BUAH SULUNG

BUAH SULUNG

Persembahan merupakan salah satu bagian sentral dalam ibadah Kristen. Pengajaran tentang persembahan merupakan pengajaran yang terus berkesinambungan bagi umat Allah. Baik dalam kitab Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, para nabi dan para rasul dan juga Yesus sendiri jelas mengajarkan tentang persembahan kepada umat-Nya.

Tentang Persembahan Sulung
Buah Sulung adalah buah pertama pada musim panen; hasil pertama dari apa pun. Kata Ibrani רֵאשִׁית - RESYIT, harfiah: "mula/ awal" (berasal dari kata dasar: רֹאשׁ - ROSY/ ROSH, artinya: "kepala") digunakan dalam arti: bagian pertama, saat keberangkatan, "awal", atau "mula" (Ulangan 11:12; Kejadian 1:1; 10:10. Kata "RESYIT" ini juga bermakna yang "terbaik" (Keluaran 23:19); dan "buah sulung": * Imamat 2:12: “Tetapi sebagai persembahan dari hasil pertama (RESYIT) boleh kamu mempersembahkannya kepada TUHAN, hanya janganlah dibawa ke atas mezbah menjadi bau yang menyenangkan”.

Terdapat istilah lainnya dalam bahasa Ibrani untuk "buah sulung/ buah bungaran", kata Ibrani בִּכּוּר - BIKUR (singular)בִּכּוּרִים - BIKURIM (plural), yang khusus digunakan untuk biji-bijian dan buah-buahan: Keluaran 23:16: Kaupeliharalah juga hari raya menuai, yakni menuai buah bungaran (BIKURIM) dari hasil usahamu menabur di ladang; demikian juga hari raya pengumpulan hasil pada akhir tahun, apabila engkau mengumpulkan hasil usahamu dari ladang. Nehemia 10:35: “Lagipula setiap tahun kami akan membawa ke rumah TUHAN hasil yang pertama (BIKURIM) dari tanah kami dan buah sulung segala pohon.

Kata Yunani untuk "buah sulung" adalah: ἀπαρχή - APARKHÊ berasal dari kata - ARKHOMAI yang memiliki arti dasar "yang terutama, keunggulan". Bilangan 15:20-21: ”Tepung jelaimu yang mula-mula haruslah kamu persembahkan sebagai persembahan khusus berupa roti bundar; sama seperti persembahan khusus dari hasil tempat pengirikanmu, demikianlah harus kamu mempersembahkannya”.

Persembahan buah sulung
Allah memerintahkan bangsa Israel untuk mempersembahkan kepada-Nya buah sulung dari manusia, binatang, atau hasil bumi (Keluaran 22:29, 30; 23:19; Amsal 3:9). Mempersembahkan buah sulung kepada Allah merupakan bukti bahwa orang Israel menghargai berkat Allah, negeri mereka serta panenannya.

Persembahan Buah Sulung ini sebagai ucapan syukur atas panenan yang diperoleh, maka petani Israel menyerahkan sebagian hasil panennya kepada Allah. Pada waktu semula mereka persembahkan buah-hasil yang pertama. Di waktu kemudian sering terjadi, bahwa yang mereka persembahkan adalah yang kwalitatif terbaik (gandum, buah anggur, buah jaitun, bulu domba).


Bagian panen yang pertama itu disiapkan untuk kenisah atau untuk para imam (semacam pajak), terutama pada pesta-pesta panen, namun persembahan ini bukan merupakan pemberian keseluruhan hasil panen tetapi hanya seberkas saja (Imamat 23:10-11, 17). Doa yang di ucapkan bersamanya (Ulangan 26:5-10) merupakan suatu ungkapan untuk memuja Tuhan sebagai pemberi tanah yang subur (mengenai peraturan tentang doa itu lihat Bilangan 15:17-21; 18:12-13; Imamat 19:24 dan lain-lain).

Buah Sulung itu dalam ibadah Bani Israel diidentikan dengan Perayaan HARI RAYA BUAH SULUNG, ספירת העומר - SFIRAT HA'OMER yang disebut di Imamat 23. Petunjuk Pelaksanaannya adalah : yang dibawa itu adalah seberkas gandumdan 2 roti sebagai buah sulung : Imamat 23:10-11, 17, "Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu sampai ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, dan kamu menuai hasilnya, maka kamu harus membawa seberkas hasil pertama dari penuaianmu kepada imam.

Setiap anak sulung laki-laki dari manusia dan anak sulung jantan dari binatang disucikan bagi Allah, dengan cara dipersembahkan atau ditebus. Anak sulung dari angkatan zaman Keluaran ditebus melalui mengkhususkan orang Lewi – Bilangan 3:40-41; sesudah itu tiap anak lelaki sulung, sesudah berumur satu bulan, ditebus dengan membayar 5 syikal kepada imam (Bilangan 18:16; bandingkan 3:42-51). Yesus ialah anak sulung (Yunani, πρωτοτοκος – prôtotokos, Matius 1:25; Lukas 2:7), dan diceritakan bahwa orangtua-Nya memberlakukan kepada-Nya apa yang ditentukan hukum Taurat (Lukas 2:27).

Anak sulung jantan dari binatang tahir harus dikorbankan (Bilangan 18:17-18; Ulangan 12:6,17); jika cacat binatang-binatang itu harus disembelih dan dimakan (Ulangan 15:19-23). Anak sulung jantan dari binatang najis harus ditebus (Bilangan 18:15), dalam hal anak keledai harus ditebus dengan anak domba atau lehernya harus dipatahkan (Keluaran 13:13; 34:20).

Suatu penyakit yang parah dapat disebut 'anak sulung maut' (TB, penyakit parah, Ayub 18:13). Hasil bumi juga ditaruh dalam keranjang dan dibawa oleh orang Israel ke tempat suci (Ulangan 26:1-2), lalu mereka mengucapkan Firman yang dicatat di Ulangan 26:5-10 sebagai pemenuhan MITSVOT ke-560: Membaca Bagian Tentang Persembahan Buah Sulung. Nas tersebut sebenarnya adalah garis besar sejarah bangsa itu sejak mereka tiba di Mesir hingga mereka dibebaskan dan dibawa ke Tanah Perjanjian.

Sehubungan dengan pohon yang baru ditanam, selama tiga tahun pertama pohon ini dianggap tidak murni, seolah-olah belum disunat. Pada tahun keempat, semua buahnya menjadi kudus bagi Allah. Lalu, pada tahun kelima, sang pemilik boleh mengumpulkan buahnya bagi dirinya sendiri (Imamat 19:23-25).

Konon muncul kebiasaan bahwa setiap lokasi mengirimkan seorang wakil yang akan membawa buah sulung sumbangan penduduk distrik itu ke Yerusalem agar tidak semua orang harus merepotkan diri untuk melakukan perjalanan setiap kali buah sulung telah masak. Dalam sejarah Israel, kadang-kadang kebiasaan itu dilalaikan, dan pada masa-masa tertentu dipulihkan oleh para penguasa yang bergairah untuk ibadah sejati.

Pada waktu reformasi oleh Raja Hizkia, Hari Raya Roti Tidak Beragi diperpanjang lamanya, dan pada kesempatan itu Hizkia memerintahkan rakyat agar memenuhi kewajiban mereka untuk memberikan persembahan buah sulung dan sepersepuluhan. Rakyat menanggapinya dengan penuh sukacita dengan membawa sejumlah besar buah sulung dari biji-bijian, anggur baru, minyak, madu, dan semua hasil ladang, dari bulan ketiga hingga ketujuh (2 Tawarikh 30:21, 23; 31:4-7).

Setelah pemulihan dari Babel, Nehemia memimpin umat itu dalam mengucapkan sumpah untuk berjalan menurut hukum Allah, termasuk membawa buah sulung dari segala sesuatu bagi-Nya (Nehemia 10:29, 34-37). Jumlah buah sulung yang akan dipersembahkan tidak ditetapkan oleh Hukum Taurat dan tidak juga diartikan bahwa persembahan buah sulung itu memaknakan memberikan keseluruhan hasil panen sehingga tidak tersisa-sama sekali bagi umat untuk mengkonsumsinya untuk menyambung hidup; Jumlah persembahan buah sulung tampaknya hal ini diserahkan kepada kemurahan hati dan penghargaan si pemberi.

Akan tetapi, bagian atau buah sulung yang terbaiklah yang harus dipersembahkan (Bilangan 18:12; Keluaran 23:19; 34:26). Persembahan buah sulung bagi Allah dan juga persembahan-persembahan lainnya dari ke-12 suku Israel non-Lewi digunakan oleh para imam dan orang Lewi, karena mereka tidak mendapat milik pusaka di negeri itu (Bilangan 18:8-13).

Dari Berbagai Sumber

Joshua Ivan Sudrajat

Komentar

Postingan Populer