5 Hal Penting Untuk Memperoleh Kanaanmu 1
5 Hal Penting Untuk Memperoleh Kanaanmu - Vol. 1
Pdt. Petrus Agung Purnomo
Menjelang kedatangan Tuhan yang kedua kali sebagai Raja di atas
segalanya, kita dituntut untuk menyimak dan mempelajari cara hidup
Daniel, Hananya, Misael, Azarya bahkan Hadasah. Ketika mereka terpilih
untuk melayani raja-raja saat itu, ada sebuah jangka waktu untuk mereka
menjalani sebuah persiapan dan didikan, yang akhirnya melahirkan
pemahaman yang baru dan sikap yang sejalan untuk mereka layak berhadapan
dengan raja-raja tersebut. Demikian juga kita sebagai Gereja dan
Pasukan Kudus-Nya, dituntut dalam sebuah persiapan dan didikan yang
begitu panjang dan kompleks untuk memasuki sebuah zaman yang baru,
memerintah bersama dengan-Nya di Masa Kerajaan Seribu Tahun.

Tuhan ingin kita memperoleh impian atau Kanaan kita masing-masing, sebab Kanaan kita merupakan bagian yang terintegrasi dengan destiny
kita, juga terintegrasi dengan rencana utama Tuhan untuk mengokohkan
Kerajaan-Nya di Bumi. Untuk itu, ada lima hal penting yang harus
diperhatikan supaya kita memperoleh Kanaan kita secara nyata. Kelima hal
ini harus dipenuhi, tidak boleh ada satupun yang dilewati:
1. Kita harus mengenali dengan benar impian atau Kanaan kita masing-masing.
Dalam hal ini, kita dituntut untuk mengenali Tuhan sekaligus mengenali
diri kita sendiri dengan sangat baik. Sebagaimana Tuhan mengenali diri
kita, demikian juga seharusnya kita memahami setiap sisi dalam diri
kita. Kita tidak bisa hanya berkata, "Pokoknya destiny-ku uangnya
banyak, mobilnya mewah, bisa memberkati banyak orang, memberkati
bangsa-bangsa." Namun pada kenyataannya kita sebenarnya masih belum
mengerti arah yang Tuhan kehendaki bagi kita. Padahal kita harus
memahami apa-apa saja yang sesungguhnya sudah Tuhan siapkan bagi kita.
Pada tahap ini, ada tuntutan untuk bergaul karib dengan-Nya, ada
tuntutan untuk mengenal hati-Nya dengan benar.
Perhatikan Tanah Kanaan, minimal ada empat bahkan lima kali Tanah
Perjanjian itu dilihat dan diamati secara seksama, yakni oleh Abraham
yang menjalani setiap jengkal Kanaan (Kejadian 13:14-17), oleh
keduabelas pengintai yang diutus Musa, oleh dua pengintai yang diutus
Yosua (salah satunya ialah Salmon yang sempat ditolong oleh Rahab), oleh
21 orang yang diutus dari 7 suku (Yosua 18) untuk melakukan Survey & Mapping
dan secara spiritual oleh Musa menjelang wafatnya. Dengan demikian,
sesungguhnya Tuhan ingin kita kenali betul apa yang sudah Ia persiapkan
bagi kita. Bahkan kita harus tahu alasan Tuhan mempersiapkan Kanaan kita
masing-masing. Ada selera-Nya, namun juga selera kita dalam setiap
Kanaan kita.
Namun demikian, kita harus belajar dari kesalahan sepuluh orang
pengintai yang bersikap salah ketika mereka mengetahui Kanaan mereka.
Pada dasarnya setiap Kanaan kita masing-masing adalah "wow" dan "wah"
adanya. Kanaan kita terasa begitu besar dan mustahil untuk diraih jika
tanpa iman. Perhatikan kesalahan sikap kesepuluh pengintai tersebut,
pertama-tama mereka melaporkan semua fakta yang mereka lihat, namun
berikutnya mereka menarik kesimpulan berdasarkan pengertian mereka
sendiri (Bilangan 13). Bagian kita hanya melihat apa yang Tuhan sudah
siapkan dan percaya. Selebihnya adalah bagian Tuhan. Jangan pernah
menyimpulkan sendiri apa yang sudah Tuhan putuskan atau tetapkan. Tanpa
pengenalan yang benar akan Tuhan, tidak akan mungkin kita bisa menerima
Kanaan kita masing-masing.
Mengapa Tuhan murka kepada kesepuluh orang pengintai dan sebagian bangsa
Israel yang mempercayai perkataan mereka? Karena ketika mereka menyebut
bahwa diri mereka seperti belalang, hal itu sama dengan menghina Tuhan.
Sebab di hadapan Tuhan, Israel merupakan pasukan dan bala tentara-Nya.
Tuhan ingin kita melihat sebagaimana Ia melihat.
2. Memiliki kuasa untuk mengingini. Ketika suku Ruben, suku Gad
dan sebagian suku Manasye melihat bagian pinggir Tanah Kanaan di sisi
Timur sungai Yordan yang begitu subur, mereka meminta bagian tanah
tersebut dari Musa, dan Musa mengabulkannya dengan syarat bahwa pasukan
mereka tetap membantu suku-suku yang lain untuk memperoleh bagian mereka
di tempat-tempat lainnya masing-masing. Keinginan semacam ini bukanlah
kedagingan, ini memang sikap yang benar untuk meresponi pemberian Tuhan.
Perhatikanlah Esau dan Yakub di hadapan Tuhan (Maleakhi 1:1-3), betapa
Tuhan begitu mengasihi Yakub dan sedemikian membenci Esau. Mengapa?
Karena Yakub, terlepas dari caranya yang licik, namun ia memiliki sikap
hati yang sedemikian rupa menginginkan apa yang Tuhan sediakan dengan
imannya sedangkan Esau menganggap hak kesulungannya sebagai sesuatu yang
tidak ada nilainya.
Kita juga tidak boleh bersikap apatis maupun sok alim dengan alasan
"kedagingan" yang tidak tepat. Memang benar kita adalah hamba dan Tuhan
adalah Tuan sekaligus Raja kita. Namun di sisi lain, kita juga adalah
kawan sekerja-Nya (1 Korintus 3:9). Kita berjalan bersama dengan-Nya,
seperti dua ekor lembu dalam satu kuk yang sama (Matius 11:29-30),
itulah sebabnya kita dituntut untuk seirama dengan langkah-langkah-Nya. Jika kita tidak memiliki kerinduan dan passion yang seirama dengan-Nya, maka kita akan menjadi beban yang tidak perlu bagi kepentingan Kerajaan-Nya.
"Sebab adalah keputusan Roh Kudus dan
keputusan kami, supaya kepada kamu jangan ditanggungkan lebih banyak
beban dari pada yang perlu ini." - Kisah Para Rasul 15:28
Ayat tersebut di atas adalah salah satu bukti betapa kehendak Tuhan dan
kehendak kita harus seirama dan saling memahami dan menghargai satu sama
lain. Ingatlah bahwa kita adalah gambar dan rupa-Nya, kita diciptakan
dengan cara Tuhan melihat diri-Nya terlebih dahulu.
"Camkanlah ini: Orang yang menabur
sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan
menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan
hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah
mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. ... Syukur kepada Allah
karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu!" - 2 Korintus 9:6-15
Ada yang disebut karunia yang tak terkatakan, yakni karunia memberi atau
menabur. Sebab tindakan pemberi atau penaburan (materi) merupakan sikap
yang didasari oleh pemahaman dan pengenalan kita terhadap Tuhan dan
segala sesuatu yang ada dalam keberadaan kita. Tuhan menilai dan
menghargai semuanya itu, entah taburan itu sedikit maupun banyak, dan
bayangkan betapa berdampaknya semua itu. Ia memberikan tuaian yang besar
bagi yang menabur banyak, Ia memberikan tuaian yang kecil bagi yang
menabur sedikit. Jadi sadarilah betapa berkuasanya keinginan dan sikap kita dalam meresponi semua perkara yang Tuhan sediakan bagi kita.
3. Sisi ke-Lewi-an. Suku Lewi tidak memperoleh bagian seperti
semua suku lainnya, sebab mereka memiliki bagian khusus dan dikhususkan
bagi Tuhan untuk melayani bangsa sebagai imam. Suku Lewi hanya menerima
sebagian (biasanya sepersepuluh) dari apa yang diperoleh suku-suku
lainnya. Namun karena kedudukannya itu, suku Lewi justru menjadi begitu
kaya dan memiliki seluruh keanekaragaman dari kesebelas suku lainnya.
Kita sebagai Gereja Tuhan adalah "Lewi" bagi bangsa ini sebab salah satu panggilan kita adalah menjadi imamat yang rajani.
Dalam kaitannya dengan Kanaan kita masing-masing, Tuhan menghendaki
bahwa kita menyentuh seluruh aspek dan bidang kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa. Simaklah apa yang sudah Tuhan kerjakan melalui Bahtera.
Semua kegiatan mulai dari sekolah, dapur umum, rumah singgah, seminar
narkoba, sekolah sepakbola, klinik, dan sebagainya. Tuhan menghendaki
kita menjadi Gereja yang memerintah bersama-Nya di segala aspek, yakni
pendidikan, kesehatan, bisnis, olahraga, sosial, budaya, keluarga, dan
lainnya. Inilah sisi ke-Lewi-an dari destiny dan Kanaan kita yang Tuhan siapkan terintegrasi dengan rencana Kerajaan-Nya.
Komentar
Posting Komentar