Hamba Yang Dipaksa
Hamba Yang Dipaksa
Ev. Drg. Yusak Tjipto Purnomo
“Dan Roh
Itu mengangkat dan membawa aku, dan aku pergi dengan hati panas dan dengan
perasaan pahit, karena kekuasaan Tuhan memaksa aku dengan sangat.” (Yehezkiel 3
: 14)
“Engkau
telah membujuk aku, ya Tuhan, dan aku telah membiarkan diriku dibujuk ; Engkau
terlalu kuat bagiku dan Engkau menundukkan aku. Aku telah menjadi tertawaan
sepanjang hari, semuanya mereka mengolok-olokkan aku. Sebab setiap kali aku
berbicara, terpaksa aku berteriak, terpaksa berseru : “Kelaliman ! Aniaya !”
Sebab Firman Tuhan telah menjadi cela dan cemooh bagiku sepanjang hari. Tetapi
apabila Aku berpikir: “Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan
Firman lagi demi namaNya,” maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti
menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk
menahannya, tetapi aku tidak sanggup.” (Yeremia 20 : 7 – 9)
Level pertama, jika pelayan Tuhan
itu terus bertumbuh rohaninya, ia akan sampai pada suatu kesadaran bahwa apapun
yang lahir dari kekuatan manusianya tidak memiliki nilai kekal. Ketika
ujian-ujian datang, tiba-tiba ia menyadari bahwa apa yang selama ini menjadi
kebanggaannya adalah hal yang tidak pantas. Fokusnya mulai berubah. Jamahan
kasihNya membuat pelayan Tuhan ini menjadi pelayan yang rindu menyenangkan Hati
Tuhan. Namun disisi lain, ia pun menjadi frustasi karena kelemahan dan
dagingnya sama sekali tidak bisa diajak bergerak bersama Tuhan. Seperti
Kesadaran Paulus berkata :
“Sebab
kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging,
terjual dibawah kuasa dosa.” (Roma 7 : 14)
Paulus menyatakan betapa dirinya
bersifat daging dan terjual dibawah hukum dosa. Kalau manusia kita ada di bawah
hukum dosa, bagaimana kita bisa melayani Tuhan yang bergerak dengan hukum yang
lain, yaitu Hukum Roh Kehidupan ! Biasanya untuk sampai pada kesadaran ini
Tuhan akan mengijinkan pekerjaan daging kita menjadi hangus dan musnah.
Disitulah titik penyadaran terjadi. Semua kebanggaan kita lenyap dan kita pun
sadar betapa diluar Dia kita tidak bisa berbuat apa-apa. Sedang untuk
senantiasa didalam Dia, daging kita tidak mampu.
Dititik inilah Tuhan Yesus sendiri
mengajar saya : “Yusak, kalau engkau tidak minta dipaksa, engkau tidak akan
bisa mencapai garis akhir.”
Sejak itulah doa saya adalah :
“Paksakan ya Tuhan, RencanaMu atas hidupku.” Mengapa harus dipaksa ? Apa arti
dipaksa ? Tuhan menciptakan manusia dengan kehendak bebas atau free will.
Manusia bukan robot yang tidak punya kedaulatan atas hidupnya sendiri. Tuhan
mengintervensi hidup kita sekehendak hatiNya kecuali kita memintanya. Didalam
kemahatahuanNya Tuhan melihat semuanya secara gamblang. Sehingga Tuhan selalu
tahu apa yang terbaik menurut pandanganNya. Dan Tuhan mau menyatakan itu kepada
manusia. Namun manusia daging ini disamping tidak sempurna dalam mendengar
suaraNya, juga dagingnya tidak pernah mau menuruti kehendak RohNya. Tuhan Yesus
berkata :
“Bejaga-jagalah
dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan ; roh memang
penurut, tetapi daging lemaah.” (Matius 26 : 41)
Dengan bermodal tekad saja tidaklah
cukup. Sebab daging selalu memilih yang berlawanan dengan yang diingini oleh
Roh Tuhan. Ditunggu sampai kapan pun, tidak akan pernah terjadi daging kita
taat dengan kehendak Bapa. Kecuali Tuhan mengintervensi dengan berbagai cara
serta rekayasa sehingga daging itu menjadi tunduk kepada kehendak Tuhan.
“Tuhan
Yesus berkata : “Pikullah kuk yang Ku pasang dan belajarlah padaKu, karena Aku
lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk
yang Ku pasang itu enak dan bebanKu pun ringan.” (Matius 11 : 29 – 30)
Disini kita melihat bahwa kita
diminta untuk memikul kukNya. Apa artinya ? Kuk disamping simbol beban, juga
simbol pasangan. Pada sebuah kuk, terdapat dua ekor lembu yang terikat menjadi
satu. Lembu yang pertama adalah Yesus sendiri, tetapi pasanganNya tidak ada.
Lembu-lembu lain memilih bebas berkeliaran sendiri. Namun tiba-tiba ada tawaran
untuk berpartner dengan Dia. Dan tawaran itu artinya kita memilih kehilangan
kebebasan kehendak kita. Sebab siapapun yang berpasangan dengan Yesus mestinya
menyadari bahwa kita tidak akan bisa mendikte Dia kemana kita pergi, kapan kita
bergerak serta kapan kita berhenti. Sebaliknya setiap kali Dia bergerak kita
harus ikut bergerak atau kita akan terseret juga. Jika Dia berhenti, kita pun
harus berhenti atau dihentikan dengan paksa. Ya kita kehilangan kehendak bebas
kita dan sesungguhnya inilah cara yang paling ampuh untuk menundukkan daging
kita. Sebab Alkitab juga berkata :
“Dengan
kata-kata saja seorang hamba tidak dapat diajari, sebab walaupun ia mengerti,
namun ia tidak akan mengindahkannya.” (Amsal 29 : 19)
Artinya bagi banyak orang, hanya
diberi nasehat-nasehat kebenaran saja tidaklah memadai. Tuhan harus berbuat
sesuatu. Harus ada action tertentu dari Tuhan untuk membuat kita mengerti dan
mengindahkannya. Disinilah yang namanya memikul kuk Yesus mempunyai pengertian
yang seutuhnya.
Tetapi cara ini adalah cara yang
paling ditakuti banyak orang dan cenderung dihindari. Orang membayangkan
perlakuan dan pengalaman kejam yang akan menimpa kita. Orang membayangkan
dengan meminta dipaksa maka berbagai musibah serta bencana akan datang silih
berganti. Benarkah demikian ? Saudara, ingatlah bahwa Allah itu Kasih, dan
tidak ada kejahatan padaNya. Ingat juga bahwa semua yang baik datangnya dari
Tuhan juga.
“Kita
telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah
kasih, dan barangsiapa tetap berada didalam kasih, ia tetap berada didalam
Allah dan Allah didalam dia.” (1 Yohanes 4 : 16)
“Setiap
pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas,
diturunkan dari Bapa segala terang ; padaNya tidak ada perubahan atau bayangan
karena pertukaran.” (Yakobus 1 : 17)
Karena KasihNya itulah segala
bentuk intervensi yang Tuhan lakukan selalu mengekspresikan kasih tersebut.
Tuhan juga tidak memperlakukan kita secara seragam, tetapi Dia memperlakukan
kita secara sangat pribadi. Tuhan mengerti manusia memiliki kepribadian serta
watak yang berbeda. Kelemahan dan kekuatan kita pun berbeda. Kekerasan serta
kelembutan hati tiap orang pun tidak sama. Sebagai contoh : Abraham diijinkan Tuhan
pergi ke Mesir ketika terjadi bencana kelaparan di Kanaan.
Ketika
kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk tinggal disitu
sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu. (Kejadian 12 : 10)
Namun ketika Ishak anaknya mengalami
persoalan yang sama, Tuhan tidak mengijinkan Ishak mengungsi ke Mesir.
“Maka
timbullah kelaparan di negeri itu. Ini bukan kelaparan yang pertama, yang telah
terjadi dalam zaman Abraham. Sebab itu Ishak pergi ke Gerar, kepada Abimelekh,
raja orang Filistin, lalu Tuhan menampakkan diri kepadanya serta berfirman :
“Janganlah pergi ke Mesir, diamlah di negeri yang akan Ku katakan kepadaMu.”
(Kejadian 26 : 1-2)
Sementara itu, saat Ishak sudah
waktunya untuk menikah ia tidak dibiarkan kembali ke Ur Kasdim.
Ribka
dipinang bagi Ishak
24:1 Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, z
serta diberkati a
TUHAN dalam segala hal. b
24:2 Berkatalah Abraham kepada hambanya c
yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya,
d
katanya: "Baiklah letakkan tanganmu di bawah pangkal pahaku, e
24:3 supaya aku mengambil sumpahmu f
demi TUHAN, Allah yang empunya langit g
dan yang empunya bumi, h
bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku i
seorang isteri 1 dari antara perempuan Kanaan j
yang di antaranya aku diam. k
24:4 Tetapi engkau harus pergi ke negeriku dan kepada
sanak saudaraku l
untuk mengambil seorang isteri bagi Ishak, m
anakku." 24:5 Lalu berkatalah hambanya itu kepadanya:
"Mungkin perempuan itu tidak suka mengikuti aku ke negeri ini; n
haruskah aku membawa anakmu itu kembali ke negeri dari mana tuanku keluar?
o "
24:6 Tetapi Abraham berkata kepadanya: "Awas,
jangan kaubawa anakku itu kembali ke sana. p
(Kejadian 24 : 1 – 6)
Sedangkan Yakub justru hal
sebaliknya yang terjadi. Yakub malah diperintahkan untuk ke negeri Asal Abraham
untuk mendapatkan Istri disana.
28:1
Kemudian Ishak memanggil Yakub, lalu memberkati k
dia serta memesankan kepadanya, katanya: "Janganlah mengambil isteri dari
perempuan Kanaan. l
28:2
Bersiaplah, pergilah ke Padan-Aram, m
ke rumah Betuel, n
ayah ibumu, dan ambillah dari situ seorang isteri dari anak-anak Laban, saudara
o
ibumu. (Kejadian 28 : 1 – 2)
Rupanya sikap hati Ishak yang penuh
dengan ketaatan sejak masa mudanya membuat proses hidupnya tidak serumit Yakub.
Ingat sejak muda ia sudah belajar menyerah ketika akan dikorbankan oleh
Abraham, ayahnya. Sebaliknya Yakub sejak muda sudah penuh dengan muslihat.
Inilah yang harus diubah oleh Tuhan. Abram perlu proses untuk diubah menjadi Abraham.
Yakub juga perlu proses panjang untuk bisa diubah menjadi Israel. Tetapi Ishak
tetaplah Ishak. Hidupnya tidak terlalu berliku-liku. Istrinya didapat
semata-mata karena pilihan orang lain. Mata air yang didapat juga bukan karena
mencari sendiri, melainkan ia menggali sumur-sumur Abraham. Suatu gambaran
sikap penurut.
Dengan kata lain, seperti apa cara
pembentukan Tuhan atas hidup kita, disesuaikan dengan watak, perangai, karakter
dan kondisi setiap kita. Karena itu pada saat saudara mempelajari hidup seorang
hamba Tuhan, jangan ingini kehidupan yang sama dengan si hamba Tuhan itu. Ingat
bahwa setiap orang berbeda. Saudara boleh memperhatikan jejak atau tapak
hidupnya, tapi jangan ditiru apa adanya secara mentah-mentah. Jika itu yang
dilakukan, belum tentu saudara akan sanggup menjalaninya. Banyak orang berkata
kepada saya : “Pak Yusak, saya ingin mengalami seperti yang bapak alami.”
Saya berkata : “Jangan”, Mengapa ?
Sebab dia bukan saya dan saya bukan dia. Apa yang Tuhan berikan untuk saya
alami adalah yang cocok buat saya. Dan belum tentu cocok buat yang lain. Memang
saudara pasti akan dibawa dalam berbagai pengalaman yang luar biasa dengan Yesus.
Tetapi detail dari pengalaman itu pasti berbeda satu dengan yang lainnya. Jadi
yang terpenting adalah ikuti jejak dan teladan Yesus. Hal ini makin diteguhkan
dengan pengalaman istri saya sendiri.
Beberapa waktu yang lalu dia
bermimpi. Dalam mimpi itu dia harus menapaki anak-anak tangga. Menjelang saat
harus menapaki anak tangga terakhir, ternyata ketinggian anak tangga yang
terakhir itu mencapai hampir satu meter. Saat itu istri saya berkata : “Tuhan,
aku tidak bisa menapak naik setinggi itu.”
Tiba-tiba Tuhan berkata : “Coba
lihat ke lantai tangga itu, apa yang kamu lihat ?” Waktu istri saya melihat ke
bawah. Ternyata tapak itu ada sejak dibawah dan terus naik ke atas. Kemudian
Tuhan berkata : “Taruh kakimu pada tapak kakiKu itu.”
Rupanya tapak yang terlihat tadi
adalah tapak kaki Tuhan sendiri. Heran sekali, saat dia meletakkan kakinya
tepat pada tapak kaki Tuhan tersebut, seperti ada tenaga yang luar biasa yang
mendorong istri saya sehingga bisa menapak naik sampai pada tangga yang
terakhir. Buku ini ditulis bukan supaya saudara mengikuti jejak atau tapak
saya. Tetapi ikut jejak dan tapak Yesus kita.
Hamba yang minta dipaksa sebenarnya
adalah hamba yang menyadari bahwa dagingnya tidak akan pernah menjadi
penurut-penurut Allah. Hamba-hamba ini rindu menyenangkan hati Tuhannya, dan
untuk itu ia menyadari bahwa kekuatan Tuhan yang diijinkan bekerja tanpa batas
dalam hidupnya adalah kunci untuk semua itu. Jika pada anak-anak Tuhan di level
pertama tadi Roh Kudus hanya berfungsi sebagai Penasehat dan Penganjur, maka di
level kedua ini sudah mulai berbeda. Kedaulatan kita yang kita serahkan kepadaNya membuat Tuhan
bisa bergerak lebih jauh. Roh Kudus bahkan akan “mencegah” serta “Tidak
Mengijinkan.”
16:6
Mereka melintasi tanah Frigia a
dan tanah Galatia, b
karena Roh Kudus mencegah mereka untuk memberitakan Injil 1
di Asia. c
16:7 Dan setibanya di Misia mereka mencoba masuk ke
daerah Bitinia, tetapi Roh Yesus d
tidak mengizinkan mereka. (Kisah 16 : 6 –
7)
Bukankah dua istilah tadi
menunjukkan bahwa apa yang Roh Kudus kerjakan lebih dari sekedar seorang
Penasihat apalagi Penghibur ? Kembali kepada ajakan Yesus untuk memikul kukNya
:
“Tuhan
Yesus berkata : “Pikullah kuk yang Ku pasang dan belajarlah padaKu, karena Aku
lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk
yang Ku pasang itu enak dan bebanKu pun ringan.” (Matius 11 : 29 – 30)
Pada awalnya ketika kedua lembu itu
berjalan beriringan, akan ada suatu proses adaptasi yang tidak mudah. Kita
pasti akan berontak karena daging kita yang berontak. Namun pada akhirnya kita
menyadari bahwa semakin memberontak semakin kita sendiri yang menderita. Kita
akhirnya belajar untuk menyerah namun dengan alasan yang masih sangat egoistis
yaitu takut sakit.
Pernahkah saudara mendengar
perkataan : “Percuma berontak kepada Tuhan, nanti kita sakit sendiri.” Namun
proses pembelajaran itu tidak berhenti sampai disitu. Seiring berjalannya waktu
makin lama akan makin mengenal Yesus kita. Perlahan tapi pasti kita makin
memahami segala keputusan yang Ia ambil atas hidup kita. Berjalan beriringan
dengan Dia juga artinya sambil bercermin terhadap kebenaran yang mutlak.
Disitulah semua kotoran dan ketidak tulusan yang tidak pernah kita lihat,
tiba-tiba menjadi begitu gamblang terungkap.
PenempelakanNya akan terus
berlangsung sehingga membawa pada pertobatan demi pertobatan. Lalu benih kasih
dan cinta yang murni kepada Tuhan Yesus akan makin bersemi. Dan ditahap ini
kita akan makin menyerah, namun kali ini dengan alasan yang berbeda. Bukan lagi
karena takut sakit, tetapi Kita Menyerah serta Tidak Berontak karena Tidak Mau
Menyakiti Dia. Nyawa, harga diri, kemewahan, harta, posisi, kehormatan serta
kenikmatan duniawi sudah tidak jadi dambaan. Lalu dengan lantang batin kita
akan berkata seperti Paulus berkata :
20:22 Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh 1
aku pergi ke Yerusalem l
dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situ 20:23 selain dari pada yang dinyatakan m
Roh Kudus 2 dari kota ke kota kepadaku, bahwa
penjara dan sengsara menunggu aku. n
20:24 Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku
sedikitpun 3 , o
asal saja aku dapat mencapai garis akhir p
dan menyelesaikan pelayanan q
yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku r
untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia s
Allah. (Kisah 20 : 22 – 24)
Ya di level itu yang menjadi fokus
dari si hamba Tuhan ini bukan lagi dirinya sendiri. Fokusnya adalah
menyelesaikan tugas sampai garis akhir. Kesenangan-kesenangan di level pertama
tadi makin memudar. Dia mulai kehilangan rasa percaya diri dan berubah menjadi
percaya kepada Tuhan. Saat dia makin menyadari betapa berbedanya selera
manusiawi kita dengan selera Tuhan, maka mulailah ia bertanya dan bertanya
kepada Roh Kudus atas segala yang akan dikerjakannya serta kerinduan hatinya.
Jika rohaninya terus bertumbuh maka
makin lama ia makin menyadari betapa pilihan-pilihan Tuhan ternyata lebih jauh
lebih sempurna dibandingkan dengan pilihannya sendiri. Bahwa selera Tuhan jauh
lebih berkelas dibanding seleranya. Bahwa HikmatNya jauh melebihi kejeniusan
manusiawinya. Dan bahwa keputusan-keputusan Nya yang tak mampu ia selami
sebelumnya ternyata benar adanya. Maka kekaguman akan Tuhan Yesus akan makin
menguasai batinnya serta pikirannya. Matanya mulai melihat keindahan kemuliaan
Tuhan yang tak dapat dilihat sebelumnya. Tuhan Yesus menjadi buah bibirnya
setiap saat. Dan sejak saat itu si pelayan Tuhan itu menjadi jatuh cinta dengan
Yesusnya. Kini kuk itu tidak lagi menjadi beban melainkan kesukaan. Kuk itu
tidak lagi menjadi belenggu yang memberatkan hati, tetapi justru mendekatkan
hati kepada Tuhan Yesusnya. Lalu ia pun mulai naik ke level berikutnya, yaitu :
Hamba Yang Mengasihi.
Jatiwangi, 30 Juni 2016
By His Grace
Jurnalis : Joshua Ivan Sudrajat
Sumber :
Buku Jalan Penghambaan Rahasia Mencapai
Garis Akhir
Halaman : 39 – 51
Ev. Drg. Yusak Tjipto Purnomo
Media Injil Kerajaan - Semarang
Komentar
Posting Komentar