JANGAN SALAH PILIH 1B
Part lebih kecil - siapa tau kalau kepanjangan keburu pusing :P
JANGAN SALAH
(Part 1 : Jangan Salah Pilih - B)
Ev. Iin Tjipto
Ibadah JKI Hananeel (01-10-2017)
Tahun yang lalu, mari kita coba lihat seberapa kita salah pilih? Dan juga peringatan untuk tahun depan, jangan pernah salah memilih.
Kesaksian dari salah satu teman Ibu Iin.
Pada saat itu, ia masih remaja dan sedang harus menentukan pilihan di antara dua pria.
Pria yang pertama, adalah seorang pegawai negeri, wajahnya pas-pasan, uang juga pas-pasan, sama-sama orang gereja - sehingga diberi nama "Si Enam (6)" - nilainya cuma 6.
Lalu kemudian datang lagi seorang. Ia adalah seorang Dokter, lulusan luar negeri, wajahnya ganteng. Sama-sama ada di gereja itu. Orangnya kaya raya, lalu sangat sopan - sehingga diberi nama "Si Sembilan (9)".
Pada hari itu teman saya berkata, "Saya bersyukur punya orang tua yang ajaib."
Orang tuanya berkata : "Nak, ini hidupmu... Jadi kami tidak mau kami yang memutuskan. Kamu yang harus berdoa, kamu yang memutuskan."
Teman Ibu Iin berkata, "Sebenarnya, seluruh hati saya, pengennn banget sama si 9. Tetapi setiap kali saya berdoa, Tuhan bilang si 6."
Akhirnya dia berkata, "Tuhan, aku pilih Engkau. Aku lebih percaya Engkau daripada semua mata dan semua yang aku lihat."
Teman Ibu Iin ini juga punya adik sepupu, dan adik sepupunya berkata, "Ci, elu bener nih, pilih si 6, gak pilih si 9?"
Dan teman Ibu Iin menjawab, "Benar."
Adik sepupunya berkata, "Yaudah, gua saut ya si 9."
Temannya Ibu Iin menjawah, "Silahkan."
Adik iparnya minta dikenalin, lalu jadi. Maka jadilah mereka dua pasang menikah, satu dengan si 6 dan satu dengan si 9.
Si Enam memulai dengan rumah sederhana, dicicil di daerah Kemang Pratama dan disitulah Ibu Iin bertemu dengan temannya. Imannya naik, semuanya naik. Walaupun hidupnya mepet, dia melihat Tuhan, dia bergantung sama Tuhan. Dan keluarga ini terus memberi dalam segala keterbatasan.
Tuhan terus bukakan bisnis-bisnis bagi suaminya dan mereka terus naik.
Sedangkan adik sepupunya, setelah menikah langsung pergi jalan-jalan, dapat rumah bagus di Pondok Indah dan hidupnya sempurna sekali. Tetapi sebulan kemudian, adiknya datang dan menangis.
Adiknya menceritakan, "Ci, ternyata si Sembilan homo! Ternyata si Sembilan hanya mesti nikah karena status, tetapi dia tidak pernah bisa."
Singkat cerita, hanya dalam waktu enam bulan mereka mulai mengajukan proses perceraian. Dan dalam waktu setahun, mereka sudah berpisah.
Ibu Iin mau berkata, "Jangan pernah salah pilih."
Selviani Lakmudin
JANGAN SALAH
(Part 1 : Jangan Salah Pilih - B)
Ev. Iin Tjipto
Ibadah JKI Hananeel (01-10-2017)
Tahun yang lalu, mari kita coba lihat seberapa kita salah pilih? Dan juga peringatan untuk tahun depan, jangan pernah salah memilih.
Kesaksian dari salah satu teman Ibu Iin.
Pada saat itu, ia masih remaja dan sedang harus menentukan pilihan di antara dua pria.
Pria yang pertama, adalah seorang pegawai negeri, wajahnya pas-pasan, uang juga pas-pasan, sama-sama orang gereja - sehingga diberi nama "Si Enam (6)" - nilainya cuma 6.
Lalu kemudian datang lagi seorang. Ia adalah seorang Dokter, lulusan luar negeri, wajahnya ganteng. Sama-sama ada di gereja itu. Orangnya kaya raya, lalu sangat sopan - sehingga diberi nama "Si Sembilan (9)".
Pada hari itu teman saya berkata, "Saya bersyukur punya orang tua yang ajaib."
Orang tuanya berkata : "Nak, ini hidupmu... Jadi kami tidak mau kami yang memutuskan. Kamu yang harus berdoa, kamu yang memutuskan."
Teman Ibu Iin berkata, "Sebenarnya, seluruh hati saya, pengennn banget sama si 9. Tetapi setiap kali saya berdoa, Tuhan bilang si 6."
Akhirnya dia berkata, "Tuhan, aku pilih Engkau. Aku lebih percaya Engkau daripada semua mata dan semua yang aku lihat."
Teman Ibu Iin ini juga punya adik sepupu, dan adik sepupunya berkata, "Ci, elu bener nih, pilih si 6, gak pilih si 9?"
Dan teman Ibu Iin menjawab, "Benar."
Adik sepupunya berkata, "Yaudah, gua saut ya si 9."
Temannya Ibu Iin menjawah, "Silahkan."
Adik iparnya minta dikenalin, lalu jadi. Maka jadilah mereka dua pasang menikah, satu dengan si 6 dan satu dengan si 9.
Si Enam memulai dengan rumah sederhana, dicicil di daerah Kemang Pratama dan disitulah Ibu Iin bertemu dengan temannya. Imannya naik, semuanya naik. Walaupun hidupnya mepet, dia melihat Tuhan, dia bergantung sama Tuhan. Dan keluarga ini terus memberi dalam segala keterbatasan.
Tuhan terus bukakan bisnis-bisnis bagi suaminya dan mereka terus naik.
Sedangkan adik sepupunya, setelah menikah langsung pergi jalan-jalan, dapat rumah bagus di Pondok Indah dan hidupnya sempurna sekali. Tetapi sebulan kemudian, adiknya datang dan menangis.
Adiknya menceritakan, "Ci, ternyata si Sembilan homo! Ternyata si Sembilan hanya mesti nikah karena status, tetapi dia tidak pernah bisa."
Singkat cerita, hanya dalam waktu enam bulan mereka mulai mengajukan proses perceraian. Dan dalam waktu setahun, mereka sudah berpisah.
Ibu Iin mau berkata, "Jangan pernah salah pilih."
Selviani Lakmudin
Komentar
Posting Komentar