Evan Roberts
Evan Roberts “Pemuda yang Mengguncang Dunia”
Seringkali orang muda dipandang sebelah
mata oleh para seniornya tetapi hal itu tidak berlaku pada diri Evan Roberts,
seorang pemuda yang dipakai Tuhan luar biasa pada zamannya. Buah kasih dari
pasangan Henry dan
Hannah Roberts ini lahir pada 8 Juni 1878 di Loughor, Wales. Dia bertumbuh dan dibesarkan dalam keluarga Methodis Calvinis, Evan adalah seorang anak yang rajin beribadah di gereja secara teratur
dan menghafal kitab
suci di malam hari sejak belia.
Pembentukan karakter di keluarga
Kedua orang tuanya yang dikenal sebagai pelayan Tuhan
dan seorang pekerja keras, mendidik anak-anaknya termasuk Evan di dalam takut
akan Tuhan. Nilai-nilai kebenaran firman Tuhan sangat kental diterapkan dalam
keluarga mereka, sehingga itu menjadi bekal yang sangat berharga dalam proses
kedewasaan kerohanian Evan Roberts. Harapannya untuk mengenyam pendidikan yang
tinggi kandas, akibat situasi ekonomi yang sulit pada saat itu, memaksanya
untuk berhenti sekolah dan membantu ayahnya bekerja di tambang batubara dari
usia 11-23 tahun. Dia bekerja setiap hari tanpa mengeluh dan putus asa. Saat
bekerja pun ia menyimpan Alkitabnya di celah-celah pertambangan dan membacanya
di sela-sela waktu kerja. Upah yang dia terima sebagian besar dipakai untuk
membeli alat-alat musik, dan dengan penuh ketekunan ia belajar memainkannya
sampai mahir. Ia juga gemar menulis beberapa puisi dan cerita pendek yang
diterbitkan oleh surat kabar setempat.
Perjumpaan
dengan Tuhan yang mengubah hidupnya
Di usia 13 tahun, Evan mengalami perjumpaan dengan
Yesus secara pribadi, sejak saat itu ia bernazar akan mempersembahkan hidupnya
untuk melayani Tuhan. Evan selalu bertanya kepada Tuhan dengan perkataan ini : “Apa yang telah kulakukan bagi Yesus?“.
Pertanyaan ini diajukannya kepada Tuhan berulang-ulang sehingga memacu dirinya
untuk melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Perjumpaannya dengan Tuhan
mengubah hidupnya dan membuat dia semakin bergairah membaca segala sesuatu yang
ada kaitannya dengan Tuhan dan menjadi anak yang berbeda dari teman-teman
seusianya. Dia tidak terlibat dalam olahraga, hiburan, atau gurauan yang tidak
sopan. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya selain mengenai kebangunan
rohani.
Kehidupan kerohanian yang ekstrim dan semangatnya yang
luar biasa dalam hal agama. sehingga orang-orang menyebutnya “orang yang gila
agama”. Evan merenungkan Firman Tuhan hingga berjam-jam, terkadang dia rela
tidak tidur hanya untuk berdoa. Dia memiliki jam doa yang berbeda dengan orang-orang
pada umumnya, ia berdoa selama 4 jam dari jam 01.00 lalu tidur jam 05.00,
bangun jam 09.00 dan berdoa siang sampai jam 12.00. Melihat sikap dan kehidupan
Evan, banyak orang yang prihatin (mereka tidak tahu apa yang akan terjadi kelak
di kemudian hari). Setiap kali orang bertanya mengapa hal ini terjadi dalam
hidup Evan, maka ia menjawab “Semua ini
karena dorongan Roh Kudus“.
Kebangunan
rohani melanda Wales
Selama 11 tahun, sejak masih remaja ia berdoa untuk
kebangunan rohani bagi negaranya. Dia begitu yakin, bahwa satu-satunya harapan
untuk kondisi di negaranya yang sangat buruk pada waktu itu, adalah pencurahan
Roh Kudus yang dahsyat. Tidak banyak orang yang mengerti arti kuasa doa pada
zamannya. Bahkan orang ke gereja hanyalah
rutinitas dan tradisi saja. Evan mengerti
rahasia sorgawi yang ia praktekkan yaitu : “Mintalah maka akan diberikan
kepadamu. Praktekkanlah iman yang menyeluruh dan pasti dalam janji Tuhan
mengenai Roh Kudus“. Pada bulan Desember 1903, Evan tahu bahwa
akan ada kebangunan rohani besar-besaran terjadi di Wales. Suatu ketika saat
berjalan-jalan di taman bersama Sidney Evans, ia melihat Sidney terkejut
memandangi bulan dan ia berkata, “Apa
yang kau lihat? Apa yang kau
pandangi?” Di saat yang bersamaa, Evan Roberts juga melihat apa yang
dilihat Sidney, yaitu tangan yang terjulur dari rembulan dan menjangkau Wales.
Bagi Evan, penglihatan itu adalah sebuah konfirmasi bagi kebangunan rohani dan
penuaian di Wales yang sudah lama didoakannya.
Pada tanggal 31 Oktober 1904, Evan Roberts mendapat
izin untuk mengadakan kebaktian di gereja Moriah, tempat ia beribadah sejak
kecil. Kebaktian itu diadakan untuk melatih para pendoa syafaat yang berdiri
bagi kebangunan rohani di Wales. Anak-anak juga dilatih untuk terlibat dalam
kegerakan doa bagi Wales, yaitu pada pagi dan malam hari. Evan Robers percaya
bahwa kebangunan rohani akan terjadi melalui dengan adanya kerja sama dengan
Roh Kudus. Sejak saat itu selama dua minggu terjadi ledakan kebangunan rohani
yang besar. Kebaktian yang dipimpin oleh Evan ditandai dengan tawa, tarian,
sukacita dan hati yang hancur. Wales, kota yang berpenduduk 3000 orang,
sepertiganya hadir untuk mengikuti ibadah bersama Evan. Kabar mengenai
kebangunan rohani ini tersebar ke negara-negara lain, seperti ke Rusia, India,
Irlandia, Norwegia, Kanada, Belanda, bahkan ke Afrika Selatan. Banyak orang
dari negara tersebut dari datang untuk membawa pulang api kebangunan rohani
dari Wales. Salah satunya adalah Frank Bartleman, seorang penginjil.
Kebangunan rohani
yang berdampak besar
Kebangunan rohani di Wales tidak hanya menghasilkan ribuan
petobat-petobat baru, namun juga berdampak pada masyarakat Wales. Tempat-tempat
perjudian, toko-toko yang menyediakan alkohol, bar-bar dan bioskop kehilangan
pelanggan, sehingga mereka harus menutup usaha mereka tersebut. Polisi tidak
dibutuhkan lagi karena kejahatan merosot. Runtuhnya denominasi-denominasi
gereja yang dibuat manusia, seiring bersatunya orang-orang percaya dalam
beribadah dan menyembah Tuhan. Habisnya persediaan Alkitab di toko-toko, karena
orang mulai mengagumi Allah dan firmanNya. Mereka memerlukan Alkitab untuk
kebaktian yang sebelumnya tidak pernah mereka hadiri.
Komentar
Posting Komentar