanya Allah
satu-satunya pemberi kehidupan yang menyebabkan benih itu dengan kuasa Roh
Kudus menjadi hidup. Pekerjaan menanam dan menyiram akan selesai tetapi
pekerjaan menumbuhkan berlangsung terus sampai masa penuaian. Dengan menyatakan
bahwa Allahlah yang memberi pertumbuhan, “Paulus bermaksud agar dia dan Apolos
tidak ditinggikan karena pelayanan mereka, melainkan Allah yang membangun
gereja tersebut sampai kesudahannya, yang harus ditinggikan.”[112]
2.2.3.
Rekan Sekerja Allah
Paulus
menjelaskan dalam 1 Korintus 3:9, “Karena kami adalah kawan sekerja Allah…” Rekan
berarti suatu team yang bekerjasama untuk suatu pekerjaan. Dalam hal ini Paulus
menjelaskan bahwa pelayan-pelayan Tuhan adalah rekan sekerja yang bekerja
bersama-sama untuk satu pekerjaan yang sama yang besar dan mulia. Mereka tidak
bekerja sendiri-sendiri, karena mereka bergantung satu sama lain sesuatu dengan karunia yang diberikan Allah kepada
mereka.
Pelayanan
begitu luas sehingga tidak dapat dilakukan oleh satu atau dua orang saja,
itulah sebabnya Kristus memberikan bermacam-macam pelayan dengan bermacam-macam
pemberian dan tugas. Abineno menjelaskan, “Diantara pelayan itu tidak ada
perbedaan kualitatif, mereka sama-sama rendah dan tidak ada yang lebih mulia
atau lebih berharga dari yang lain.”[113]
Pada dasarnya rekan sekerja merupakan suatu team kerja yang memiliki kesatuan,
tidak ada seorangpun yang memiliki
perspektif bahwa semua yang terjadi dalam setiap lingkup pelayanan mengatakan
“semua karena aku”, tetapi pada dasarnya
adalah karena kebersamaan.
2.2.4.
Menerima Upah
Setiap
pelayanan membuahkan hasil, semua pelayan sama tapi mereka mempunyai karunia
yang berbeda dan pekerjaan dalam bidang yang berbeda. Setiap pekerjaan
merupakan suatu kepercayaan yang telah diberikan Tuhan sesuai dengan kasih
karunia yang diberikan Tuhan. Pekerjaan tersebut akan mendapat upah sesuai
dengan usaha mereka masing-masing. Dalam I Korintus 3: 13-14 dicatat,
Sekali kelak
pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan menyatakannya,
sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing orang-orang akan
diuji dengan api itu. Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian,
tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.
Paulus mencoba
menjelaskan kepada jemaat Korintus bahwa, “Setiap pelayan Tuhan masing-masing
harus bertanggung-jawab atas pekerjaannya di hadapan Tuhan, sehingga tidak ada
alasan untuk mengganggap pelayan sebagai pribadi yang dapat diunggulkan.”[114]
Semua pelayan hanya melaksanakan tugas masing-masing dan hasilnya itu terlihat
dari upah yang diberikan kepada pelayan. Setiap pekerjaan akan diuji melalui
api, sehingga terbukti siapa yang benar-benar pelayan Tuhan. Brill menjelaskan,
“Cara tiap-tiap orang membangun di atas dasar Kristus itu menentukan macam
upahnya, sebab tiap-tiap orang akan menerima upah sesuai dengan pekerjaannya.”[115]
3.
Merendahkan Diri
Dalam 1
Korintus 3:18 Paulus menyatakan, “Janganlah ada orang yang menipu dirinya
sendiri. Jika ada diantara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia
ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat.” Disini Paulus menjelaskan
bahwa kehidupan orang percaya yang menyombongkan pemimpinnya dengan alasan
bahwa mereka berhikmat dan lebih dari yang lain, mereka adalah orang yang
menipu dirinya sendiri, karena hikmat menurut dunia adalah kebodohan bagi Allah
(I Kor 3:19). Paulus juga menjelaskan bahwa apa yang mereka lakukan sebagai
orang berhikmat menurut mereka adalah sia-sia dan tidak menghasilkan apa-apa.
Paulus menyatakan supaya mereka jangan memegahkan diri (1 Kor 3:21). Dengan
mereka menyatakan dan membuat golongan sebenarnya mereka sedang berkata bahwa
mereka adalah orang-orang yang hebat dan berhikmat sama seperti kebiasaan yang
ada di kota Korintus. Jemaat Korintus telah terpengaruh kepada hikmat manusia.
Hikmat mendapat tempat yang sangat utama dalam kehidupan, sehingga Paulus
menjelaskan secara terbuka kepada jemaat dalam 1 Korintus 1:17-18,
…tetapi untuk
memberitakan Injil, dan itupun bukan dengan hikmat perkataan, supaya salib
Kristus jangan sia-sia. Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan
bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan
itu adalah kekuatan Allah.
Mereka
terpesona dengan kata-kata yang disampaikan oleh pelayan-pelayan Tuhan yang
telah melayani mereka. Mereka memiliki konsep yang salah tentang berita Injil
dan pemberita Injil. Mereka menganggap berita Injil sama dengan hikmat duniawi
dan pelayan Tuhan sebagai orang yang layak untuk ditinggikan. Mereka sedang
mengagungkan manusia yang pada hakekat tidak layak menerima pengagungan. Paulus
maupun Apolos merupakan hamba-hamba Tuhan yang tidak patut ditinggikan, sebab
semua hikmat mereka datangnya dari Allah. Ibrahim menyatakan, “Seseorang yang
memegang Injil, harus menjauhkan diri untuk bergantung pada hikmat dunia dan
harus menjadi seperti seorang anak dihadapan Tuhan.”[116]
Kemudian Paulus
menyatakan bahwa Allahlah sumber hikmat dan ia menangkap orang berhikmat dalam
kecerdikannya (1 Kor 3:19). Pengaruh keadaan masyarakat Korintus yang pada saat
itu mengagungkan hikmat manusia berdampak kepada ketertarikan mereka terhadap
pemimpin yang dapat memuaskan mereka. Mereka salah mengerti tentang berita
Kristen dan pelayan Tuhan.
4. Menyadarkan bahwa Gereja Milik Allah
4.1. Ladang Allah
Ladang dalam
bahasa Yunaninya, “georgion” (georgion) yang artinya, “ladang yang
dikerjakan.”[117] Kata ini merupakan kata yang di pakai dalam
bidang pertanian, sering juga disebut kebun anggur Tuhan. Ladang yang sedang
dikerjakan ini dikerjakan oleh para hamba Tuhan, supaya menghasilkan buah (Yes
5:1-7). Dalam istilah pertanian pelayan adalah seorang petani yang menanam dan
merawat kebun. Dalam pengertian ini jemaat adalah ladang dimana ditaburi benih
Firman Tuhan oleh para pelayan-pelayan yang telah dipilih Tuhan. Ladang itu
harus terus dipelihara yaitu merawatnya dengan baik dan inilah yang menjadi
tugas dari para pelayan.
4.2. Bangunan Allah
Barclay
menjelaskan, “Setiap gereja adalah bagian dari sebuah gedung besar, dan bahwa
setiap orang kristen adalah batu yang merupakan bagian bangunan gedung gereja
itu.”[118]
Dalam 1 Korintus dijelaskan, “Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang
dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah
meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus diatasnya…” Dalam hal ini
Paulus sebagai ahli bangunan bijaksana yang telah meletakkan pondasi itu, ia
yang memulai pekerjaan di Korintus, tetapi ia tidak menjadi sombong.
Yesus sebagai
batu penjuru dan batu penjuru itulah yang mempersatukan segalanya dalam gereja
itu. Paulus berbicara mengenai seluruh bangunan yang dipersatukan bersama-sama
sehingga rapi tersusun dan tumbuh menjadi bait Allah yang kudus, sebagai
bangunan masing-masing bagian itu penting selama diikatkan pada keseluruhan.
Bangunan terdiri dari batu-batu yaitu jemaat, dan setiap pelayan adalah tukang
bangunan. Setiap tukang bangunan harus benar-benar membangun dengan dasar yang
kuat sehingga bangunan itu kokoh. Pelayan memiliki peran yang besar dalam
pekerjaan pembangunan.
4.3 Bait Allah
Dalam
I Korintus 3:16 dikatakan, “Tidak tahukah kamu bahwa kamu bait Allah dan bahwa
Roh Allah diam di dalam kamu?” Bait disini adalah “oikos” (oikos) yang berarti,
“Rumah, gedung, keluarga, umat.”[119]
Ini merupakan suatu kebenaran yang coba dijelaskan Paulus untuk menyatakan
bahwa betapa mulianya orang percaya karena Allah dalam Roh-Nya berkenan tinggal
dengan manusia. Bait Allah merupakan pernyataan di dunia akan kehadiran Allah.
Ini juga menunjukkan bahwa betapa orang-orang percaya harus menjaga
kehidupannya, untuk menghormati kehadiran Allah dalam diriNya dan jangan
merusak bait Allah. Paulus memakai kata, “tidak tahukah kamu” untuk membukakan
suatu kebenaran yang dilupakan oleh jemaat Korintus. Paulus menyatakan bahwa
Roh Allah yang kudus diam dalam kamu. Kata yang dipakai adalah “oikew" (oikeo) yang artinya diam,
mendiami, bersemayam dalam.[120]
4.3.1. Kudus
Paulus
menjelaskan bahwa bait Allah adalah Kudus, disini ia ingin agar mereka
mengetahui bahwa kesucian harus menjadi
bagian dalam hidup mereka, seperti halnya dalam Perjanjian lama, dimana Allah
begitu menekankan tentang kekudusan kepada orang Israel sebagai bangsa pilihan
Allah. Kata yang dipakai adalah “agioV" (hagios) yang memiliki arti suci,
murni dipisahkan (I Tes 4:3). Abineno menjelaskan, “Pengertian kudus dalam
Perjanjian Baru mempunyai arti yang sama dengan pengertian “ “ (kadosh) dalam Perjanjian Lama,
yaitu diasingkan untuk suatu maksud, diasingkan supaya dipakai sebagai alat
(dalam karya penyelamatan Allah).”[121]
Paulus menjelaskan bahwa orang percaya harus berbeda dan terpisah dengan
orang-orang yang belum mengenal Tuhan dalam kehidupannya. Perselisihan
merupakan pola kehidupan orang yang tidak percaya sehingga Paulus menjelaskan
bahwa mereka harus berbeda dalam pengertian “tidak boleh berselisih seperti hal
yang biasa dilakukan oleh orang yang tidak percaya.”
4.3.2. Membinasakan bait Allah, dibinasakan
Paulus
bukan sekedar menjelaskan bahwa orang percaya harus hidup kudus, tetapi dia
juga memberi peringatan keras dengan menyatakan jika ada orang yang
membinasakan bait Allah, maka Allah akan membalas. Pembalasan disini menurut
Hillyer, “Bukan terdorong karena dendam, tetapi tidak dapat dihindarkan, sebab
orang yang bertanggung jawab itu ternyata oleh perbuatannya sudah menolak
penyelamatan Allah.”[122]
Disini Paulus dengan keras menyatakan bahwa Allah tidak akan membiarkan atau
Allah akan berurusan dengan dia serta memberi hukuman. Kata membinasakan
memakai kata, “phtheirw” (peteiro) yang artinya merusakkan,
menghancurkan, menyia-nyiakan.[123]
Dalam hal ini yang dimaksudkan sebagai membinasakan adalah perpecahan yang
ditimbulkan oleh orang-orang percaya. Berquist menjelaskan, “Disini ada
peringatan yang cukup jelas untuk menjadikan para pendeta berpikir sejenak
sebelum ia merusak gereja agar ia dapat membinasakan dirinya sendiri.”[124]
[73] Gordon D. Fee dan Douglas Stuart, Hermeneutik (Malang:
Gandum Mas, t.th), hlm. 42
[74] Russell P. Spittler, Pertama dan Kedua Korintus (Malang:
Gandum Mas, 1971), hlm. 29
[75] Millard J. Berquist, Penyelidikan Surat Korintus Yang Pertama
(Bandung: Gereja-gereja Baptis, t.th), hlm. 5
[76] J Wesley. Brill, Tafsiran Surat Korintus Pertama (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, t.th). hlm 11
[77] Teo Christi, Diktat :I dan II Korintus (Tawangmangu: STT
Tawangmangu, t.th), hlm. 3
[78] Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 396
[79] J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Kalam
Hidup, 1979), hlm 20
[80] Abineno, Jemaat
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, t.th), hlm. 32
[81] R. E Nixon, “Apolos”, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, 2 Jilid
(Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF), I: 74
[82] David Ibrahim, Surat I Korintus (Jakarta: Mimery Press,
1999), hlm. 12
[83] Ed. Charles F. Pfieffer dan Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary, 2 Jilid
(Malang: Gandum Mas, 2001), II: 605
[84] Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hlm. 391
[85] Van den End, Surat Roma, Seri Tafsiran Alkitab (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1995), hlm. 41
[86] Newman, op.cit., hlm, 187
[87] Ayub Ranoh, Kepemimpinan Kharismatis (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1999), hlm. 111
[88] Aril Edvardsen, Baptisan dan Karunia Rohul Kudus (Jakarta:
Yayasan Pekabaran Injil Immaneul, t.th), hlm. 10
[89] William Barclay, Galatia-Efesus, Seri Pemahaman Alkitab
Sehari-hari (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), hlm. 223
[90] David L. Berlett, Pelayanan Dalam Perjanjian Baru (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 42
[91] Spittler, op.cit., hlm. 27
[92] Th. Van den End, Surat Roma (Jakarta: BPK: Gunung Mulia,
2000), hlm. 324
[93] Dave Hagelberg, Tafsiran Roma (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1998). Hlm. 137
[94] William Barclay, Surat Roma, Seri Pemahaman Alkitab Sehari
hari (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hlm. 155
[95] Hasan Susanto, Interlinier Yunani-Indonesia & Korkondansi
Perjanjian Baru, 2 Jilid (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2003), II:
315
[96] Spiros. Zodhiates, The Hebrew-Greek Key, Study Bible (USA:
Chattanoga Amg Publisher, 1984). p. 1660
[97] Ibid. hlm. 1732
[98] Spittler, op.cit. hlm. 45
[99] Ibrahim, op.cit.,
hlm. 42
[100] Peter Wongso, Surat Ibrani, Eksposisi Doktrin Alkitab
(Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1993), hlm. 317
[101] John Drane, Memahami Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2000), hlm. 352
[102] Berquist. op.cit., hlm. 29
[103] Pfeiffer dan Harrison, op.cit., hlm. 610
[104] Zodhiates, op.cit., hlm. 1718
[105] Brill, op.cit., hlm. 39
[106] Susanto, op.cit., II: 437
[107] Newman, op.cit., hlm. 113
[108] Ibid, hlm. 34
[109] Brill, op.cit., hlm. 79
[110] Christi, op.cit., hlm. 8
[111] Norman Hillyer, Tafsiran Alkitab Masa Kini, 3 jilid
(Jakarta: OMF, 1983), III:501
[112] Ibrahim, op.cit., hlm. 45
[113] J.L. Ch. Abineno, Surat Efesus, Seri Tafsiran Alkitab
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), hlm. 125
[114] Ibid, hlm. 46
[115] Brill, op.cit., hlm. 84
[116] Ibrahim, op.cit., hlm. 55
[117] Newman. op.cit., hlm. 33
[118] Barclay, Galatia-Efesus, hlm. 178
[119] Newman, op.cit., hlm. 116
[120] Newman, op.cit., hlm. 115
[121] Abineno, op.cit., hlm. 13
[122] Hillyer, op. cit., hlm. 502
[123] Ibrahim, op.cit., hlm. 54
[124] Berquist, op.cit., hlm. 33
Komentar
Posting Komentar