TUJUH METERAI

TUJUH METERAI



Shalom
Sahabat Joshua Ivan Sudrajat Kita Belajar dari Tujuh Meterai Yang ada di Kitab Wahyu

Meterai Pertama (Wahyu 6:1-2)

“Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda putih dan orang yang menungganginya memegang sebuah panah dan kepadanya dikaruniakan sebuah mahkota. Lalu ia maju sebagai pemenang untuk merebut kemenangan.”

Dalam Wahyu 6:2 Penunggang Kuda Putih mempunyai deskripsi : 

Penunggang Kuda Putih Memegang Sebuah Panah

Dikaruniakan Sebuah Mahkota

Maju Sebagai Pemenang

Untuk Merebut Kemenangan

Sedangkan Dalam Wahyu 19 : 11-16

Ia Disebut Setia dan Benar (Wahyu 19:11)

Ia Memiliki Banyak Mahkota (Wahyu 19:12)

Ia Menghakimi dan Berperang dengan Adil (Wahyu 19:11) tentu sudah meraih Kemenangan

Ia adalah Firman Allah (Wahyu 19:13)

Raja yang Berkuasa, membinasakan dan Menggembalakan dengan Gada Besi dan Memerintah (Wahyu 19:14-16)

Kata Yunani yang digunakan untuk “mahkota” di sini adalah stephanos, yang merupakan mahkota kemenangan (lih. 2 Tim 4:8), selain itu sebuah karangan bunga juga diberikan kepada pemenang pada pertandingan Olimpiade kuno.

Penunggang ini adalah seorang penakluk; dia maju untuk menaklukkan. Di zaman Yohanes, jenderal Romawi akan menunggang kuda putih untuk merayakan kemenangan besar.

Adegan yang ditampilkan di sini adalah simbolis. Dalam Perjanjian Lama, Allah terkadang digambarkan sedang menunggang kuda dengan busur di tangan-Nya, menaklukkan musuh-musuh umat-Nya (Hab. 3:8–13; Maz. 45:4–5).

Wahyu 19:11–16 menggambarkan Kristus sebagai menunggang kuda putih, memimpin pasukan surgawi ke dalam pertempuran terakhir dari sejarah bumi ini.

Selanjutnya, dalam Wahyu, putih adalah simbol kemurnian dan secara teratur dikaitkan dengan Kristus dan para pengikut-Nya.1

Juga, mahkota stephanos yang dikenakan oleh penunggang kuda secara teratur dikaitkan dengan Kristus dan umat-Nya yang menang.

Akhirnya, konsep menaklukkan dengan jelas menggemakan Wahyu 3:21 dan 5:5, yang merujuk pada “kemenangan Kristus di Kalvari.” Konsep inilah yang menjadi tema dominan dalam kitab tersebut.

Jadi, penunggang kuda putih dalam ayat 2 ini adalah menandakan penyebaran Injil Yesus Kristus, yang dimulai pada Pentakosta (menaklukkan orang bagi Kristus).

Ketika Kristus ditinggikan di takhta surgawi, di sebelah kanan Bapa, Dia memulai perluasan kerajaan-Nya dengan mengobarkan perang melawan kekuatan jahat.

Ada banyak daerah harus ditaklukkan dan banyak orang yang harus dimenangkan untuk kerajaan Tuhan.

Pada tahap awal, pewartaan Injil sangat luar biasa sebagai hasil dari manifestasi kuasa Roh Kudus. Ribuan orang bertobat dalam satu hari (Kisah Para Rasul 2:41, 47; 4:4).

Namun, “penaklukan Injil” ini akan terus berlanjut sepanjang sejarah sampai penaklukan terakhir direalisasikan pada akhir zaman (lih. Mat 24:14).

Meterai Kedua (Wahyu 6:3–4)

“Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kedua, aku mendengar makhluk yang kedua berkata: “Mari!”

“Dan majulah seekor kuda lain, seekor kuda merah padam dan orang yang menungganginya dikaruniakan kuasa untuk mengambil damai sejahtera dari atas bumi, sehingga mereka saling membunuh, dan kepadanya dikaruniakan sebilah pedang yang besar.”

Pembukaan meterai kedua oleh Kristus mengantar seekor kuda merah menyala dalam adegan.

Merah adalah warna darah dan sesuai dengan misi kuda ini. Penunggangnya, yang memiliki pedang besar, dimana orang saling membunuh dan pembunuhan itu tidak dilakukan penunggang kuda ini.

Sebaliknya, dia mengambil kedamaian dari bumi, dan sebagai hasilnya, orang-orang saling membunuh.

Kalau kita lihat, bahwa Kuda merah menyala ini mengikuti kuda putih. Penunggang kuda pertama menunjukkan bahwa, melalui pemberitaan Injil, Kristus mengobarkan peperangan rohani melawan kekuatan jahat.

Namun, kekuatan jahat membuat perlawanan yang kuat terhadap pembertaan injil. Mereka memprovokasi dan menggalang orang-orang yang menolak Injil untuk melawan mereka yang menerimanya. Akhirnya terjadi penganiayaan terhadap mereka yang menerima injil.

Injil selalu memecah belah orang; sebagian menerimanya, dan sebagian lagi menolaknya. Sementara penerimaannya membawa kedamaian, menolak menghasilkan hilangnya kedamaian.

Yesus berkata, “Jangan mengira bahwa Aku datang untuk membawa damai di bumi…Aku datang bukan untuk membawa kedamaian, tapi pedang.”

“Sebab Aku datang untuk memisahkan laki-laki dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya; dan musuh orang adalah orang-orang seisi rumahnya” (Mat. 10:34–36).

Seperti dalam Perjanjian Lama, musuh-musuh umat Allah sering kali berbalik melawan satu sama lain; jadi dalam adegan meterai kedua, mereka yang anti dan menolak Injil berbalik melawan satu sama lain dalam penganiayaan.

Meterai Ketiga (Wahyu 6:5–6)

“Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketiga, aku mendengar makhluk yang ketiga berkata: “Mari!” Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hitam dan orang yang menungganginya memegang sebuah timbangan di tangannya.”

“Dan aku mendengar seperti ada suara di tengah-tengah keempat makhluk itu berkata: “Secupak gandum sedinar, dan tiga cupak jelai sedinar. Tetapi janganlah rusakkan minyak dan anggur itu.”

Saat Kristus Anak Domba membuka meterai ketiga, seekor kuda hitam muncul, mengikuti kuda merah. Penunggang terlihat memegang timbangan untuk menimbang makanan.

Yohanes juga mendengar pengumuman dari salah satu dari empat makhluk hidup: “Secupak gandum sedinar, dan tiga cupak jelai sedinar. Tetapi janganlah rusakkan minyak dan anggur itu “ (Wahyu 6:6).

Di Palestina, gandum, minyak, dan anggur adalah tiga hasil panen utama. Ketiganya disebutkan dalam Perjanjian Lama sebagai kebutuhan dasar hidup. Allah berjanji bahwa Israel akan memiliki makanan yang berlimpah.

Dikatakan bahwa dia memegang timbangan ditangannya, untuk menimbang biji-bijian. Itu adalah lambang yang menggambarkan terjadinya kelangkaan dan kelaparan besar (lih. Im 26:26; Yeh 4:16). Pada zaman Yohanes, satu dinar adalah upah harian (lih. Mat 20:2).

Dalam keadaan normal, dengan upah harian yang di dapatkan, itu sudah dapat membeli semua kebutuhan untuk keluarga.

Namun, kelaparan yang terjadi akan menaikkan harga-harga diatas normal sekitar dua belas kali lipat.

Dalam adegan meterai yang ketiga, upah sehari hanya cukup untuk membeli makanan untuk satu orang saja, karena satu liter gandum adalah jatah harian untuk satu orang.

Maka untuk memberi makan sebuah keluarga kecil, upah sehari harus dapat membeli tiga liter jelai—makanan yang lebih murah dan lebih kasar untuk orang miskin.

Warna hitam sesuai dengan misi kuda dan pengendaranya. Hitam adalah lawan dari putih. Jika kuda putih melambangkan memberitakan Injil, maka kuda hitam menunjukkan tidak adanya Injil.

Gandum dalam Alkitab melambangkan Firman Tuhan (Lukas 8:11). Roti juga melambangkan Firman Tuhan (Yohanes 6:35-58).

Penolakan terhadap Injil mengakibatkan kelaparan akan firman Allah, serupa dengan kelaparan rohani yang dinubuatkan oleh Amos tentang bangsa Israel (Amos 8:11-13).

Namun, kelaparan meterai ketiga tidak fatal. Suara yang sama yang menugaskan penunggang kuda mengatakan supaya “janganlah rusakkan minyak dan anggur itu” artinya minyak dan anggur tidak akan terpengaruh oleh kelaparan tetapi akan terus tersedia.

Secara spiritual, minyak melambangkan Roh Kudus, dan anggur melambangkan keselamatan di dalam Yesus Kristus.

Bahkan ketika Firman Tuhan langka, Roh Kudus masih bekerja di antara orang-orang, dan keselamatan masih tersedia bagi semua orang yang menginginkannya.

Meterai Keempat (Wahyu 6:7–8)

“Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keempat, aku mendengar suara makhluk yang keempat berkata: “Mari!”


“Dan aku melihat: sesungguhnya, ada seekor kuda hijau kuning dan orang yang menungganginya bernama Maut dan kerajaan maut mengikutinya. Dan kepada mereka diberikan kuasa atas seperempat dari bumi untuk membunuh dengan pedang, dan dengan kelaparan dan sampar, dan dengan binatang-binatang buas yang di bumi.”


Dengan dibukanya meterai keempat, seekor kuda hijau kuning (warna pucat) muncul, mengikuti kuda hitam itu.

Kata dalam bahasa Yunani untuk warna kuda adalah chloros, yang menunjukkan warna abu-abu dari mayat yang membusuk.

Nama penunggangnya adalah Kematian, dan dia diikuti oleh kerajaan maut atau Hades, tempat kematian.

Mereka diizinkan untuk menghancurkan manusia dengan pedang, kelaparan, wabah penyakit, dan binatang buas di seperempat bumi.

Jelas, tindakan penunggang kuda keempat terdiri dari tindakan tiga penunggang kuda sebelumnya.

Meterai keempat menyerukan penyakit sampar dan kematian. Penggambaran grafis dari penunggang kuda keempat memberikan peringatan lebih lanjut kepada mereka yang menolak Injil.

Kuda hijau kuning mengikuti yang hitam membawakan kebenaran abadi, bahwa kelaparan rohani Firman Tuhan biasanya mengakibatkan kematian rohani.

Kabar baiknya, bagaimanapun, adalah bahwa kekuatan Kematian dan Hades sangat terbatas; mereka diberi wewenang hanya atas seperempat dari bumi.

Permulaan kitab ini memberikan jaminan bahwa, melalui kematian dan kebangkitan-Nya sendiri, Yesus telah menang atas Maut dan Hades—dua musuh umat manusia (Wahyu 1:18).

Ketika Injil diterima, hidup diterima sebagai karunia. Kematian tidak memiliki kuasa atau otoritas atas mereka yang menerima Injil. Kristus memiliki kunci Kematian dan Hades.

Meterai Kelima (Wahyu 6:9-11)

Ketika Israel kuno tidak setia pada perjanjian, Tuhan menghukum mereka melalui musuh-musuh mereka untuk membawa mereka kepada pertobatan.

Namun, bangsa-bangsa itu dengan kejam menindas umat Allah, berusaha untuk menghancurkan mereka.


Pada gilirannya, murka Tuhan berubah melawan bangsa-bangsa musuh itu untuk membebaskan umat-Nya (lih. Ul 32:41-43).


Itu pola yang sama ada di tujuh meterai. Meterai kelima menggambarkan umat Tuhan yang mati syahid (sebagai akibat dari penganiayaan) dan berdoa kepada Tuhan untuk pembenaran:

“Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang kelima, aku melihat di bawah mezbah jiwa-jiwa mereka yang telah dibunuh oleh karena firman Allah dan oleh karena kesaksian yang mereka miliki.

Dan mereka berseru dengan suara nyaring, katanya: “Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?”

Dan kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa mereka harus beristirahat sedikit waktu lagi hingga genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka.” Wahyu 6:9-11.

Adegan meterai kelima menggambarkan jiwa-jiwa mereka yang telah menjadi martir demi Injil sebagai yang berada di bawah mezbah. Istilah “jiwa” dalam Alkitab menunjukkan keseluruhan pribadi (Kej. 2:7; Kis. 2:41; 27:37).

Dalam adegan ini, para martir berada “di bawah mezbah,” mengacu pada darah kurban yang dicurahkan di bawah mezbah korban di bait kudus duniawi (Kel. 29:12; Im. 4:7; 8:15).


Dalam Perjanjian Lama, kehidupan dianggap berada di dalam darah (17:11). Kematian dari para martir digambarkan di sini sebagai mencurahkan darah pengorbanan mereka di hadapan Allah (2 Tim. 4:6).


Yohanes mendengar para martir berseru kepada Tuhan untuk pemulihan nama baik mereka terhadap orang-orang yang menganiaya mereka:

“Berapa lamakah lagi, ya Penguasa yang kudus dan benar, Engkau tidak menghakimi dan tidak membalaskan darah kami kepada mereka yang diam di bumi?”

Ungkapan “mereka yang diam di bumi” dalam Wahyu secara konsisten mengacu pada mereka yang menentang Injil dan menentang Allah dan umat-Nya (lih. Wah 8:13; 11:10; 13:8; 17:2).

Permohonan para martir mengingatkan bagaimana darah Habel berteriak tentang kematiannya yang tidak adil (Kej. 4:10).

Permohonan para martir bukan untuk membalas dendam terhadap mereka yang mengambil hidup mereka tetapi untuk pembenaran tentang ketidakadilan kematian mereka.


Mereka menaruh kepercayaan mereka kepada Tuhan. Sekarang mereka meminta Tuhan untuk turun tangan dan membawa keadilan, sehingga darah mereka tidak akan tertumpah dengan sia-sia.


Jadi, permohonan para martir dalam adegan meterai kelima mewakili permohonan penderitaan umat Tuhan sepanjang sejarah, dari zaman Habel sampai waktu ketika Tuhan akan menghakimi dan membalaskan “darah hamba-hamba-Nya” atas musuh-musuh mereka (Wahyu 19:2).

Kerap kali doa-doa umat Tuhan tidak terkabul dan ketidakadilan merajalela. Namun, Tuhan mendengar doa-doa umat-Nya. Tuhan menanggapi permohonan orang-orang kudus yang mati syahid dalam dua cara.

Pertama, mereka diberi jubah putih. Jubah putih dalam Wahyu menandakan kebenaran Kristus yang dengannya Allah menutupi mereka yang diterima oleh Kristus (Wahyu 3:18).

Jubah putih juga melambangkan karunia masa depan bagi para pemenang (3:5). Orang-orang kudus yang mati syahid telah menerima jaminan keselamatan dan kehidupan kekal, bukan karena mereka mati syahid tetapi karena apa yang telah dilakukan Allah bagi mereka.

Kedua, mereka yang telah martir diberitahu bahwa mereka harus menunggu sebentar sampai saudara-saudara mereka dalam pengalaman—mereka yang harus mengalami kemartiran yang serupa— dibuat lengkap. Tuhan berjanji bahwa Dia akan “membalas darah hamba-Nya” (Ul. 32:43; Maz. 79:10).

Meterai kelima mewakili pengalaman umat Allah yang tertindas sepanjang era Kristen, itu mungkin juga berlaku untuk periode tertentu dalam sejarah setelah Abad Pertengahan. Selama periode ini, lebih dari lima puluh juta

Orang-orang Kristen menjadi martir karena kesetiaan mereka kepada Alkitab. Nubuatan Daniel berbicara tentang kekuatan musuh, digambarkan sebagai tanduk kecil “berperang dengan orang-orang kudus dan mengalahkan mereka” (Dan. 7:21, 25).

Muncul pertanyaan: Berapa lama situasi seperti itu akan berlangsung? Kemudian dijawab: itu akan berlangsung selama periode nubutan 1.260 hari, yang berarti tahun (12:6-7).

Pembukaan meterai keenam membawa kita ke titik waktu itu yaitu 1260 tahun.

Meterai Keenam (Wahyu 6:12–17)

Meterai kelima sangat penting untuk memahami apa yang terjadi dalam adegan meterai keenam.


Waktunya telah tiba bagi Tuhan untuk campur tangan dalam menjawab doa-doa umat-Nya yang menderita ketidakadilan di dunia yang bermusuhan ini.


Dengan demikian meterai keenam, menggambarkan penghakiman terhadap mereka yang telah merugikan umat Tuhan:


“Maka aku melihat, ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keenam, sesungguhnya terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut dan bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah.


Dan bintang-bintang di langit berjatuhan ke atas bumi bagaikan pohon ara menggugurkan buah-buahnya yang mentah, apabila ia digoncang angin yang kencang.

Maka menyusutlah langit bagaikan gulungan kitab yang digulung dan tergeserlah gunung-gunung dan pulau-pulau dari tempatnya.


Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung.


Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: “Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.”


Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan? Wahyu 6:12-17.


Pembukaan meterai keenam oleh Kristus Anak Domba menghasilkan tanda-tanda langit dan bencana alam, seperti gelapnya matahari dan bulan, jatuhnya meteor, gempa bumi yang dahsyat, dan guncangan langit.


Tanda-tanda kosmik ini mengingatkan peristiwa yang sama yang dinubuatkan oleh Yesus dalam Matius 24:29-30, yang terjadi pada akhir penderitaan abad pertengahan.


Dalam Perjanjian Lama, peristiwa-peristiwa ini secara teratur menyertai teofani tentang penghakiman.


Matahari, bulan, bintang, dan langit jelas literal di sini.


Teks tersebut mengatakan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut dan bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah.

Dan bintang-bintang di langit berjatuhan ke atas bumi bagaikan pohon ara menggugurkan buah-buahnya yang mentah, apabila ia digoncang angin yang kencang.

Maka menyusutlah langit bagaikan gulungan kitab yang digulung.

Kata-kata “bagaikan” atau “seperti” menunjuk ke simbol analogi daripada peristiwa yang sebenarnya.

Orang Kristen di dunia Barat mengakui peristiwa itu sebagai penggenapan nubuat kedatangan Kristus yaitu gempa bumi Lisbon tahun 1755; kegelapan sehari 19 Mei 1780, di timur New York dan selatan New England; dan hujan meteor spektakuler di atas Samudra Atlantik pada 13 November 1833.


Menyadari tanda-tanda ini, sehingga menyebabkan serangkaian kebangunan rohani di Amerika Utara yang dikenal sebagai Second Great Awakening atau kebangkitan rohani kedua.


Namun, peristiwa supernatural ini akan disaksikan lagi pada kedatangan Yesus kedua kali ke bumi. Yesaya menubuatkan bahwa hari Tuhan akan datang sebagai “pemusnahan dari Yang Mahakuasa” (Yes. 13:6).


Di sini, Yohanes mengamati orang-orang dari semua lapisan masyarakat yang dipenuhi ketakutan dan berusaha menyembunyikan diri dari pergolakan yang menakutkan pada kedatangan Kristus.

Mereka meminta batu dan gunung untuk melindungi mereka dari murka Allah dan Anak Domba.

Adegan ini mirip dengan nubuat Yesaya tentang hari Tuhan: “Maka orang akan masuk ke dalam gua-gua di gunung batu dan ke dalam liang-liang di tanah terhadap kedahsyatan TUHAN dan terhadap semarak kemegahan-Nya, pada waktu Ia bangkit menakut-nakuti bumi.” (Yes. 2:19).

Ayat ini juga menggemakan peringatan Yesus ketika Dia mengutip Hosea, mengatakan bahwa waktunya akan tiba ketika umat manusia akan “berkata kepada gunung, Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!” (Lukas 23:30; lih Hos 10:8).


Hari murka ilahi akhirnya tiba. Dengan kedatangan Kristus dalam kuasa dan kemuliaan doa para martir di bawah mezbah di meterai kelima akhirnya dijawab (Wahyu 6:9-11).


Waktunya telah tiba untuk keadilan ditegakkan, ketika Kristus “apabila Ia datang pada hari itu untuk dimuliakan di antara orang-orang kudus-Nya dan untuk dikagumi oleh semua orang yang percaya, sebab kesaksian yang kami bawa kepadamu telah kamu percayai.” (2 Tes. 1:10).

Adegan diakhiri dengan pertanyaan retoris dari orang jahat yang dilanda ketakutan: “Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?” (Wahyu 6:17).


Pertanyaan mereka menggemakan pertanyaan orang-orang di Nahum: “Siapakah yang tahan berdiri menghadapi geram-Nya? Dan siapakah yang tahan tegak terhadap murka-Nya yang bernyala-nyala?” (Nah. 1:6).


Juga menggemakan Maleakhi: “Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri?” (Mal. 3:2).

Wahyu 7 menjawab pertanyaan itu: mereka yang akan dapat berdiri pada hari itu adalah umat Allah yang dimeteraikan, yang dibasuh dalam darah Anak Domba (Wahyu 7:14).

Sebelum masuk ke pasal 7, kita akan menjelaskan secara singkat meterai ketujuh.

Meterai Ketujuh (Wahyu 8:1)

Setelah menjelaskan orang-orang yang akan mampu berdiri pada pergolakan kedatangan Kristus, Yohanes menjelaskan pembukaan meterai ketujuh oleh Anak Domba:

Dan ketika Anak Domba itu membuka meterai yang ketujuh, maka sunyi senyaplah di sorga, kira-kira setengah jam lamanya.

Yohanes tidak menjelaskan alasan sunyi senyap ini. Dalam Alkitab, kesunyian secara teratur dikaitkan dengan kedatangan Allah dalam penghakiman (Zef. 1:7; Zak. 2:13).

Orang-orang Yahudi pada zaman Yohanes percaya bahwa kesunyian terjadi di surga sehingga doa orang-orang kudus dapat didengar dan dijawab dalam penghakiman atas orang fasik.

Kesunyian di surga ketika meterai ketujuh dibuka terjadi karena surga terfokus pada penghakiman terakhir dan kesimpulan dari Kontroversi Besar antara yang baik dan yang jahat.

“Setengah jam” mengacu pada waktu yang relatif singkat, dan prinsip hari-tahun tidak berlaku di sini.

Tuhan Yesus memberkati

Jatiwangi 17 MEI 2023
Only By His Grace
Joshua Ivan Sudrajat

















Komentar

Postingan Populer