Mengikuti Bapa Rohani
Mengikuti Bapa Rohani
Saat kita mendengar prinsip kebenaran mengenai hubungan bapa dan anak rohani, bisa jadi kata 'mengistimewakan sang bapa' menjadi 'ganjalan' tersendiri di hati kita untuk mengambil keputusan menerima prinsip kebenaran tersebut. Sebab ada ketakutan tersendiri jika kita nantinya akan 'mengkultuskan' si bapa rohani.
Tetapi sebenarnya, pemikiran tersebut muncul karena kurangnya pemahaman saja mengenai 'patokan kebenaran' dalam prinsip bapa dan anak rohani. Sebab jika patokan kita seturut dengan 'prinsip kebenaran tertulis' dalam membangun hubungan dengan seorang bapa rohani, maka kita tidak perlu lagi meributkan lagi mengenai kata 'mengkultuskan'.
Patokan pertama yang seturut dengan prinsip firman tertulis adalah hubungan Elia dan Elisa.
1. Elisa 'meninggalkan' pekerjaannya demi mengikuti Elia (1 Raj 19:19)
Elisa meninggalkan pekerjaannya bukan karena dia malas, sebab dia adalah pekerja keras dan bertanggung jawab; juga penuh perhatian terhadap bawahannya (1 Raj 19: 21)
Tapi justru dia bisa melihat ada pekerjaan yang lebih mulia dan lebih besar bersama Elia yang harus dia lakukan. Sehingga ia tidak lagi "berpikir panjang" untuk meninggalkan pekerjaannya. Seperti orang yang menemukan harta yang lebih berharga dan menjual harta miliknya demi mendapatkan harta yang lebih berharga (Matius 13:44-46) Itulah sikap hati yang dimiliki oleh Elisa.
2. Elisa 'meninggalkan' keluarga demi mengikuti sang bapa rohani - Elia - ( 1 Raj 19:20)
Elisa meninggalkan keluarga bukan berarti ia membenci keluarganya atau menghindar dari tanggung jawab dirinya sebagai seorang anak, atau lari dari 'kenyataan' hidup yang harus ia hadapi. Melainkan ia mencintai keluarganya dan menunjukkan kebanggaan terhadap keluarganya bahwa ia terpilih untuk berjalan bersama dengan orang kegerakan (Elia) di zaman itu. Elisa 'berhasil' merepresentasikan dan menjelaskan panggilannya dengan baik di hadapan keluarganya!
3. Elisa rela 'namanya hilang' (tidak disebut bahkan tidak dikenal) oleh orang lain ketika ia mengikuti Elia.
Dari 1 Raj ps 20 sampai 2 Raj ps 1, tidak ada nama Elisa disana. Inilah yang perlu kita sadari, saat kita berbicara mengikuti seorang bapa rohani, sesungguhnya ini adalah 'jalan kematian' dari keinginan untuk populer dan dikenal banyak orang.
Sebab selama kita mencari popularitas saat mengikuti sang bapa, maka kita pasti kecewa, karena kita tidak akan mendapatkannya. Sebab yang akan diberikan oleh sang bapa bukanlah 'panggung popularitas', melainkan pola hidup ilahi yang akan membuat kita dipenuhi realitaNya, dan akan memposisikan kita menjadi contoh dan teladan serta inspirasi bagi kehidupan banyak orang. Pendek kata, kita akan dibangun menjadi 'tempat kediaman Allah' (Efesus 2:22)
4. Elisa mampu melewati ujian (tetap setiap pada Elia) ketika dia diberikan 'jalan lain' untuk meninggalkan sang bapa.
Hubungan bapa dan sang anak rohani akan mengalami tantangan yang harus kita hadapi. Ada kalanya sang bapa memberikan kita pilihan (tidak memaksa) untuk kita dapat melanjutkan kehidupan kita sendiri atau mencapai cita - cita yang ingin kita raih. Sama halnya dengan apa yang dialami oleh Elisa. Elia menyuruhnya untuk tidak lagi mengikutinya dan melanjutkan kehidupan di kota yang mereka lewati (2 Raj ps 2) Seandainya Elisa tidak memahami bahwa apa yang dikatakan oleh Elia adalah ujian, maka perjalanan rohani Elisa akan berhenti dan tidak akan mencapai tujuan yang Tuhan tetapkan. Ia akan menjadi sama seperti gerombolan nabi lain yang tidak terhubung secara akurat dengan orang kegerakan yang Tuhan tetapkan.
Tapi luar biasanya Elisa memiliki kecenderungan hati yang benar. Ia tidak lagi mengejar ambisi, cita - cita, dan kesuksesan pribadi, namun ia tahu dengan pasti masa depannya hanya ada di dalam diri sang bapa rohani! Mengapa tidak di tangan Tuhan? Tuhan bekerja dengan pola dan selalu melalui orang. Ia menaruhkan masa depan sang anak di hati sang bapa. Jika kita 'percaya' akan pola ilahi ini, maka kita akan beroleh kehidupan. Jika kita trs mempertahankan masa depan kita pribadi, maka kita akan kehilangan kehidupan yang sejati. Sikap hati Elisa telah membuat dirinya mewarisi kekayaan rohani dan melanjutkan kerja Elia di atas muka bumi ini (inilah pekerjaan yang Tuhan siapkan bagi Elisa sebelum dunia dijadikan)
Patokan kedua yang seturut dengan prinsip firman tertulis adalah hubungan Paulus dan Timotius.
Timotius adalah pribadi yang telah menyerap seluruh ajaran Paulus, cara hidup Paulus, pendirian Paulus, Iman Paulus, kesabaran Paulus, kasih Paulus, dan ketekunan Paulus sebagai bapa rohaninya (2 Timotius 3:10)
Pertanyaannya, apakah harus sedemikian? apakah semua yang tertulis diatas adalah sikap mengkultuskan? Tentu tidak! itu adalah firman Tuhan yang tertulis. Itu adalah batas wajar dan standart dari hubungan seorang bapa dan anak rohani. Jadi, jangan takut, prinsip pembapaan yang benar tidak akan membuat kita mengkultuskan bapa rohani. Selama seturut standart firman Tuhan, maka tidaklah tepat jika kita selalu membenturkan prinsip pembapaan dengan kata 'mengkultuskan'. Dan ketahuilah, sebagai seorang bapa rohani sejati, dirinya tidak akan pernah mau dikultuskan! Dan tidak akan pernah memposisikan diri untuk dikultuskan! Sang bapa akan selalu memposisikan dirinya seturut firman dan hati nurani yang murni. #AkuCintaTuhan (Ps. Steven Agustinus)
Saat kita mendengar prinsip kebenaran mengenai hubungan bapa dan anak rohani, bisa jadi kata 'mengistimewakan sang bapa' menjadi 'ganjalan' tersendiri di hati kita untuk mengambil keputusan menerima prinsip kebenaran tersebut. Sebab ada ketakutan tersendiri jika kita nantinya akan 'mengkultuskan' si bapa rohani.
Tetapi sebenarnya, pemikiran tersebut muncul karena kurangnya pemahaman saja mengenai 'patokan kebenaran' dalam prinsip bapa dan anak rohani. Sebab jika patokan kita seturut dengan 'prinsip kebenaran tertulis' dalam membangun hubungan dengan seorang bapa rohani, maka kita tidak perlu lagi meributkan lagi mengenai kata 'mengkultuskan'.
Patokan pertama yang seturut dengan prinsip firman tertulis adalah hubungan Elia dan Elisa.
1. Elisa 'meninggalkan' pekerjaannya demi mengikuti Elia (1 Raj 19:19)
Elisa meninggalkan pekerjaannya bukan karena dia malas, sebab dia adalah pekerja keras dan bertanggung jawab; juga penuh perhatian terhadap bawahannya (1 Raj 19: 21)
Tapi justru dia bisa melihat ada pekerjaan yang lebih mulia dan lebih besar bersama Elia yang harus dia lakukan. Sehingga ia tidak lagi "berpikir panjang" untuk meninggalkan pekerjaannya. Seperti orang yang menemukan harta yang lebih berharga dan menjual harta miliknya demi mendapatkan harta yang lebih berharga (Matius 13:44-46) Itulah sikap hati yang dimiliki oleh Elisa.
2. Elisa 'meninggalkan' keluarga demi mengikuti sang bapa rohani - Elia - ( 1 Raj 19:20)
Elisa meninggalkan keluarga bukan berarti ia membenci keluarganya atau menghindar dari tanggung jawab dirinya sebagai seorang anak, atau lari dari 'kenyataan' hidup yang harus ia hadapi. Melainkan ia mencintai keluarganya dan menunjukkan kebanggaan terhadap keluarganya bahwa ia terpilih untuk berjalan bersama dengan orang kegerakan (Elia) di zaman itu. Elisa 'berhasil' merepresentasikan dan menjelaskan panggilannya dengan baik di hadapan keluarganya!
3. Elisa rela 'namanya hilang' (tidak disebut bahkan tidak dikenal) oleh orang lain ketika ia mengikuti Elia.
Dari 1 Raj ps 20 sampai 2 Raj ps 1, tidak ada nama Elisa disana. Inilah yang perlu kita sadari, saat kita berbicara mengikuti seorang bapa rohani, sesungguhnya ini adalah 'jalan kematian' dari keinginan untuk populer dan dikenal banyak orang.
Sebab selama kita mencari popularitas saat mengikuti sang bapa, maka kita pasti kecewa, karena kita tidak akan mendapatkannya. Sebab yang akan diberikan oleh sang bapa bukanlah 'panggung popularitas', melainkan pola hidup ilahi yang akan membuat kita dipenuhi realitaNya, dan akan memposisikan kita menjadi contoh dan teladan serta inspirasi bagi kehidupan banyak orang. Pendek kata, kita akan dibangun menjadi 'tempat kediaman Allah' (Efesus 2:22)
4. Elisa mampu melewati ujian (tetap setiap pada Elia) ketika dia diberikan 'jalan lain' untuk meninggalkan sang bapa.
Hubungan bapa dan sang anak rohani akan mengalami tantangan yang harus kita hadapi. Ada kalanya sang bapa memberikan kita pilihan (tidak memaksa) untuk kita dapat melanjutkan kehidupan kita sendiri atau mencapai cita - cita yang ingin kita raih. Sama halnya dengan apa yang dialami oleh Elisa. Elia menyuruhnya untuk tidak lagi mengikutinya dan melanjutkan kehidupan di kota yang mereka lewati (2 Raj ps 2) Seandainya Elisa tidak memahami bahwa apa yang dikatakan oleh Elia adalah ujian, maka perjalanan rohani Elisa akan berhenti dan tidak akan mencapai tujuan yang Tuhan tetapkan. Ia akan menjadi sama seperti gerombolan nabi lain yang tidak terhubung secara akurat dengan orang kegerakan yang Tuhan tetapkan.
Tapi luar biasanya Elisa memiliki kecenderungan hati yang benar. Ia tidak lagi mengejar ambisi, cita - cita, dan kesuksesan pribadi, namun ia tahu dengan pasti masa depannya hanya ada di dalam diri sang bapa rohani! Mengapa tidak di tangan Tuhan? Tuhan bekerja dengan pola dan selalu melalui orang. Ia menaruhkan masa depan sang anak di hati sang bapa. Jika kita 'percaya' akan pola ilahi ini, maka kita akan beroleh kehidupan. Jika kita trs mempertahankan masa depan kita pribadi, maka kita akan kehilangan kehidupan yang sejati. Sikap hati Elisa telah membuat dirinya mewarisi kekayaan rohani dan melanjutkan kerja Elia di atas muka bumi ini (inilah pekerjaan yang Tuhan siapkan bagi Elisa sebelum dunia dijadikan)
Patokan kedua yang seturut dengan prinsip firman tertulis adalah hubungan Paulus dan Timotius.
Timotius adalah pribadi yang telah menyerap seluruh ajaran Paulus, cara hidup Paulus, pendirian Paulus, Iman Paulus, kesabaran Paulus, kasih Paulus, dan ketekunan Paulus sebagai bapa rohaninya (2 Timotius 3:10)
Pertanyaannya, apakah harus sedemikian? apakah semua yang tertulis diatas adalah sikap mengkultuskan? Tentu tidak! itu adalah firman Tuhan yang tertulis. Itu adalah batas wajar dan standart dari hubungan seorang bapa dan anak rohani. Jadi, jangan takut, prinsip pembapaan yang benar tidak akan membuat kita mengkultuskan bapa rohani. Selama seturut standart firman Tuhan, maka tidaklah tepat jika kita selalu membenturkan prinsip pembapaan dengan kata 'mengkultuskan'. Dan ketahuilah, sebagai seorang bapa rohani sejati, dirinya tidak akan pernah mau dikultuskan! Dan tidak akan pernah memposisikan diri untuk dikultuskan! Sang bapa akan selalu memposisikan dirinya seturut firman dan hati nurani yang murni. #AkuCintaTuhan (Ps. Steven Agustinus)
Komentar
Posting Komentar