BELAJAR TENTANG API ASING
BELAJAR TENTANG API ASING
Shalom
Sahabat Joshua Ivan Sudrajat atas Permintaan Ibu Ika dari Jakarta mengenai Pelajaran Tentang Api Asing
Mari Kita Pelajari : Imamat 10:1-2 (TB) Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka.
Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN.
Api Asing : Strange Fire dalam bahasa Ibrani zûr - ××ּ×Ø artinya to be strange, be a stranger : menjadi aneh, menjadi orang asing
API ASING NADAB DAN ABIHU
Dalam Imamat 10:1-11 dicatat suatu peristiwa tragis. Dalam sekejap mata, Nadab dan Abihu, anak-anak Harun, yang belum lama diurapi oleh Tuhan bersama seluruh keluarganya untuk menjadi imam-imam Tuhan, tiba-tiba dihanguskan oleh Tuhan dan mati seketika itu juga. Apa sebab? Mereka dinilai Tuhan telah melanggar ketetapan Tuhan yang penting sebagai imam-imam Allah. Mereka mempersembahkan "api asing" di atas perbaraan mereka dan menaruh ukupan (yang dibakar sebagai wangi-wangian di hadapan Tuhan) -sesuatu yang tidak diperintahkan Tuhan untuk mereka lakukan pada waktu itu.
Sesungguhnya apakah api asing itu? Mengapa itu disebut asing di hadapan Tuhan?
Api asing berarti api yang dibakar di hadapan Tuhan tetapi Dia tidak mengenalnya sebagai sesuatu yang diperintahkan-Nya. Sesuatu persembahan atau tindakan penyembahan yang tidak diinginkan Tuhan sebab tidak pernah benar-benar diperintahkan-Nya para imam melayani Dia dengan cara yang seperti itu. Dalam hal ini, Nadab dan Abihu telah berlaku lancang di hadapan Tuhan. Melanggar kekudusan Tuhan dan firman-Nya yang baru saja disampaikan kepada para pelayan-pelayan-Nya untuk diperhatikan dan ditaati sepenuhnya.
Point pelanggaran mereka (Nadab dan Abihu) dibuktikan dalam pasal yang sama. Kemungkinannya ialah bahwa ukupan tidak dibakar pada waktu yang telah ditetapkan dan diperintahkan Tuhan. Dan kita bisa menghubungkan ini dengan perkiraan bahwa mereka sedang mabuk (Bandingkan dengan Ima. 10:9) atau menghubungkannya dengan sesuatu yang lain yaitu bahwa persembahan ukupan mereka dibakar untuk menjadi pelengkap dari suasana sorak sorai dan penyembahan dari umat di tengah-tengah penyataan kemuliaan Tuhan (Ima. 9:24). Mengetahui bahwa mereka tidak mati di dalam ruang kemah suci tetapi di depannya, maka sepertinya mereka telah membuat suatu pertunjukan dan perbuatan di depan umum yang tidak menghormati Allah melalui pelayanan mereka dengan melakukan sesuatu yang berlebihan karena keriuhan sorakan orang banyak yang berasal di sekitar Kemah Suci. Pelanggaran yang… merupakan suatu penghinaan atas perintah yang kudus dalam hal pelayanan yang ilahi… "
Dengan kata lain, kita dapat menyimpulkan beberapa kemungkinan mengapa yang dilakukan Nadab dan Abihu disebut sebagai "mempersembahkan api asing" di hadapan Tuhan:
Dihubungkan dengan pasal sebelumnya, khususnya Imamat 9:24, sepertinya terjadi suatu suasana yang begitu semarak dan penuh sensasi sehingga kedua putra Harun itu terbawa keramaian yang ada. Digetarkan oleh semangat dan kebanggaan mereka karena diurapi menjadi imam-imam Tuhan, yang merupakan suatu status yang seolah lebih terhormat dibanding orang kebanyakan, mereka melupakan bahwa mereka harus mengikuti perintah yang sudah ditetapkan Tuhan dalam menjalankan tugas keimaman mereka. Mereka melakukan sesuatu yang sebenarnya Tuhan tidak perintahkan sama sekali.
Ditilik dari apa yang Tuhan sampaikan di ayat 3, bahwa TUHAN hendak menyatakan kekudusan-Nya dan kemuliaan-Nya, maka besar kemungkinan bahwa yang dilakukan Nadab dan Abihu adalah sesuatu yang "menghina kekudusan Tuhan dan mengecilkan kemuliaan-Nya". Dalam hal ini terutama ialah sikap acuh tak acuh dan ketidakpedulian dua anak Harun itu terhadap Tuhan, yang telah menetapkan rancangan dan ketentuan bagaimana umat-Nya seharusnya berbakti kepada Dia.
Sekalipun Nadab dan Abihu memiliki hak penuh sebagai pribadi-pribadi yang melayani di hadapan Tuhan, itu tidaklah serta merta membuat mereka berhak melakukan apapun yang mereka anggap baik di pemandangan mereka sebagai bentuk pelayanan di hadapan Tuhan. Dalam hikmat-Nya, Tuhan memiliki ukuran-Nya sendiri. Hamba-hamba-Nyalah yang harus mengikuti standard Tuhan. Bukan sebaliknya.
Karena kemudian Tuhan memberikan perintah secara khusus pada Harun dan anak-anaknya yang melayani sebagai imam supaya mereka tidak minum anggur atau minuman keras bila mereka masuk ke dalam Kemah Suci (Ima. 10:9) tepat setelah kejadian itu, maka dapat pula diduga pula bahwa Nadab dan Abihu kemungkinan melakukan sesuatu dengan keadaan mabuk atau dalam suatu cara yang tidak layak sebagai seorang pelayan Tuhan sehingga Tuhan menjadi murka.
Inti dari semua ini, api asing yang dipersembahkan Nadab dan Abihu merupakan suatu persembahan yang tidak dikenal maupun dikenan oleh Tuhan. Jika Kain mempersembahkan sesuatu yang kemudian tidak diterima oleh Tuhan dalam pengetahuan yang terbatas mengenai persembahan yang diterima Tuhan, Nadab dan Abihu mempersembahkan sesuatu yang salah secara sadar SETELAH mereka tahu persembahan seperti apa dan bagaimana yang menyenangkan hati Tuhan itu. Persembahan semacam itu tak seharusnya dibawa ke hadapan Tuhan. Seperti nasib kedua orang itu, Tuhan akan mengadakan perhitungan, penghakiman dan penghukuman bagi mereka yang membawa api yang asing di hadapan Tuhan.
API ASING JAMAN SEKARANG
"Api Asing" sebenarnya merupakan usaha-usaha melayani Tuhan yang lahir dari pikiran manusia, bukan dari pikiran Tuhan. Atau yang semula berasal dari Tuhan namun disusupi dan diselewengkan dengan rancangan-rancangan, kehendak, tujuan bahkan ambisi manusia sehingga tak lagi murni berasal dari hati Tuhan.
Api Asing Dicetuskan Pertama-tama Dari Pikiran-pikiran Kita Sendiri.
Dengan kemampuan berpikir dan kreatifitasnya, manusia kerap memikirkan hal-hal yang unik dan di luar kebiasaan. Dalam batas-batas tertentu itu memudahkan kehidupan manusia dan bisa membawa hasil positif akan suatu kehidupan yang lebih baik dan stabil. Tidak demikian halnya jika itu berkaitan dengan hal-hal yg ilahi lagi kudus. pikiran manusiawi kita semata-mata tidak banyak berguna. Kita harus memiliki pikiran Kristus (1Kor. 2:16) demi beroleh pemahaman mengenai rahasia-rahasia ketetapan Tuhan dalam pekerjaan pelayanan yang dipercayakan-Nya pada kita. Sebab pelayanan kita mencerminkan pribadi-Nya, hati-Nya, hikmat-Nya, sikap-Nya pada jiwa terhilang dan dikerjakan dalam kuat kuasa-Nya.
Kreatifitas kita dalam melayani Dia sudah seharusnya sebelumnya disesuaikan dengan pikiran-pikiran yang tertuang dalam kebenaran firman tertulis. Kita harus bertanya apakah pikiran-pikiran kita selaras dan sejalan dengan pikiran-Nya.
Tidakkah Petrus sedang mengatakan sesuatu yang baik saat mencegah Yesus supaya tidak ditangkap, dianiaya dan dibunuh? Tidakkah setiap murid tidak ingin gurunya celaka? Dan bukankah wajar jika Yesus yang tidak bersalah apa-apa dianggap tidak layak diperlakukan dengan keji? Sayangnya pikiran yang baik itu bukan berasal dari Allah.
Dan inilah pernyataan Yesus sendiri:
"Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.
Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegor Dia, katanya: "Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau."
Maka Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus: "ENYAHLAH IBLIS, engkau suatu batu sandungan bagi-KU…
sebab engkau BUKAN MEMIKIRKAN APA YANG DIPIKIRKAN ALLAH, melainkan apa yang dipikirkan manusia."~Mat. 16:21-23
Pikiran Petrus adalah pikiran manusia. Bukan pikiran Allah. Dan pikiran yang tidak memikirkan apa yang sedang dipikirkan Allah, jika dibiarkan akan membuat perbedaan yang semakin tajam dengan kehendak Allah, dimana ujungnya pun berakhir pada hasil atau tujuan yang berbeda dengan yang diinginkan Tuhan bahkan berpotensi melawan kehendak Tuhan. Tanpa lebih dahulu merenungkan dan mendalami kehendak Tuhan, Petrus mulai menyulut suatu api asing sebagai murid Kristus.
Sebagai contoh, adalah baik di suatu tempat atau gedung tertentu membuka suatu tempat ibadah dan menamakannya gereja ini atau itu. Dengan pemikiran bahwa itu akan menjadi tempat jemaat berkumpul dan menyembah Tuhan. Hanya, jika itu tidak dilahirkan dari pikiran dan rencana Tuhan, termasuk bila orang-orang yang memulai pelayanan tersebut tidak pernah benar-benar memperoleh otoritas menggembalakan domba-domba Tuhan maka suatu api yang asing sedang dipersembahkan di hadapan Tuhan. Tidak semua pemikiran positif dan baik merupakan pikiran yang disukai oleh Tuhan. Tidak semua iman atau kepercayaan itu sama. Tidak benar bahwa ajaran-ajaran agama yang ada menyembah pada satu Tuhan. Pemikiran tersebut tampak baik dan berusaha menciptakan kedamaian di bumi. Sayangnya, itu tidak didukung oleh ajaran masing-masing agama. Lebih-lebih firman Tuhan.
Pikiran Tuhan telah dituangkan dan dinyatakan dalam firman-Nya yang tertulis dan petunjuk-petunjuk pada masing-masing pribadi (yang menjalin keintiman dengan Tuhan) yang selaras dengan prinsip-prinsip Alkitab dalam penafsirannya yang seimbang dan sehat. Di luar itu, kita wajib mewaspadai sebagai sesuatu yang asing meski terkesan membangun dan mengajarkan kebaikan atau mengagungkan kemanusiaan.
Kita harus memperhatikan pemikiran-pemikiran kita selagi melayani Tuhan. Tidak semua pemikiran yang tampak baik atau yang benar bahkan yang sepertinya memuliakan Tuhan sekalipun, akan sesuai dengan pikiran Tuhan. Pikiran kita ialah medan perang. Tempat pertarungan pengaruh antara kehendak Tuhan, keinginan manusia atau maksud-maksud kuasa gelap. Tanpa penerangan hikmat dan Firman Tuhan maka dari sanalah api asing mulai membarakan titik-titik apinya.
Percikan Api Asing Dapat Tersulut Dari Emosi Manusiawi Kita.
Oleh sebab emosi yang begitu kuat, kita tergerak melakukan sesuatu. Banyak organisasi sosial kemasyarakatan yang melakukan kegiatan dan kerja sosial dimulai dari dorongan emosi yang demikian kuat untuk melakukan pertolongan atau menggalang bantuan bagi suatu kondisi atau kelompok orang tertentu (bahkan tidak jarang terhadap hewan) yang memerlukan uluran tangan.
Sayangnya, dalam pekerjaan Tuhan, emosi saja belum cukup. Emosi itu harus diluruskan dan disenadakan dengan emosi ilahi Bapa di sorga. Jika mengikuti emosi, Daud bisa saja mengabaikan segala pertimbangan dan membangun Bait Suci bagi Tuhan. Tetapi apakah emosi tersebut sesuai dengan kehendak Tuhan bagi Daud? Kita sudah tahu jawabannya.
Demikian pula emosi Musa yang karena kejengkelannya atas bangsanya memukul batu supaya air keluar dari sana. Jelas itu bukan sesuatu yang Tuhan kehendaki sebagai suatu bentuk pelayanan dari hamba-Nya!
Mengadakan acara-acara besar semacam penginjilan akbar atau kebaktian kebangunan rohani besar-besaran dengan biaya yang tidak sedikit dengan alasan memenangkan jiwa-jiwa adalah baik. Lebih-lebih jika digerakkan oleh perasaan yang menggebu-gebu untuk melihat jiwa-jiwa terhindar dari hukuman neraka yang mengerikan itu. Namun, jika itu dilakukan atas dorongan emosi atau sekedar mengikuti pola-pola yang telah ada, sedangkan hikmat dan kehendak Tuhan belum dipastikan mengenai apa dan bagaimana suatu program seharusnya diadakan untuk menjaring jiwa-jiwa, maka api asing yang memboroskan banyak sumber daya, waktu, tenaga dan dana yang besar hanya akan menghasilkan letupan-letupan emosi lainnya, yang ujung-ujungnya tidak SECARA MENDASAR mengubah kondisi suatu wilayah atau bangsa. Kebangunan rohani adalah pekerjaan besar yang memerlukan pekerja dan penuai yang besar serta rela tanpa pamrih untuk mengerjakannya. Tanpa kesatuan hati dan kesediaan menjadi murid-murid Kristus dan hamba-hamba yang militan, semuanya akan menjadi kobaran api kecil yang mudah dipadamkan oleh kuasa-kuasa kegelapan.
Hanya murid-murid yang berkomitmen dan gereja sejati (dengan kualitas seperti jemaat mula-mula) yang akan menghasilkan gerakan sejati dan melahirkan pengikut-pengikut yang berkomitmen penuh pada Kristus, bukan karena pelayanan penuh emosi semata.
Kehendak, Maksud dan Tujuan Pribadi Kita Sendiri Menyalakan Api Asing Di Hati Kita.
Pekerjaan Tuhan ialah milik Tuhan. Dialah yang berhak menentukan segala sesuatunya. Adalah Tuhan yang menyatakan kehendak-Nya supaya dilaksanakan pekerja-pekerja-Nya. Jika kita melaksanakan pekerjaan Tuhan dengan mengikuti kehendak kita pribadi, yang telah kita dukung dengan alasan-alasan terbaik sekalipun, maka kita telah menempatkan diri sebagai sang empunya pekerjaan. Tanpa sadar, Tuhan dipersilakan duduk sebagai penonton dari aksi kita. Atau sebagai suporter dari pertandingan diri kita melawan iblis. Atau sebagai pejabat tinggi yang hanya kita butuhkan sebagai penanda tangan dan pemberi stempel persetujuan atas setiap kebijakan dan keputusan kita dalam pelayanan. Tentu saja inilah yang disebut api asing itu.
Api sejati harus bersumber dari Tuhan sendiri. Itu harus dipastikan sebagai ide-Nya. Kerinduan-Nya. Kasih-Nya. Hikmat-Nya. Kehendak-Nya. Maksud hati-Nya. Tujuan-Nya. Meleset dari itu, kita sedang mengerjakan sesuatu yang kita usahakan sendiri meski kita menyebutnya sebagai sesuatu yang berasal dari Tuhan atau direstui Tuhan.
Bukankah Yesus telah memberikan teladan bagi kita bahwa Dia datang ke dunia demi menyelesaikan pekerjaan dan tugas dari Bapa-Nya (Yoh. 4:34) dan bukan tujuan dan kehendak-Nya sendiri? Tidakkah kita ingat bahwa Dia berdoa "… tetapi bukan kehendak-Ku melainkan kehendak Bapa" yang terjadi?
Sama seperti murid-murid Yesus yang belum berkomitmen penuh menjadi pengikut Kristus sejati di masa Kristus melayani, demikian pula masih didapati (dan ini tidak sedikit ditilik dari kondisi kegairahan umat Kristen akan Tuhan hingga tahun 2016 ini) orang percaya yang beribadah, melayani, menyembah, memberikan sumbangan dana bagi pekerjaan Tuhan, aktif dalam berbagai kegiatan gereja atau pelayanan sosial dan sebagainya melakukannya karena maksud dan tujuannya sendiri, di luar memuliakan nama Tuhan dan mengerjakan kehendak-Nya. Gereja sering menjadi ajang unjuk diri atau mencari perhatian dan pengakuan orang lain, sarana sosialisasi (berjualan produk jasa atau kampanye politik), tempat hiburan (bahkan tempat pelarian) menghadapi masalah-masalah hidup, juga menjadi wadah perkumpulan, pergaulan dan tempat mencari pasangan hidup maupun menjadi suatu komunitas untuk menyalurkan hobby dan kemampuan. Meskipun hal-hal tersebut selalu akan ada di tiap-tiap komunitas jemaat yang ada, akan tetapi jika perkumpulan kita tidak lagi melaksanakan misi Tuhan dan demi mencapai tujuan-tujuan-Nya, maka penyimpangan telah terjadi.
Motif-motif manusiawi kita yang belum disucikan dan ditundukkan pada kehendak Tuhan, sesaleh dan serohani apapun itu tujuannya, tak lain api asing di hadapan Tuhan. Sesuatu yang tidak pernah akan diterima-Nya apalagi menyenangkan hati-Nya!
Api Asing Berkobar Melalui Cara-cara Kita Sendiri Dalam Melayani Tuhan.
Nadab dan Abihu telah mendengar ketetapan Tuhan mengenai bagaimana seharusnya melaksanakan tugas sebagai imam Tuhan. Baik waktu pelaksanaannya, tatacaranya hingga bagaimana seharusnya bersikap sebagai imam. Semuanya telah dituliskan dengan detail sebagai suatu perintah yang harus benar-benar diperhatikan. Sayangnya, kedua imam muda itu tak mempedulikannya. Mereka memilih bertindak dengan cara-cara mereka sendiri.
Hal serupa terjadi pada Uza (2 Sam. 6:6-7), salah satu dari dua orang pengiring kereta yang ditarik sapi dimana di atasnya ditaruh tabut perjanjian yang hendak dibawa ke Yerusalem atas perintah Daud.
Hari ini, kita melihat dan mendengar bagaimana pelayanan dikerjakan dengan pemikiran-pemikiran manusiawi bahkan yang duniawi. Tanpa terlalu memperhatikan prinsip-prinsip yang tersimpan di balik ayat-ayat firman Tuhan, pelayanan yang disebut-sebut dialamatkan kepada Tuhan justru diwujudkan dalam usaha-usaha untuk menyenangkan memanjakan manusia. Tempat-tempat ibadah yang sejuk dan nyaman, jam-jam ibadah yang dipersingkat dan disesuaikan dengan kesibukan jemaat, dekorasi yang menarik hati disertai penampilan apik dan menarik hati dari mereka yang melayani di mimbar atau panggung gereja, juga para pembicara-pembicara yang menyampaikan pesan-pesan yang lebih banyak menyenangkan telinga pendengarnya dan membangkitkan motivasi untuk mencari berkat-berkat materi atau mengejar hidup sukses di dunia ini daripada menjalani hidup takut akan Tuhan, menyangkal diri dan memikul salib sebagai pengikut Kristus -semuanya, walaupun tampak baik dan ingin memberikan yang terbaik, namun penekanan pada apa yang lain daripada usaha melahirkan murid-murid Kristus sejati menunjukkan betapa pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan manusia telah menjadi prakrek-praktek yang umum di gereja Tuhan masa kini.
Sesuatu yang tidak pernah terbersit di hati rasul-rasul dan jemaat mula-mula oleh karena hidup mereka yang berbeda dari dunia setelah memutuskan mengikuti ajaran Yesus Kristus telah terang-terangan diperagakan di perkumpulan yang seharusnya kita sebut sebagai kudus dan keluarga Allah. Dengan mengadakan acara-acara yang serupa dengan dunia, mengundang selebritis yang belum teruji benar kesetiaan dan imannya pada Kristus dan ajaran-Nya untuk berdiri sebagai suatu teladan iman atau dengan menyuguhkan tampilan dan perayaan seni yang juga ditampilkan orang-orang yang tidak mengenal Allah, suatu api asing berkobar di hadapan Tuhan dan menimbulkan kemarahan hati-Nya!
Benarkah Tuhan ingin kita berhasil sebagaimana keberhasilan yang dicapai orang-orang yang tak mengenal Tuhan? Bukankah kesuksesan hidup kita seharusnya mengikuti cara dan kemauan Tuhan yang ingin menjadikan kita sebagai alat kemuliaan-Nya?
Benar, ada yang dianugerahi kemuliaan dan kekayaan raja-raja seperti Yusuf dan Daud. Namun tidakkah Yeremia yang tak pernah digubris sedikitpun kala menyampaikan pesan-pesan profetik dari Tuhan termasuk salah satu nabi paling berhasil di mata Tuhan? Bukankah nabi-nabi kecil seperti Amos, Obaja, Nahum dan Habakuk juga pelayan-pelayan yang berhasil di mata Tuhan? Tidakkah nabi seperti Yunus yang hendak melayani Tuhan menurut caranya sendiri diganjar dengan goncangan dan hukuman yang keras?
Bersambung
Ditulis oleh Joshua Ivan Sudrajat
Komentar
Posting Komentar