Kelemahan Kaum Imam - Terbiasa Dengan Hadirat Tuhan
Kelemahan Kaum Imam - Terbiasa Dengan Hadirat Tuhan
Ev. Daniel Krestianto
Sebagai seorang imam yang sering membawa korban kepada Tuhan, dan terus dibawa masuk dalam hadirat Tuhan, pada akhirnya hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan. Tidak ada lagi hasrat dan gelora saat berada di hadirat-Nya. Kita menganggap hadirat Tuhan itu sesuatu yang biasa sehingga rasa hormat kita kepada hadirat Tuhanpun hilang.
2 Samuel 6:6-7
Ketika mereka sampai ke tempat pengirikan Nakhon, maka Uza mengulurkan tangannya kepada tabut Allah itu, lalu memegangnya, karena lembu-lembu itu tergelincir. Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Uza, lalu Allah membunuh dia di sana karena keteledorannya itu; ia mati di sana dekat tabut Allah itu.
Ketika kita membaca seluruh perikop ini, kita mungkin berpikir bahwa apa yang dilakukan Uza adalah benar. Ia mau menyelamatkan tabut yang akan tergelincir. Bukankah itu baik? Ya. Namun jika kita telusuri lebih dalam; apa yang dilakukannya jelas salah. Kenapa salah?
Saat tabut itu telah dikembalikan ke Israel oleh orang Filistin yang telah merampasnya, mereka menaruhnya di rumah Abinadab yang merupakan ayah dari Uza. Selama kurang lebih dua puluh tahun Uza melihat dan berhadapan dengan tabut. Hal ini membuat ia menjadi biasa dengan tabut tersebut. Ia menganggap tabut tersebut hanya benda biasa. Hal ini yang membuat ia kurang hormat dengan hadirat Tuhan yang ada di tabut tersebut. Sebab sebagai seorang imam ia seharusnya tahu bahwa tabut tersebut tidak boleh diangkat dengan menggunakan lembu, melainkan harus digotong oleh para imam. Keterbiasaan itu membuat ia kehilangan hormat dan mengabaikan cara-cara Tuhan, sehingga saat lembu itu tergelincir dan Uza berusaha untuk menyelamatkan tabut tersebut, maka murka Tuhanpun datang.
Saat Harun membuat lembu emas ia berkata bahwa itu adalah allah, ia secara tidak langsung sendang merusak citra diri Allah dan merendahkan kemuliaan Tuhan. Ia sedang merendahkan Allah dan menganggap hadirat dan penyertaan Tuhan pada bangsa Israel hanyalah perkara yang sepele. Ketika kita sedang mengecilkan hadirat dan kekudusan Tuhan, maka kita sudah keluar dari apa yang Tuhan mau, yakni menjadi seorang imam yang berkenan.
Kita harus memelihara rasa hormat dan kekaguman kita terhadap hadirat Tuhan dengan cara terus membina pergaulan yang intim dengan-Nya. Sebab, ketika kita berada dalam hadirat Tuhan, kita akan benar-benar bertemu dengan pribadi-Nya. Dan pribadi-Nya tersebut akan mengubahkan diri kita.
Semua jerat yang sudah dibahas kiranya membuat kita sadar dan berhati-hati serta meminta anugerah dari Tuhan untuk tetap sejalan dengan kehendak-nya. Kunci untuk tetap memiliki hati yang benar dan bagaimana menjadi imam yang berjalan dalam kebenaran adalah apa yang tertulis dalam Galatia 2:20 " namun aku hidup tetapi bukan aku lagi yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku.”
Komentar
Posting Komentar