Catatan Harian Seorang Pengejar Keintiman dengan Tuhan
Catatan Harian Seorang Pengejar Keintiman dengan Tuhan
“Tuhan buatlah jalanku
berhasil, bukan agar aku bisa mencapai kejayaan, tapi agar
kehidupanku bisa menunjukkan nilai dari mengenal Allah...”
Penggalan kalimat di atas adalah sebuah doa yang diucapkan seorang
pemuda berusia 20 tahun yang sangat mencintai Tuhan dan rindu semakin
mengenal Dia setiap saat. Begitu besarnya kerinduan ini, sampai ia
ingin “dibakar habis oleh api-Nya hingga tak tersisa, supaya hanya
Kristus saja yang terlihat dalam hidupnya.” Kerinduannya akan Tuhan
ini akhirnya membawa si pemuda kepada suatu panggilan, mati bagi
Kristus.
Pemuda itu bernama Jim Elliot. Seorang misionaris yang
terbunuh dalam pekerjaan misi pada suku yang tak pernah bersentuhan
dengan dunia luar sebelumnya, Suku Auca. Ia mati mengenaskan pada
usia muda bersama tiga rekannya sesama misionaris. Ellisabeth Elliot,
istri yang pernah menjadi bagian dari hidup Jim, bersaksi bahwa
suaminya adalah seseorang yang memiliki keintiman dengan Tuhan melebihi
orang-orang lain yang ia kenal.
Sepintas, tampaknya Jim adalah
seseorang yang luar biasa, yang hidup sebagai misionaris dan
menggenapi panggilan Tuhan dalam hidupnya. Namun, bagaimana Jim
membangun kesehariannya dalam keintiman dengan Tuhan? Apakah ia tidak
pernah mengalami kendala dalam membangun hubungan intim dengan Tuhan?
Apa pergumulan-pergumulan yang ia hadapi saat ia mengejar keintiman
dengan Tuhan? Melalui catatan hariannya, kita dapat melihat bahwa
justru dalam pergumulan yang dihadapinya, Jim belajar menemukan
penghalang-penghalang keintimannya dengan Tuhan. Mari kita lihat apa
yang Jim tulis, karena ternyata, penghalang-penghalang ini juga kita
alami dalam hidup kita di zaman ini.
Penghalang 1: Terlalu sibuk
“23 Februari 1949. Beberapa waktu ini saya belum
menulis apapun. Terlalu sibuk untuk meluangkan waktu…akibatnya saya
belum mendapatkan hal yang segar setiap hari. ‘Terlalu sibuk’ - itu
kata yang terkutuk. Bapa, ampunilah saya karena terlalu sibuk dengan
urusan akademis dan materi, begitu banyak memberi makanan untuk otak
dan manusia lahiriah, tapi sedikit sekali peduli dengan
sungguh-sungguh bagi urusan rohani.”
Jim Elliot mengungkapkan perasaan bersalahnya ketika
mendapati bahwa waktu-waktunya dipakai lebih banyak kepada hal yang
kelihatan: urusan-urusan “akademis dan materi”, “otak dan manusia
lahiriah”. Bagaimana dengan kita? Dalam waktu yang Tuhan berikan
selama 24 jam dalam satu hari, apakah kita memberikan waktu yang
terbaik kepada untuk bersekutu dengan Dia? Atau justru kita terbiasa
untuk hanya menyisihkan sisa waktu, karena kita terlalu sibuk? Kita
memang hidup di zaman modern di mana teknologi semakin berkembang dan
persaingan hidup semakin ketat. Tapi hal-hal itu bukan alasan untuk
kita lebih mementingkan hal-hal lain sehingga kita alpa dalam mencari
Tuhan. Seharusnya, dengan keadaan dunia yang semakin ‘jahat’ , kita
semakin butuh dekat dengan Tuhan, karena kita butuh mengalami
penyertaanNya setiap saat.
Penghalang 2: Sumber kebahagiaan palsu
“Dahaga yang timbul dari jiwa sungguh memerlukan
minuman ilahi. Saya merasa sendirian pagi ini dan sangat tidak mampu
berdoa karena batinku yang begitu banyak pergumulan. …Kerinduan akan
perkara duniawi semakin meningkat dan membesar, saya sadar begitu hal
itu dipuaskan, saya tetap tidak akan bisa tenang... Pesimisme yang
sama dalam kitab ini agak menolong saya, tapi saya tidak tahu
mengapa...Hai jiwaku, pertimbangkanlah, seluruh kehidupan adalah
kesia-siaan dan k au tidak akan lebih bahagia saat berada dalam
suasananya yang lebih cerah sekalipun. Celaka dan kesepian mungkin
mengerikan, tapi kebahagiaan itu palsu, begitupun dalam kerumunan
manusia.”
Di sini kita melihat kesepian dan kegalauan hati Jim.
Ia sangat ingin memuaskan dan menghibur hatinya dengan
perkara-perkara duniawi, namun ia tahu persis bahwa semua itu tidak
akan mendatangkan kebahagiaan yang sejati. Apakah kita lebih suka
update kondisi hati di social media daripada mencurahkannya ke Tuhan?
Apakah kita lebih suka mendapatkan banyak like atau komentar dari
orang lain di update status kita daripada mendengar jawaban Tuhan bagi
hati kita? Setiap orang ingin bahagia, tapi apakah kita sudah
mengejar bahagia yang sejati? Ingat, kebahagiaan sejati hanya
didapatkan dalam keintiman dengan Tuhan.
Penghalang 3: Tidak memiliki gairah (Malas)
“4 Februari 1950. Hari ini aku sulit mendapatkan
sesuatu dari Firman. Tidak sungguh-sungguh dalam doa. Gangguan di
rumah, udara dingin, dan kadang-kadang sakit kepala membuat perkara
rohani kurang berharga sepanjang minggu ini. Aku rasa aku harus
mendorong diri untuk belajar, mengikuti ‘keharusan’ hati nuraniku
untuk mendapatkan sesuatu dari Firman, seringkali aku kehilangan
gairah. Penting sekali untuk belajar menghormati dan taat pada
‘keharusan yang muncul dalam hati’ jika aku ingin kondisi jiwaku
berada dalam kesalehan.”
Apa yang kita lakukan jika gairah akan doa dan Firman
Tuhan mulai hilang dari hidup kita? Malas berarti, misalnya, lebih
memilih untuk tetap tidur walaupun alarm sudah membangunkan,
dibanding bersaat teduh. Ini bias terjadi disertai berbagai alasan:
sakit kepala, kecapekan, suasana hati tidak enak, dsb. Jim Elliot
pernah merasakan juga hal yang sama. Namun sebenarnya, daging kita
lemah, tetapi roh penurut. Jika ada rasa malas menyerang, memang kita
harus memaksa diri untuk tetap konsisten membangun hubungan dengan
Tuhan. Jangan biarkan malas menjadi celah yang merusak kebiasaan kita
bergaul dengan Tuhan.
Penghalang 4: Kesukaan diri melebihi kesukaan Tuhan
“23 Januari 1950. Malam ini aku merasa kecil hati
karena aku kurang disiplin...‘Orang yang mengetahui harus berbuat
kebaikan... tetapi ia tidak melakukannya, maka ia berdosa’. Berdosa
karena bertindak keterlaluan dengan seharian mengurusi koleksi
perangkoku – sambil beralasan bahwa aku bisa menghentikan itu kapan
saja. Oh, betapa munafiknya, betapa berdosanya hatiku – dan betapa
liciknya hatiku! Bapa, ampunilah dan jangan biarkan mereka yang
percaya kepada-Mu dipermalukan karena kesalahanku – karena besok ada
pelayanan di kapel SMA. Lepaskanlah aku dari kesadaran yang begitu
kuat akan dosa-dosa ini. Janganlah itu menguasaiku. Berikanlah
pengampunan-Mu, aku mohon.”
Tidak ada yang salah jika kita memiliki hobi atau
kegemaran tertentu, dan tentu Tuhan juga bersuka cita melihat kita
mengalami kesenangan. Namun, Tuhan lebih menyukai sukacita yang kita
alami dalam hubungan yang intim dengan Dia, karena Ia tahu bahwa itu
lebih daripada kesukaan lain apapun. Salah satu kesukaan diri Jim
adalah hobi mengoleksi perangko yang ternyata bisa membuat ia
terjerat dan terlarut, sehingga tidak lagi mengutamakan hubungannya
dengan Tuhan. Di sinilah bahayanya ketika kesukaan diri kita menjadi
melebihi kesukaan Tuhan. Apa yang menjadi kesukaan diri kita? Jangan
sampai kita lebih banyak melakukan kesukaan diri daripada melakukan
kesukaan Tuhan. Apalagi jika kesukaan itu akhirnya membawa kita pada
dosa.
Penghalang 5: Kekasih lainnya
Surat cinta Jim Elliot kepada kekasihnya, Elisabeth, yang saat itu belum menjadi istrinya.
“Ada kelaparan akan Allah di dalam hati, yang diberikan oleh Allah, namun juga akan dipenuhi oleh Allah. Saya dapat bergembira ketika saya menyadari bahwa Ia sedang mengerjakan apa yang Ia kehendaki di dalam hati. Yang membuat saya gemetar adalah saya mungkin membiarkan sesuatu yang lain (misalnya kau) mengambil alih tempat yang seharusnya diperuntukan bagi Allah…Saya gemetar setidaknya karena itu akan menyakiti hati Kekasih Abadiku.”
“Ada kelaparan akan Allah di dalam hati, yang diberikan oleh Allah, namun juga akan dipenuhi oleh Allah. Saya dapat bergembira ketika saya menyadari bahwa Ia sedang mengerjakan apa yang Ia kehendaki di dalam hati. Yang membuat saya gemetar adalah saya mungkin membiarkan sesuatu yang lain (misalnya kau) mengambil alih tempat yang seharusnya diperuntukan bagi Allah…Saya gemetar setidaknya karena itu akan menyakiti hati Kekasih Abadiku.”
Dalam masa membangun hubungan dengan Elisabeth, Jim
mengalami saat-saat di mana rasa cintanya akan Tuhan telah terganti
oleh sosok wanita yang menjadi kekasihnya itu. Memang kita perlu
mengasihi pasangan yang Tuhan berikan dalam hidup kita, kita perlu
mengasihi keluarga kita, tetapi apakah orang-orang ini tanpa sadar
yang telah menggantikan posisi Tuhan dari yang utama menjadi yang
kesekian di hati kita? Mengujinya mudah saja. Ketika kita datang
kepada Tuhan, apakah yang menjadi motivasi kita? Rindu untuk semakin
mengenal dan menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya kekasih jiwa kita,
atau ingin mencari Tuhan untuk mencapai tujuan diri kita sendiri?
Catatan harian Jim Elliot membuktikan, bahwa proses
Jim membangun keintiman Tuhan bukanlah tanpa hambatan atau tantangan,
tapi dengan tekad untuk semakin mengenal Allah, ia terus belajar
mengejar Tuhan dalam setiap segi kehidupannya. Keinginan Jim hanyalah
agar di ujung hidupnya, hanya Tuhan yang menjadi hidupnya, bukan
dirinya sendiri lagi. Hidup Jim Elliot singkat, namun mencapai garis
akhir sesuai dengan maksud Tuhan. Bagaimana dengan kita, apakah kita
masih tetap setia membangun keintiman dengan Tuhan di tengah-tengah
segala penghalang yang dihadapi? Jangan menyerah, sampai tujuan Tuhan
tergenapi dalam hidup kita.
Komentar
Posting Komentar