SAYAP KERELAAN

Sayap Kerelaaan
Pdt. Petrus Agung Purnomo & Ev. Iin Tjipto Wenas

Bahan Renungan :
Karena iman maka Yakub, ketika hampir waktunya akan mati, memberkati kedua anak u  Yusuf, lalu menyembah sambil bersandar pada kepala tongkatnya. (Ibrani 11:21)

Renungan :
Anda Tahu ketika Yakub memberkati anak Yusuf, yaitu Manasye dan Efraim, dia mengatakan, “Mereka akan menjadi anakku,” itu berarti bukan hanya dianggap cucu tetapi kedua anak ini diangkat menjadi anaknya Yakub.

Sayap Kerelaan yang saya mau bahas ini akan menjadi luar biasa jika anda mempunyainya dan masa depan itu akan menjadi milik saudara. Sayap seperti apakah itu ?  Yakub adalah orang yang sampai titik hidupnya itu diabdikan untuk mengangkat dan menolong orang lain supaya mereka bisa mencapai destiny mereka. Sebagian besar manusia berjuang hanya untuk dirinya sendiri, sebagian besar kita berjuang untuk kepentingan keluarga kita ataupun anak-anak kita. Sebagian besar berjuang hanya untuk kelompoknya saja. Tetapi jika anda mencapai akan sebuah kedewasaan tertentu, anda akan berjuang untuk orang lain sehingga sebanyak mungkin orang lain bisa mencapai destiny mereka.

Di kitab Ibrani ini bahkan dikutip bahwa di masa tua Yakub, dia mempunyai begitu banyak pengalaman. Penulis Kitab Ibrani ini menulis bagian yang terbaik dari hidup Yakub bukan karena pilihannya sendiri tetapi karena pilihan Roh Allah sendiri. Saat dikatakan, ketika Yakub memberkati Efraim dan Manasye, anda akan mengerti jika membacanya di Kitab Kejadian bahwa itu artinya dua anak Yusuf ini diangkat dari cucu menjadi anaknya Yakub sehingga dia berhak menerima warisan yang sama seperti yang Yakub sediakan buat anaknya. Hal yang ajaib adalah akhirnya kedua anak Yusuf itu bisa mencapai destiny mereka.

Saya berdoa kita bukan menjadi orang yang hanya berfokus untuk mengangkat derajat hidup kita, keluarga kita, anak-anak kita atau orang-orang terdekat kita saja. Biarkan tangan kita terulur cukup panjang untuk mengangkat derajat banyak orang yang ada disekitar kita ataupun mungkin yang berada jauh dari hidup kita bahkan yang mungkin tidak pernah kita kenal sampai kapan pun hanya untuk satu tujuan yaitu supaya mereka mencapai destiny mereka, mencapai takdir Ilahi untuk masa depan mereka. Biar muncul Yakub-Yakub yang dalam kematangannya dia akan berkata : “Ayo Naik Nak, aku akan mengangkat engkau dan aku membuat engkau menjadi orang yang berada pada Jalur atau Track yang Tepat untuk meraih apa yang Tuhan sudah tetapkan dalam hidupmu.”

Sebuah kehidupan itu tidak pernah kita bisa duga atau apapun juga. Tetapi saya mau berkata, setiap kita mempunyai satu atau dua langkah yang penting untuk bisa mempengaruhi hidup orang lain. Suatu hari saya terbang ke Surabaya, saya diundang untuk melayani sebuah gereja yang dirintis oleh seorang hamba Tuhan besar almarhum Bapak Yeremia Rim (Masa Depan Cerah=MDC atau GKPB). Gereja mereka hendak merayakan Ulang Tahun gereja dan gembalanya yang adalah teman SMA saya, ia menghubungi dan meminta saya untuk menyampaikan Firman Tuhan. Saya ingat beliau Bapak Yeremia Rim almarhum adalah termasuk salah seorang yang mengulurkan tangannya dan membiarkan saya masuk disalah satu destiny dari hidup saya. Saya masih ingat suatu hari saya kotbah di Surabaya, dia mengundang saya untuk datang ke rumah beliau. Saat saya berada di rumah beliau, dia berkata begini : “Aku ini setiap tahun diundang ke Kota Kinabalu dan Sabah. Ada gereja besar Sidang Injil Borneo dan dalam dua tahun terakhir ini terjadi lawatan anak-anak muda luar biasa disana. Tahun ini mereka minta aku lagi untuk datang tetapi jadwalku berbenturan dengan yang diberikan. Aku harus ke tempat lain tetapi mereka tetap meminta saya mengubah tanggalnya dan mereka ikuti jadwal saya.” Lalu beliau ini berkata kepada saya, “Aku sudah doakan aku rasa tahun ketiga ini bukan aku yang harus kesana.” Pada waktu itu sebenarnya saya baru memulai pelayanan. Kemudian beliau berkata lagi : “Aku sudah bicara dengan mereka, aku sebut namamu untuk menggantikanku kotbah di Malaysia tetapi mereka tidak mau karena mereka tidak mengenal kamu selain itu juga karena usiamu masih muda. Tetapi aku memanggil kamu ke sini karena aku harus berbicara dengan mereka sekarang untuk mengatur jadwalnya, apakah kamu bersedia menggantikan saya ?” Lalu jawab saya : “Baik pak, jika mereka mau saya akan pergi.”

Saat beliau menelpon ke Malaysia dan berbicara dengan panitia, didepan saya beliau berkata begini : “Bagaimana dengan tawaran saya ? Petrus Agung yang akan menggantikan saya.” Kemudian mereka berkata segala hal, saya tidak terlalu mengerti apa yang dibicarakan tetapi saya mengerti alasannya banyak sekali. Lalu Pak Yeremia Rim menjawab begini : “Kalau aku kirim dia dan sampai kotbahnya jelek, jangan panggil lagi aku “Hamba Tuhan” panggil saja aku pembohong dan jangan pernah mau kenal sama aku lagi. Tapi kalau kamu tidak mau terima dia, aku tidak akan pernah kembali lagi ke negaramu karena aku sendiri yang menjamin dia untuk pergi ke sana.” Saya kaget sekali waktu beliau berkata seperti itu. Itu berarti jika saya berkotbah dengan jelek, saya bisa tamat. Akhirnya mereka menerima saya daripada harus kehilangan Yeremia Rim selama-lamanya.

Lalu terbanglah saya ke kota Kinabalu. Saya lihat disana ada ribuan anak muda yang datang dan mereka buat acara tersebut diluar kota tepatnya seperti di Lembah. Malam itu ketika pembukaan dari acara tersebut saya melihat dari jauh seperti ada lampu yang bergerak dan mereka berkata : “Itu obor dan ribuan orang-orang dari desa-desa berdatangan kemari.” Hari itu mereka mengalami kebangunan rohani (revival), saya kotbah disana hampir satu minggu dan setiap harinya saya kotbah tiga kali kotbah, itu membuat suara saya menjadi parau. Tetapi Roh Tuhan melawat jiwa-jiwa disana luar biasa. Sejak hari itu, selama bertahun-tahun akhirnya mereka mengundang saya. Mereka agak berhenti mengundang Pendeta dari Indonesia setelah kita mengalami reformasi pada tahun 1998, karena Malaysia takut ketularan reformasinya orang Indonesia. Sejak hari itu Pendeta Indonesia diawasi sangat ketat oleh pemerintah Malaysia karena mereka sangat takut Malaysia kena reformasi dari Indonesia.

Jika saya ingat peristiwa itu, dimana ada orang yang sampai berani seperti itu yang mau menjaminkan hidupnya, itu membuat saya berkata : “Itu adalah awal perjalanan bangsa-bangsa lain yang terbuka.” Karena beliau seperti seorang Yakub yang berkata : “Ayo Naik.” Saya bukan anak rohaninya dia secara langsung dan beliau mempunyai kelompok yang besar yang sekarang menjadi gereja yang luar biasa. Tetapi saya mengenal beliau sejak saya umur 17 tahun. Saya suka sekali membawakan tas beliau kemanapun beliau pergi jika beliau sedang pelayanan di Semarang dan Jawa Tengah. Saya ikuti dan mengerti akan stylenya dia dan saya mau berkata buat anda, “Ada banyak orang yang mempunyai jasa besar, dan hidup saya ini ada karena uluran tangan banyak orang yang mau bermurah hati untuk membawa dan mengangkat saya.”

Orang kedua yang bersikap sangat luar biasa dalam hidup saya adalah Pdt. Timotius Arifin. Ketika itu saya masih baru melayani di Surabaya. Saya masih ingat satu hari saya mendapat jadwal kotbah di bible studynya beliau. Saat itu semua adalah orang intinya beliau. Pada waktu kotbah saya mengutip satu kata dalam bahasa Yunani. Ketika selesai saya kotbah, beliau masuk ke dalam kelas. Lalu saya berpikir  mau apa ? Lalu beliau mengambil sebuah kamus entah bahasa Yunani atau apa saya tidak tahu. Lalu beliau buka didepan saya dan beliau mencari kata yang tadi saya ucapkan dan dia bacakan terjemahannya. Puji Tuhannya kok sama dengan apa yang saya katakan tadi. Karena sebenarnya juga saya mengutip dari buku yang sama.

Tetapi sejak hari itu saya mendapatkan Favor dan saya menikmati Favor itu dari beliau besar sekali. Jika saya sedang pelayanan ke Surabaya saya pasti bermalam di rumah beliau. Waktu itu persekutuan FGBMFI itu menjamur dimana-mana di seluruh Indonesia dan beliau membangun namanya Praise Center dimana-mana di seluruh Indonesia. Setiap kali beliau keliling, beliau selalu menyebut nama saya. Beliau memakai bahasa Jawa Timur, ‘celok en arek iku’ – panggil anak itu. Jika beliau melihat saya dia memanggil saya dengan memakai bahasa chinese, “kamu itu masih sei kia lho, kamu masih anak-anak ternyata.”  Tetapi sebenarnya beliau yang banyak bicara dengan banyak orang di Indonesia untuk memanggil saya. Dan karena rekomendasi satu hamba Tuhan ini, saya bisa keliling Indonesia. Bukankah hal ini sebenarnya sama seperti Yakub ? Dia sedang mengulurkan tangannya dan berkata : “Ayo aku bawa kamu, aku beri kamu ke tempat destinymu.”

Sebenarnya saya ini orang yang sangat menikmati sangat banyak. Orang yang terakhir adalah seorang pendiri sebuah Yayasan Mahanaim. Beliau adalah orang yang mengulurkan tangannya untuk saya. Begitu kami masuk sama-sama didalam bahtera, beliau termasuk orang yang banyak memarahi saya sangat banyak. Beliau memiliki gaya yang berbeda dengan dua orang pertama yang saya sebutkan diatas. Tetapi sejujurnya saya mendapatkan sangat banyak dari itu, beliau membawa saya masuk kedalam destiny saya. Saya ini hanya memfotocopy apa yang beliau sudah buat dan saya buat itu di Semarang dan ditempat lain. Dan setelah saya mengerjakan begitu banyak hal, ada seorang dosen sekolah teologia dan satu sarjna teologia calon doktor, keduanya adalah calon doktor, ada juga orang Korea yang mengamati saya dan mereka berkata, “ini gereja aneh banget dengan apa yang dia buat.” Tanpa setahu saya mereka membuat laporan tertulis kepada sebuah universitas di Amerika namanya Kohen University dan mereka mendorong rektornya, dan itu yang membuat beberapa tahun lalu oleh Anugerah Tuhan saya diberi gelar doktor.

Saya mau berkata ada banyak orang yang mengulurkan tangannya memberikan dukunga. Tetapi saya tidak pernah mau mengklaim semuanya itu lahir dari saya. Tuhanlah yang telah menolong saya. Ada namanya Favor of God and Favor of Man – Kemurahan Allah dan Kemurahan Manusia. Dan saya menikmati itu, saya mengucap syukur akan itu dan saya percaya anugerah Tuhan itu yang membuat semuanya jadi. Saya berdoa dalam hidup kita, mari kita mengulurkan tangan kita kepada orang lain supaya mereka sampai kepada apa yang Tuhan tuju. Amin.

Jatiwangi, 14 Mei 2016
By His Grace
Jurnalis :

Joshua Ivan Sudrajat

Dari Buku : The Future Belongs To Those Who Can Fly   

Komentar

Postingan Populer