Ungkapan Kasih Yang Berbeda
Ungkapan Kasih Yang
Berbeda
Ev. Mikhael
Indriati Tjipto
“Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata : “Penyakit
itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan menyatakan kemuliaan Allah, sebab
oleh penyakit itu Anak Allah akan dimuliakan.” Yesus memang mengasihi Maria,
kakaknya dan Lazarus. Namun setelah didengarNya, bahwa Lazarus sakit, Ia
sengaja tinggal dua hari lagi di tempat itu, dimana Ia berada.” (Yohanes 11 : 4
– 6)
Yang
Ketiga adalah Ungkapan Kasih yang berbeda. Saat Lazarus sakit, Yesus menerima
Kabar “Mari Datang dan Sembuhkan.” Kita berpikir karena Yesus sangat sayang
Lazarus, Marta dan maria maka langsung sekejap, Dia datang ke tempat itu dan
berkata kepada Lazarus “Sembuh Nak, Sembuh.” Itu yang kita inginkan. Tapi
Alkitab jelas berkata begitu Tuhan Yesus mendengar kabar tentang Lazarus sakit.
Dia tidak langsung pergi malah sengaja tinggal lebih lama dan sengaja di
perpanjang.
Banyak
dari kita tidak bisa mengerti ungkapan kasih Yesus. Dalam hidup saya, saya tahu
semakin kita diajar dan dihajar berarti kita makin dicintai. Tapi semakin kita
dibiarkan, apa yang kita minta diberi maka belum tentu kita dicintai. Ungkapan
kasihNya berbeda. Alkitab berkata bahwa anak yang dikasihi itu dihajar.
Masalahnya apa kita bisa menangkap waktu dihajar Tuhan tidak mengeluh, tidak
memberontak tetapi tetap tersenyum dan berkata “Tuhan terima kasih, Engkau
masih mencintaiku.” Atau kita berkata, Aku tidak ingin didikan, aku ingin
semuanya lancar, jalanku lancar, hidupku lancar ! Mari kita belajar menangkap
ungkapan cintaNya yang berbeda.
Hal
kedua dalam cerita ini, Yesus berkata bahwa Lazarus tidak akan mati. Dia
berkata : “Penyakit ini tidak akan membawa kematian.” Kenyataannya apakah
Lazarus mati ? Mati. Yesus salah dong ? Bedanya Yesus selalu melihat apa yang
ada di akhir, kita seringkali melihat apa yang terjadi sekarang. Kalau kita mau
mengerti bahasanya Tuhan Yesus, kita harus mengerti Dia selalu melihat apa yang
terjadi diujungnya.
Banyak
anak Tuhan berkata : “Ah Tuhan bohong ! Buktinya nubuatan tidak terjadi.”
Karena banyak orang hanya melihat apa yang terjadi sekarang, dia tidak melihat
apa yang di ujung. Diujung kita menang, diujung kita diberkati, diujung kita
melihat suatu terobosan besar, tapi kita lebih sering melihat apa yang terjadi
sekarang.
Kebanyakan
orang yang tidak pernah bisa melihat jauh ke depan dan melihat ujungnya. Orang
lebih mudah berkata, “Tuhan yang salah.” Ada sepasang suami istri yang Tuhan
katakan “Pernikahan ini akan jadi berkat buat banyak orang dan benar-benar
membawa kebaikan.” Begitu menikah, hari pertama setelah pernikahan sudah
berantem dan mereka langsung berkata “Mana ? Tuhan bilang pernikahan ini
membawa kebaikan, kok ujungnya saya begini dapat istri yang galaknya minta
ampun !” Atau sang istri berkata “Dapat suami kok model begini, tidak bisa
cepat ambil keputusan !” Itu karena kita hanya melihat kejadian yang sekarang,
hanya melihat dalam perjalanan, belum lihat akhirnya.
Ketika
saya mengandung anak pertama saya Stephen, Tuhan berkata, “Anak ini
perkataannya akan begitu diurapi, apapun yang dia katakan akan jadi dan dia
akan jadi pembawa kabar baik sampai akhir hidupnya.” Kenyataannya sampai umur
empat tahun dia tidak bicara sepatah katapun. Sampai saya berpikir, “Ini anak
bisu, tuli atau apa ?” Saya lihat anak tetangga memanggil “Mama,....,
Mama,....., Mama,.... Papa,....Papa.....” Sedangkan dia tidak pernah berkata
apapun. Setelah umur empat tahun, dia bicara langsung komplit, “Ma aku mau makan.” Saya bingung, “Lho kapan
kamu belajar bicara ?”
Sekali
lagi saya katakan, “Tuhan selalu melihat yang diujung, Tuhan tidak pernah
melihat yang ditenga. Kebanyakan orang selalu melihat yang ditengah, ini yang
membuat kita marah, frustasi, kecewa, sakit hati. Mari kita belajar percaya
dengan Tuhan bawa kita sepakat dengan bahasanya, Amin !
Pada
waktu saya mau berangkat sekolah ke Belanda. Tuhan berkata, “Kamu akan
menyelesaikan sekolah dengan baik dan kamu akan jadi berkat di Belanda.”
Nyatanya selama saya disana, saya mendapat nilai do, re, mi, fa. Di tahun kedua
memasuki tahun ke tiga saya dapat surat yang mengatakan akan dipulangkan ke
Indonesia alias di Drop Out, karena prestasi saya di sekolah jelek sekali. Saya
berkata “Tuhan mana janjiMu ?”
Kalau
saya menyerah dan pulang maka ceritanya akan berbeda. Tapi hari itu saya
mengurus ke pengacara, saya berkata “Tuhan, Kau janji saya pulang saya akan
membawa Ijazah. Engkau janji saya menyelesaikan kuliah dengan baik.” Dosen
kemudian memanggil saya dan berkata, “Nak hitungannya begini, bukan karena kami
tidak percaya sama kamu. Sekolah itu kan enam tahun, maksimal tujuh tahun. Itu
ada lima tingkat. Kalau kamu empat tahun tingkat satu saja tidak lulus-lulis,
bagaimana mungkin kamu menyelesaikan tingkat dua sampai tingkat lima dalam sisa
waktu ini. Daripada kamu buang waktu dan buang uang lebih baik kamu pulang dan
menikah menjadi ibu Rumah Tangga atau kerja karena toh percuma, bagaimana
mungkin dalam waktu tujuh tahun maksimal kamu bisa lulus ?” Banyak orang pada
waktu sampai disitu, mereka menyerah, mereka lebih percaya kepada keadaan
daripada percaya kepada bahasa Tuhan, sedangkan bahasa Tuhan adalah melihat
yang diujung. Bahasa Tuhan juga bahasa Future Tense, masa depan sedangkan
seringkali bahasa kita adalah bahasa present tense, sekarang yang kelihatan
hari ini.
Kita
cukup pegang ujungnya, sepakat dengan Yesus, maka kita akan menjadi pemenang.
Kalau kiat fokus melihat yang ditengah maka sering kali kita tidak bisa melihat
yang diujung. Saat itu kalau saya memilih untuk percaya dengan keadaan, saya
berhenti dan Cuma berkata “Tuhan, Pemerintah menyuruh saya pulang, saya pulang
dong.” Dan saya tidak akan pernah selesai kuliah. Tapi hari itu saya berkata “Saya
percaya, saya percaya JanjiMu.” Kemudian saya urus dengan naik banding. Saya
menyewa pengacara, saya pakai jalur hukum. Disana kita tidak bisa berkata “Pokoknya
kan gua bayar, jadi gua bisa tinggal disini,” tidak bisa.
Saya
berjuang dengan menghadap Dekan Fakultas. Saya berkata : “Beri saya kesempatan,
pokoknya sampai enam tahun, selebihnya terserah.” Dan akhirnya dia berkata “Oke,
enam tahun ya perjanjiannya.” Terakhir dia memanggil saya dan bertanya “Kamu
ini sebenarnya bodoh atau jenius sih ?” Saya berkata, “Saya juga tidak tahu.”
Karena
sejak saya bertekad percaya akan janji Tuhan dan berjuang mendapatkannya. Tuhan
berkata “Engka membuktikan imanmu, engkau persistancemu, berpegang teguh kepada
apa yang menjadi janjiKu.” Tuhan berkata “Sejak hari ini lihatlah, tidak ada
pintu yang tertutup bagimu. Ambil mata kuliah berapa saja, engkau akan lihat
hasilnya.” Mulai saat itu saya ambil 7, 8, 12 dan puncaknya saya pernah ambil
16 mata kuliah sekaligus. Kalau ditanya, “Belajar tidak Bu ?” Saya hanya bilang
sudah tidak sempat belajar. Kerjanya hanya bertanya, Tuhan besok soalnya keluar
apa ? Tuhan berkata “Baca Halaman Sekian, cari soal ujian tahun sekian ?” Saya
hafalkan langsung jawabannya. Saya lulus dengan baik. Banyak orang bingung dan
berkata mana mungkin dalam dua tahun, kamu selesaikan tingkat satu sampai lima,
skripsi bahkan hingga S2. Saya selesaikan semuanya hanya dalam waktu dua tahun.
Tuhan tidak pernah bohong.
Kalau
ada yang bertanya, “Bu, ibu mengerti apa ?” Biar bagaimana saya tetap kuliah,
walaupun tidak terlalu pandai tapi saya mengerti semua mata kuliah. Soal
perkara lulus, tidak lulus itu benar-benar soal Janji Tuhan yang saya
benar-benar percaya Ya dan Amin. Seberapakah kita bisa persistance, pegang
janji Tuhan ? Setiap kali Tuhan berkata, “Jadi penguasa bangsa-bangsa !” Apa
kita bisa percaya itu tidak ?
By
His Grace
Joshua
Ivan Sudrajat S
Sumber
:
Kelas-Kelas
Pengenalan Akan Tuhan
Ev.
Mikhael Indriati Tjipto
Halaman
: 21-26
Blessed
To Bless – Bekasi
Komentar
Posting Komentar