PILAR-PILAR MASA PENENTUAN
Pilar-Pilar Masa
Penentuan
Ev. Mikhael Indriati Tjipto
Kalau
saudara-saudara perhatikan bahwa hari-hari ini ada banyak orang-orang tua yang
Tuhan panggil pulang. Seperti didalam Alkitab, ini adalah tanda suatu generasi
yang baru sedang menduduki Tanah Perjanjian. Saat itu bangsa Israel sedang
mengalami hal yang sama dimana semua generasi pertama habis kecuali Kaleb dan
Yosua. Dan generasi selanjutnya, generasi yang baru sedang mengalami
kemenangan, kemuliaan dan lawatan.
Saat
saya berdoa sesudah Acara Festival Pelajar Bethkasih dan semua yang Bahtera
sudah lakukan selama 10 tahun, Tuhan berkata : apa yang kami tabur itu adalah
benih yang tidak akan terhentikan, sekalipun Tuhan tidak sepenuhnya menyatakan
kuasaNya, supaya tidak terjadi kehebohan sehingga kita disorot dan tidak bisa
bergerak bebas. Tetapi setiap taburan bahkan deklarasi bahwa mereka akan
mengalami hujan cinta, pertemuan secara pribadi dengan Tuhan, mengalami
kesembuhan, mereka akan mendapatkan mimpi dan penglihatan tentang Tuhan, ini
semuanya akan terjadi. Hati mereka akan berubah dan sebuah generasi yang baru.
Sedangkan
untuk kita, Tuhan berkata tahun ini kita akan menerima tujuh kali lipat dan
bagi mereka yang siap dan didalam hidupnya akan ada banyak hal yang
dipercayakan, tetapi harus ada lima pilar. Saya berdoa saudara dan saya harus
menangkapnya sebab perlu ada lima pilar didalam hidup kita untuk membuat kita
teguh dan kuat sampai akhir.
Pilar
Mezbah
“Ketika Tuhan mencium persembahan yang harum itu,
berfirmanlah Tuhan dalam hatiNya : “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena
manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya,
dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Ku
lakukan. Selama bumi masih ada, tak akan berhenti-henti musim menabur dan musim
menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam.” (Kejadian 8 : 21
– 22)
Selama
ada korban, doa-doa dan pujian yang naik dihadapan Tuhan, maka tidak akan
berhenti musim menabur dan musim menuai. Kalau didalam hidup kita ada mezbah,
itu selalu menyentuh hati Tuhan. Di Festival Pelajar saya melihat murid-murid
berseragam pramuka yang bertugas memungut sampah, saya sangka mereka mulai
tugas sore hari saat acara hampir selesai, ternyata mereka sudah bertugas sejak
tadi pagi.
Sebelumnya
saya sudah bilang untuk sewa petugas kebersihan atau pekerjakan dibagian
kebersihgan. Saya juga lihat banyak anak-anak ditugaskan dibagian kebersihan.
Saya juga lihat banyak anak-anak yang sudah menari, tapi masih beres-beres dan
angkut-angkut properti. Yang mereka lakukan semua itu, Tuhan sangat disukakan.
Tuhan berkata bau harum naik di hadapanNya. Itulah bau korban dari mezbah hidup
kita.
Pada
suatu hari, saya akan berangkat pelayanan dan tiba-tiba mobil saya harus
dipakai untuk mengambil barang disuatu tempat. Lalu saya pakai ojek motor
karena hari itu ada pelayanan di Bethkasih. Baru saja saya naik motor, turunlah
hujan gerimis. Saya mulai mengeluh kepada Tuhan dan berkata : “Tuhan kok
hujannya pas saya tidak ada mobil.”
Tiba-tiba
saya malas pelayanan dan saya cek ternyata pelayanan itu di sebuah rumah
persekutuan doa yang dihadiri 30 orang. Saya mulai kesal dengan sekretaris saya
kenapa atur jadwal saya untuk melayani dipersekutuan kecil. Tapi saya harus
tetap berangkat karena saya sudah janji mau datang.
Diperjalanan
saya naik ojek itu, Tuhan mulai berkata : “Aku akan memberkatimu, mengangkatmu,
bahkan mempercayakan hal-hal yang lebih besar lagi. Tapi Aku rindu dengan Iin
yang dulu. Iin yang peduli dengan satu jiwa, yang mau tetap melayani
persekutuan walaupun hanya ada satu anggota saja. Iin yang melakukan kunjungan
dari rumah ke rumah, turun ke jalanan dan selalu ada mezbah cinta, mezbah
pengorbanan, mezbah pujian dalam hidupmu.” Saya menangis di ojek itu, ditambah
hadirat Tuhan yang sangat manis dan tidak ada penghakiman dariNya. Itu semua memang
sudah hilang dari hidup saya, dan saya bertekad untuk kembali membangun mezbah.
“Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu
bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni jemaat dari Allah
yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran.” (1 Timotius 3 : 15)
Mezbah
tidak hanya ada dalam pelayanan atau pekerjaan, tetapi disetiap aspek
kehidupan. Tiang-tiang penopang atau pilar mezbah harus ada di dalam keluarga.
Bagaimana memilih untuk mengasihi, melayani, selalu berdoa bagi yang lain, memilih
mengerti, menutup semua kesalahan adalah mezbah sehari-hari yang harus terus
ada dalam hidup kita.
“Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah
aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan
yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah ibadahmu yang
sejati.” (Roma 12 : 1)
Banyak
yang berpikir bahwa beribadah adalah datang ke tempat ibadah, gereja,
persekutuan, berdoa dan menyanyi di gereja. Tetapi jika dikatakan di Alkitab
bahwa ada ibadah yang sejati, maka ada juga ibadah yang tidak sejati, dimana
yang ada bukanlah mezbah melainkan panggung. Jika dalam hidup kita tidak
memiliki mezbah, maka sebuah panggunglah yang akan berdiri. Kita bisa belajar
dari kehidupan Kain dan Habel, juga kehidupan Saul dan Daud, dimana jelas
perbedaan antara hidup yang menjadi panggung dan hidup sebagai mezbah.
Kejadian 4 : 1 – 10
Kain dan Habel
4:1 Kemudian manusia itu bersetubuh dengan Hawa, z
isterinya 1 ,
a
dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain; b
maka kata perempuan itu: "Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan
pertolongan TUHAN." 4:2 Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, c
adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani. d
4:3 Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain
mempersembahkan e
sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN 2 f
sebagai korban persembahan; 4:4 Habel juga mempersembahkan korban persembahan
g
dari anak sulung kambing dombanya, h
yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya
i
itu, 4:5 tetapi Kain dan korban persembahannya tidak
diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram. 4:6 Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu
panas j
dan mukamu muram? 4:7
Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau
tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; k
ia sangat menggoda engkau 3 , tetapi engkau harus berkuasa
atasnya. l "
4:8
Kata Kain kepada Habel, adiknya: "Marilah kita pergi ke padang."
Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu
membunuh dia. m
4:9
Firman TUHAN kepada Kain: "Di mana Habel, n
adikmu itu?" Jawabnya: "Aku tidak tahu! o
Apakah aku penjaga adikku?" 4:10
Firman-Nya: "Apakah yang telah kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak
kepada-Ku 4 dari tanah. p
Apa
yang membedakan antara persembahan Kain dan persembahan Habel ? Mengapa Tuhan
menolak persembahan Kain ? Tampaknya Kain sudah mempersembahkan yang terbaik
yang ia miliki, yang bisa dia berikan. Tapi mari dilihat dari respon Kain. Kain
menjadi iri, marah, hatinya panas dan ia hanya melihat siapa yang
mempersembahkan korban yang terbaik, ini adalah ciri hidup yang sudah menjadi
panggung. Sedangkan Habel membangun Mezbah dengan belajar mengenal Tuhan dan
seleraNya, belajar menyukakan Tuhan, menyukai yang Tuhan sukai, bukan selera
pribadi yang menonjol. Menjadi mezbah yang sejati seringkali harus melalui
membayar harga dimana tidak ada orang yang melihat.
Seperti
yang dilakukan seorang ibu yang setahun lamanya berdoa tiap malam dan itu
menghasilkan lawatan di sebuah desa di Afrika, atau seorang janda miskin yang
memberikan persembahan dua peser yang adalah seluruh hartanya, juga ada seorang
pemimpin yang merelakan peremukan jiwa terjadi didalam hidupnya saat ia harus
menghadapi suami atau istrinya yang tidak sejalan dengan kegerakan Tuhan, dan
apa yang pak Yusak bayar dengan tiap hari bangun jam tiga pagi dan membaca 30
pasal Alkitab tiap hari. Mezbah dibangun saat korban yang dinaikkan tidak
dilihat orang.
Saat
panggung yang didirikan dan bukannya mezbah, ada dosa, roh-roh jahat, kelemahan
mata dan kedagingan yang sudah mengintip, ada dosa yang sudah menanti, sangat
menggoda didepan pintu hati. Tapi saya berdoa, kita semua berkuasa atas bujukan
dosa untuk marah, iri dan pahit dan memilih untuk menaikkan dupa yang harum
berupa penyembahan kita sekalipun tampaknya tidak ada cukup alasan untuk
melakukannya.
Sebab
panggung hanya menjadikan seorang pembunuh. Awalnya mau mempersembahkan korban,
tapi berakhir menjadi seorang pembunuh saat panggung yang berdiri. Sedangkan
menjadi mezbah itu berarti meletakkan bagi Tuhan yang paling dikasihi, berani
membunuh kedagingannya sendiri.
Selanjutnya
tidak ada dampak kekal yang dapat diakibatkan dari sebuah panggung, sedangkan
sebuah mezbah hidupnya tetap ada dihadapan Tuhan. Sekalipun Habel sudah
dibunuh, mezbah hidupnya tetap ada dihadapan Tuhan. Bukan berkat yang diterima
saat hidup berubah menjadi panggung melainkan kutuk yang berlaku atas hidupnya,
sebab panggung fokus kepada pertunjukan, apa yang dapat diperlihatkan dan
dipamerkan, sedangkan sebuah mezbah adalah mengejar sebuah hubungan.
Saat
Habel memelihara domba-dombanya, ia juga memberikan makan domba-dombanya dan
menyayangi domba-dombanya. Sebab itu tidak mudah bagi Habel untuk menyembelih
domba peliharaannya, ia tidak pernah bisa melakukannya dengan tertawa, tapi
Habel dengan sangat sakit, dengan air mata ia meletakkan dombanya diatas mezbah
sebagai korban. Mungkin dia teriak dengan berkata ini semua hanya ku lakukan
karena aku mengasihiMu lebih dari segalanya. Perasaan yang sama juga dirasakan
oleh Abraham, saat naik ke Gunung Moria dan berjalan dengan Ishak. Tidak
terlintas dihatinya dan dipikirannya untuk sebuah pujian, berkat maupun tepuk
tangan. Ini bukan tentang siapa yang terbaik, siapa yang menang, karena hati
mereka hancur. Mereka hanya melakukannya karena mereka berkata semua untuk
Tuhan dan karena Tuhan, yang terbaik yang hanya bisa kuberikan adalah milik
Tuhan.
Contoh
kedua dari kehidupan yang menjadi Mezbah atau panggung terjadi didalam hidup
Daud dan Saul, dimana Saul menghidupi panggung persaingan sedangkan Daud hidup
sebagai mezbah cinta dan ketulusan.
1 Samuel 18 : 7 – 16
18:7 dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi b
berbalas-balasan, katanya: "Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi
Daud berlaksa-laksa. c "
18:8 Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan
perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: "Kepada Daud
diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya
beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatan raja d
itupun jatuh kepadanya." 18:9 Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki e
Daud. 18:10 Keesokan harinya roh jahat f
yang dari pada Allah itu berkuasa atas Saul, sehingga ia kerasukan 1 di tengah-tengah rumah, sedang Daud
main kecapi g
seperti sehari-hari. h
Adapun Saul ada tombak i
di tangannya. 18:11 Saul melemparkan tombak itu, karena pikirnya:
j
"Baiklah aku menancapkan Daud ke dinding." Tetapi Daud mengelakkannya
k
sampai dua kali. l
18:12 Saul menjadi takut m
kepada Daud, karena TUHAN n
menyertai o
Daud, sedang dari pada Saul Ia telah undur. p
18:13 Sebab itu Saul menjauhkan Daud dari dekatnya
dan mengangkat dia menjadi kepala pasukan seribu, sehingga ia berada di depan
q
dalam segala gerakan r
tentara. 18:14 Daud berhasil s
di segala perjalanannya, sebab TUHAN menyertai t
dia. 18:15 Ketika dilihat Saul, bahwa Daud sangat
berhasil, makin takutlah ia kepadanya; 18:16 tetapi seluruh orang Israel dan orang Yehuda
mengasihi Daud, karena ia memimpin segala gerakan u
mereka.
Saat
sebuah panggung yang dikejar, maka persaingan dan kemenangan menjadi yang
terutama dalam hidup. Tidak ada yang penting bagi Saul selain diperhitungkan
dan diakui sebagai yang terhebat. Tetapi bagi Daud, hubunganlah segala-galanya,
sebab dalam sebuah hubungan ada cinta, ada pengenalan akan Tuhan yang benar.
Mezbah adalah sebuah Hubungan Cinta,
Pengorbanan dan Pengabdian. Tapi panggung adalah perebutan menjadi yang
terbaik, menjadi yang ternama, mendapat pujian dan tepuk tangan.
Selanjutnya
kemarahan mulai berakar dalam hati Saul sehingga ia mau membunuh Daud, seorang
pembawa senjatanya sendiri. Seorang yang dulunya ia cintai. Dan yang mengerikan
terjadi, saat Roh Kudus mulai undur dan meninggalkan Saul. Saul kehilangan
PribadiNya sendiri tetapi semakin nyata pengurapan Tuhan atas hidup yang
dipersembahkan sebagai mezbah.
Ciri
lain dari hidup yang dijadikan sebuah panggung adalah tidak memiliki keberanian
untuk tinggal dalam shalom Tuhan, sedangkan Daud dimanapun dia berada bahkan
digaris terdepan sekalipun, tetap tinggal dalam shalom Tuhan. Tidak heran kalau
seluruh rakyat mengikuti Daud sedangkan Saul ditinggalkan. Demikian orang yang
menjadikan hidupnya sebagai mezbah bukan panggung, itu akan menarik orang
banyak datang.
Bahkan
dalam sebuah pelayanan, orang dapat dengan mudah menggantikan mezbah. Manusia
cenderung tidak menyukai mezbah. Sebab mezbah adalah tempat kita dilukai,
tempat kita berkorban, tempat kita meletakkan mimpi kita dan sebagainya. Sangat
mudah memilih kecewa, pahit hati, marah, memilih apa yang kita pikir benar,
memilih kenyamanan, memilih tidak mau dilukai. Jangan pernah berpikir kita ini
Daud, bukan Saul. Padahal kenyataannya hati kita sering rapuh, takut, letih,
kecewa, iri hati, pahit, marah, bersaing seperti hati Saul.
Jatiwangi,
26 Juli 2016
By
His Grace
Joshua
Ivan Sudrajat
Sumber
:
Buku
Pilar-Pilar Masa Penentuan
Ev.
Iin Tjipto Purnomo
Halaman
1 – 10
Blessed
To Bless – Bekasi
Pemesanan
Hubungi :
+62
21 4585 1254 dan +62 8888 377 977
Komentar
Posting Komentar