Memberi Dengan Sukarela
Memberi Dengan Sukarela
Motivasi ataupun sikap hati yang benar ketika seseorang memberi merupakan hal yang teramat sangat penting. Percuma seseorang memberi kalau motivasi hatinya keliru.
Matius 13:12 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
2 Korintus 9:6 " Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga."
Seandainya kebenaran ini berdiri tunggal, kecenderungan hati manusia pasti berujung kepada keserakahan.
Sikap hati 'seorang penjudi' otomatis akan muncul ke permukaan, orang akan berjuang gila gilaan untuk menabur sebanyak banyaknya karena mereka tahu dengan pasti akan menuai banyak.
Tuhan adalah Allah yang sempurna, bersyukur masih ada "syarat dan ketentuan berlaku" lainnya yaitu 2 Korintus 9:7 "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita."
Tuhan memberi penegasan MEMBERI DENGAN SUKARELA DAN SUKACITA.
Ketika seseorang memberi dengan sukarela dan sukacita maka orang tersebut sedang membuka pintu 'kemurahan hati' Tuhan.
Hari-hari ini didalam perenungan akan prinsip memberi, Tuhan membukakan pemahaman yang lebih dalam dimana Dia menyatakan bahwa sikap hati yang benar, katakanlah sudah memberi dengan sukarela dan sukacita ternyata belumlah cukup.
Prinsip kebenaran yang Bapa nyatakan yaitu MEMBERI ADALAH SATU SATUNYA ALASAN MENGAPA SECARA KHUSUS TUHAN AKAN MEMBERKATI UMATNYA. TUHAN MERESPONI PEMBERIAN KITA DALAM KAPASITASNYA SEBAGAI BAPA.
Oleh karenanya seluruh aspek yang berkaitan dengan memberi harus dipastikan akurat.
Hal krusial berikutnya yang harus diperhatikan adalah POLA MEMBERI.
Standard yang sudah Tuhan tetapkan yaitu :
1. Memberi dengan sikap hati yang sukarela dan sukacita.
Prinsip ini sudah mutlak, menjadi starting awal dimulainya keakuratan dalam pola memberi. Seringkali banyak orang beranggapan bahwa memberi identik dengan uang.
Padahal uang hanya salah satu sarana wujud pemberian. Ada begitu banyak wujud pemberian yang lain misalnya tenaga, pikiran, perhatian, bahkan doa, dan lain-lain.
Terlepas dari apapun wujud pemberian, pastikan sebagai landasan sikap hati kita adalah sukacita dan sukarela.
2. Memberi dengan cara yang sudah ditetapkan.
Kejadian 4:3-7, dalam imajinasi saya, Kain begitu bersemangat merencanakan penyambutan acara 'persembahan' yang sudah diajarkan oleh Adam/Hawa. Katakanlah hari persembahan itu masih 6 bulan lagi, maka sebagai seorang petani tentu Kain sudah berpikir hendak mempersiapkan tanaman terbaiknya, dari pemilihan jenis tanaman sampai waktu tanamnya. Sebagai petani yang cakap tentu dia sudah memperhitungkan masa tanam sehingga ketika hari persembahan tiba maka tepat juga masa panennya.
Didalam prosesnya Kain dengan serius mempersiapkan hasil panen terbaiknya.
Saya teramat sangat yakin bahwa Kain sudah memiliki sikap hati yang sukarela dan sukacita dalam peristiwa persembahan. Hal ini terbukti setelah persembahan Kain tidak diindahkan Tuhan, dalam pasal ke 6 dan 7, Tuhan masih berfirman kepada Kain, memperingatkan Kain atau dengan kata lain memberi kesempatan kepada Kain untuk memperbaiki kekeliruannya. Namun sayangnya Kain juga tidak mengindahkan kemurahan hati Tuhan.
Terlepas dari sikap hati Kain, 'Cara', 'Pola' atau 'Standard' yang Tuhan sudah tetapkan tidak bisa ditawar, harus ada PENGORBANAN DARAH.
Puji Tuhan, YESUS telah rela menanggung semua hal tersebut dengan darahNya yang tak ternilai. Sehingga sejak peristiwa Yesus, manusia tidak lagi melakukan pengorbanan darah. Akan tetapi prinsip 'MEMBERI = BERKORBAN' tetap berlaku.
Bisa dibayangkan kalau Yesus tidak menebus prinsip pengorbanan darah, maka pasti banyak muncul orang orang seperti Ayub yang berlaku 'menyogok' Tuhan. Ayub ditengah kekayaaannya selalu mengadakan persembahan pengorbanan darah ketika anak anaknya melakukan kekeliruan. Ayub memanfaatkan pola Tuhan dalam persembahan darah pada jaman 'perjanjian lama' ketimbang membenahi kekeliruan anak anaknya.
Terbayang juga apabila prinsip pengorbanan darah masih berlaku, maka hanya orang orang yang mampu saja yang dapat memberi. Sebab memberi haruslah dari apa yg ia punyai. Bagaimana mungkin seorang miskin yang tidak memiliki domba dapat melakukan persembahan darah?
Bersyukur Yesus hadir menyempurnakan hukum memberi melalui pengorbanan darahNya, sehingga setiap orang memiliki HAK untuk memberi. Orang paling miskin menurut ukuran dunia sekalipun, janda di Sarfat yang hanya memiliki segengam tepung dan sedikit minyak yang merupakan makanan terakhir keluarganya, masih bisa memberi.
Janda rela memberi, janda rela mengorbankan kepunyaannya, bukan hanya uangnya (tepung dan minyak), dia harus rela mengeluarkan tenaga untuk mencari kayu bakar dan mengerahkan skill (keahlian) untuk membuat roti untuk Elia, sehingga sebagai akibatnya sang janda menerima porsi berkat yang Tuhan sudah sediakan atas dia dan seisi rumahnya. Sebelum Tuhan mengubahkan fakta kehidupannya, sang janda sudah mendapatkan porsi terbaik didalam dimensi rohani yaitu dia sudah bertindak sebagai orang paling terhormat dan berkenan dihadapan Tuhan.
Pada jaman sekarang, ada begitu banyak orang yang 'memanfaatkan' tangan orang lain untuk memberi, dengan kata lain mereka memberi tetapi tidak dari kepunyaan mereka.
Mereka menghindar untuk berkorban. Padahal Tuhan telah menyatakan pola memberi yaitu selalu ada pengorbanan, Tuhan selalu bertanya 'apa yang ada padamu'?
Yang mereka lakukan bukanlah prinsip memberi, tetapi sebagai delivery service. Upah seorang delivery service hanyalah tips yaitu wujud belas kasihan dari tuannya. Tips bisa ada, bisa tidak. Tuhan tidak berkewajiban memberkati orang yang hanya delivery service. #AkuCintaTuhan (Ps. Steven Agustinus)
Message ini masih akan berlanjut besok....
Motivasi ataupun sikap hati yang benar ketika seseorang memberi merupakan hal yang teramat sangat penting. Percuma seseorang memberi kalau motivasi hatinya keliru.
Matius 13:12 Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya.
2 Korintus 9:6 " Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga."
Seandainya kebenaran ini berdiri tunggal, kecenderungan hati manusia pasti berujung kepada keserakahan.
Sikap hati 'seorang penjudi' otomatis akan muncul ke permukaan, orang akan berjuang gila gilaan untuk menabur sebanyak banyaknya karena mereka tahu dengan pasti akan menuai banyak.
Tuhan adalah Allah yang sempurna, bersyukur masih ada "syarat dan ketentuan berlaku" lainnya yaitu 2 Korintus 9:7 "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita."
Tuhan memberi penegasan MEMBERI DENGAN SUKARELA DAN SUKACITA.
Ketika seseorang memberi dengan sukarela dan sukacita maka orang tersebut sedang membuka pintu 'kemurahan hati' Tuhan.
Hari-hari ini didalam perenungan akan prinsip memberi, Tuhan membukakan pemahaman yang lebih dalam dimana Dia menyatakan bahwa sikap hati yang benar, katakanlah sudah memberi dengan sukarela dan sukacita ternyata belumlah cukup.
Prinsip kebenaran yang Bapa nyatakan yaitu MEMBERI ADALAH SATU SATUNYA ALASAN MENGAPA SECARA KHUSUS TUHAN AKAN MEMBERKATI UMATNYA. TUHAN MERESPONI PEMBERIAN KITA DALAM KAPASITASNYA SEBAGAI BAPA.
Oleh karenanya seluruh aspek yang berkaitan dengan memberi harus dipastikan akurat.
Hal krusial berikutnya yang harus diperhatikan adalah POLA MEMBERI.
Standard yang sudah Tuhan tetapkan yaitu :
1. Memberi dengan sikap hati yang sukarela dan sukacita.
Prinsip ini sudah mutlak, menjadi starting awal dimulainya keakuratan dalam pola memberi. Seringkali banyak orang beranggapan bahwa memberi identik dengan uang.
Padahal uang hanya salah satu sarana wujud pemberian. Ada begitu banyak wujud pemberian yang lain misalnya tenaga, pikiran, perhatian, bahkan doa, dan lain-lain.
Terlepas dari apapun wujud pemberian, pastikan sebagai landasan sikap hati kita adalah sukacita dan sukarela.
2. Memberi dengan cara yang sudah ditetapkan.
Kejadian 4:3-7, dalam imajinasi saya, Kain begitu bersemangat merencanakan penyambutan acara 'persembahan' yang sudah diajarkan oleh Adam/Hawa. Katakanlah hari persembahan itu masih 6 bulan lagi, maka sebagai seorang petani tentu Kain sudah berpikir hendak mempersiapkan tanaman terbaiknya, dari pemilihan jenis tanaman sampai waktu tanamnya. Sebagai petani yang cakap tentu dia sudah memperhitungkan masa tanam sehingga ketika hari persembahan tiba maka tepat juga masa panennya.
Didalam prosesnya Kain dengan serius mempersiapkan hasil panen terbaiknya.
Saya teramat sangat yakin bahwa Kain sudah memiliki sikap hati yang sukarela dan sukacita dalam peristiwa persembahan. Hal ini terbukti setelah persembahan Kain tidak diindahkan Tuhan, dalam pasal ke 6 dan 7, Tuhan masih berfirman kepada Kain, memperingatkan Kain atau dengan kata lain memberi kesempatan kepada Kain untuk memperbaiki kekeliruannya. Namun sayangnya Kain juga tidak mengindahkan kemurahan hati Tuhan.
Terlepas dari sikap hati Kain, 'Cara', 'Pola' atau 'Standard' yang Tuhan sudah tetapkan tidak bisa ditawar, harus ada PENGORBANAN DARAH.
Puji Tuhan, YESUS telah rela menanggung semua hal tersebut dengan darahNya yang tak ternilai. Sehingga sejak peristiwa Yesus, manusia tidak lagi melakukan pengorbanan darah. Akan tetapi prinsip 'MEMBERI = BERKORBAN' tetap berlaku.
Bisa dibayangkan kalau Yesus tidak menebus prinsip pengorbanan darah, maka pasti banyak muncul orang orang seperti Ayub yang berlaku 'menyogok' Tuhan. Ayub ditengah kekayaaannya selalu mengadakan persembahan pengorbanan darah ketika anak anaknya melakukan kekeliruan. Ayub memanfaatkan pola Tuhan dalam persembahan darah pada jaman 'perjanjian lama' ketimbang membenahi kekeliruan anak anaknya.
Terbayang juga apabila prinsip pengorbanan darah masih berlaku, maka hanya orang orang yang mampu saja yang dapat memberi. Sebab memberi haruslah dari apa yg ia punyai. Bagaimana mungkin seorang miskin yang tidak memiliki domba dapat melakukan persembahan darah?
Bersyukur Yesus hadir menyempurnakan hukum memberi melalui pengorbanan darahNya, sehingga setiap orang memiliki HAK untuk memberi. Orang paling miskin menurut ukuran dunia sekalipun, janda di Sarfat yang hanya memiliki segengam tepung dan sedikit minyak yang merupakan makanan terakhir keluarganya, masih bisa memberi.
Janda rela memberi, janda rela mengorbankan kepunyaannya, bukan hanya uangnya (tepung dan minyak), dia harus rela mengeluarkan tenaga untuk mencari kayu bakar dan mengerahkan skill (keahlian) untuk membuat roti untuk Elia, sehingga sebagai akibatnya sang janda menerima porsi berkat yang Tuhan sudah sediakan atas dia dan seisi rumahnya. Sebelum Tuhan mengubahkan fakta kehidupannya, sang janda sudah mendapatkan porsi terbaik didalam dimensi rohani yaitu dia sudah bertindak sebagai orang paling terhormat dan berkenan dihadapan Tuhan.
Pada jaman sekarang, ada begitu banyak orang yang 'memanfaatkan' tangan orang lain untuk memberi, dengan kata lain mereka memberi tetapi tidak dari kepunyaan mereka.
Mereka menghindar untuk berkorban. Padahal Tuhan telah menyatakan pola memberi yaitu selalu ada pengorbanan, Tuhan selalu bertanya 'apa yang ada padamu'?
Yang mereka lakukan bukanlah prinsip memberi, tetapi sebagai delivery service. Upah seorang delivery service hanyalah tips yaitu wujud belas kasihan dari tuannya. Tips bisa ada, bisa tidak. Tuhan tidak berkewajiban memberkati orang yang hanya delivery service. #AkuCintaTuhan (Ps. Steven Agustinus)
Message ini masih akan berlanjut besok....
Komentar
Posting Komentar