Great Awakening Semarang 1979
Kebangunan Rohani Semarang 1979
Pandanaran, 1-3 Maret1979
Bermula pada acara Malam Oikumene di Gedung Wisma Pandanaran Semarang. Tepat 30 tahun lalu, Semarang menjadi saksi fase penting kebangunan rohani dalam sejarah gerakan karismatik di Indonesia. Para pelajar di kota ini, mengalami lawatan Allah yang mengubahkan hidup mereka. Sebelum acara itu berlangsung, para pelajar di kota ini sudah terlebih dulu mengalami tanda-tanda awal kebangunan rohani. Salah satu kelompok persekutuan, Persekutuan Sangkakala mulai merasakan lawatan Roh Kudus. Para pelajar ini, dimotori Billy Sindoro dan Jimmy Oentoro, yang bermarkas di rumah keluarga Sindoro di Kapuran 45.
Rasa lapar dan haus akan Tuhan, sudah ada di dalam diri anak-anak muda ini. Mereka menggagas ide untuk menyatukan seluruh anak muda dan pelajar Semarang dalam event yang lebih besar, yakni KKR. KKR pun berlangsung dengan pembicara (alm) Ev. Stephanus Damaris dari Bandung. Saat itulah terjadi breakthrough yang belum pernah mereka alami. Anak-anak muda usia SMA ini dilawat Tuhan, menyerahkan hidup bagi Tuhan dan mengalami pertobatan. Manifestasi kuasa Roh Kudus terjadi di mana-mana.
Lantaran dilanda rasa lapar dan haus akan Tuhan, para pelajar akhirnya membentuk berbagai organisasi dan persekutuan doa, salah satunya Persatuan Siswa-siswi Oikumene (Persisko).
Tak hanya jalan di tempat, para pelajar itu menindaklanjuti dengan retret di STBI Semarang. Hampir semua peserta dipenuhi Roh Kudus. Tak lama kemudian, mereka juga bekerjasama dengan hamba Tuhan dari kota lain dalam Jambore Pelajar di Tawangmangu. Dengan salah satu pembicara, (alm.)Ev. Jeremia Rim, event itu menginspirasi kegerakan serupa di seluruh wilayah Indonesia.
Gembala GKB Kahal Semarang, Pdt. Theophilus Hendra mengatakan, “Saya masih ingat, saat altar call, 90% dari anak-anak yang memenuhi Wisma Pandanaran, maju ke depan dan menyerahkan hidupnya pada Tuhan.”
Sekarang mereka menjadi pemimpin-pemimpin yang luar biasa di dalam Tuhan. Tersebar di seluruh Indonesia bahkan hingga ke manca-negara sebagai buah kandung kebangunan rohani tersebut. Nama-nama seperti Pdt. Petrus Agung Purnomo (JKI Injil Kerajaan di Semarang), Pdt. Dr. Jimmy Oentoro (IFGFGISI/World Harvest), Ev. Daniel Alexander (Papua), Pdt. Victor D. Faraknimela (Delft, Nederland), Billy Sindoro (Christ Cathedral Banten), Bambang Budijanto (PESAT), Adi Sutanto (JKI) dan sejumlah nama lain yang kini dikenal sebagai tokoh gereja di Indonesia, adalah orang-orang yang menjadi saksi mata dan bahkan menjadi pelaku dari lawatan Allah yang pernah melanda pelajar kota Semarang tigapuluh tahun silam.
Merindu Generasi Baru
Kebangunan rohani selalu melahirkan satu generasi baru yang akan melayani Allah di zamannya. Itulah buah dari peristiwa kebangunan rohani yang berlangsung 30 tahun lalu di Semarang. Satu angkatan para pelayan Tuhan dilahirkan dan tersebar di mana-mana.
Cukup beralasan jika reuni ini merupakan rencana Allah untuk satu kegerakan baru. Salah seorang panitia, Johanes Christiono mengatakan, dengan mengusung tema 30 Years Walk With Jesus – a reunion and family gathering, para mantan pelajar ini diharapkan mencetuskan ide untuk mempertahankan, bahkan mengobarkan kembali api yang dulu pernah mereka terima, kepada generasi sekarang.
Sementara Pdt. Petrus Agung Purnomo menambahkan, kegerakan ini akhirnya menyebar, membesar, melahirkan banyak pemimpin rohani berpengaruh baik di Indonesia maupun mancanegara. “Kami sudah berjalan bersama Yesus selama 30 tahun. Kini saatnya berkumpul lagi untuk bersyukur kepada Tuhan, sambil berdoa untuk melihat apa yang akan Tuhan kerjakan serta berharap akan lahirnya generasi baru yang lebih dahsyat bersama Tuhan Yesus,” jelasnya.
Api vs Ironi
Api kebangunan rohani selalu butuh bahan bakar untuk bertahan. Ini adalah salah satu syarat kebangunan rohani sejati. Saat api menyambar, bahan bakar yang akan mempertahankannya. Tetapi juga ada sebuah ironi. Kebangunan rohani masa lalu, hanya akan tetap menjadi sebuah catatan sejarah, jika para pelakunya, tidak menghidupi kegerakan itu dan tidak meneruskannya, kepada generasi berikutnya. Pdt. Bambang Wijaya dalam sesi Vision Casting on what God is doing now and the future mengingatkan, “kita harus passing the mantle pada generasi berikutnya.”
Diharapkan reuni ini, bukan sekadar kumpul-kumpul, melainkan merumuskan hasil untuk generasi sekarang, tongkat yang siap diteruskan dengan nyala api yang sama, seperti yang dulu mereka pernah terima
Pandanaran, 1-3 Maret1979
Bermula pada acara Malam Oikumene di Gedung Wisma Pandanaran Semarang. Tepat 30 tahun lalu, Semarang menjadi saksi fase penting kebangunan rohani dalam sejarah gerakan karismatik di Indonesia. Para pelajar di kota ini, mengalami lawatan Allah yang mengubahkan hidup mereka. Sebelum acara itu berlangsung, para pelajar di kota ini sudah terlebih dulu mengalami tanda-tanda awal kebangunan rohani. Salah satu kelompok persekutuan, Persekutuan Sangkakala mulai merasakan lawatan Roh Kudus. Para pelajar ini, dimotori Billy Sindoro dan Jimmy Oentoro, yang bermarkas di rumah keluarga Sindoro di Kapuran 45.
Rasa lapar dan haus akan Tuhan, sudah ada di dalam diri anak-anak muda ini. Mereka menggagas ide untuk menyatukan seluruh anak muda dan pelajar Semarang dalam event yang lebih besar, yakni KKR. KKR pun berlangsung dengan pembicara (alm) Ev. Stephanus Damaris dari Bandung. Saat itulah terjadi breakthrough yang belum pernah mereka alami. Anak-anak muda usia SMA ini dilawat Tuhan, menyerahkan hidup bagi Tuhan dan mengalami pertobatan. Manifestasi kuasa Roh Kudus terjadi di mana-mana.
Lantaran dilanda rasa lapar dan haus akan Tuhan, para pelajar akhirnya membentuk berbagai organisasi dan persekutuan doa, salah satunya Persatuan Siswa-siswi Oikumene (Persisko).
Tak hanya jalan di tempat, para pelajar itu menindaklanjuti dengan retret di STBI Semarang. Hampir semua peserta dipenuhi Roh Kudus. Tak lama kemudian, mereka juga bekerjasama dengan hamba Tuhan dari kota lain dalam Jambore Pelajar di Tawangmangu. Dengan salah satu pembicara, (alm.)Ev. Jeremia Rim, event itu menginspirasi kegerakan serupa di seluruh wilayah Indonesia.
Gembala GKB Kahal Semarang, Pdt. Theophilus Hendra mengatakan, “Saya masih ingat, saat altar call, 90% dari anak-anak yang memenuhi Wisma Pandanaran, maju ke depan dan menyerahkan hidupnya pada Tuhan.”
Sekarang mereka menjadi pemimpin-pemimpin yang luar biasa di dalam Tuhan. Tersebar di seluruh Indonesia bahkan hingga ke manca-negara sebagai buah kandung kebangunan rohani tersebut. Nama-nama seperti Pdt. Petrus Agung Purnomo (JKI Injil Kerajaan di Semarang), Pdt. Dr. Jimmy Oentoro (IFGFGISI/World Harvest), Ev. Daniel Alexander (Papua), Pdt. Victor D. Faraknimela (Delft, Nederland), Billy Sindoro (Christ Cathedral Banten), Bambang Budijanto (PESAT), Adi Sutanto (JKI) dan sejumlah nama lain yang kini dikenal sebagai tokoh gereja di Indonesia, adalah orang-orang yang menjadi saksi mata dan bahkan menjadi pelaku dari lawatan Allah yang pernah melanda pelajar kota Semarang tigapuluh tahun silam.
Merindu Generasi Baru
Kebangunan rohani selalu melahirkan satu generasi baru yang akan melayani Allah di zamannya. Itulah buah dari peristiwa kebangunan rohani yang berlangsung 30 tahun lalu di Semarang. Satu angkatan para pelayan Tuhan dilahirkan dan tersebar di mana-mana.
Cukup beralasan jika reuni ini merupakan rencana Allah untuk satu kegerakan baru. Salah seorang panitia, Johanes Christiono mengatakan, dengan mengusung tema 30 Years Walk With Jesus – a reunion and family gathering, para mantan pelajar ini diharapkan mencetuskan ide untuk mempertahankan, bahkan mengobarkan kembali api yang dulu pernah mereka terima, kepada generasi sekarang.
Sementara Pdt. Petrus Agung Purnomo menambahkan, kegerakan ini akhirnya menyebar, membesar, melahirkan banyak pemimpin rohani berpengaruh baik di Indonesia maupun mancanegara. “Kami sudah berjalan bersama Yesus selama 30 tahun. Kini saatnya berkumpul lagi untuk bersyukur kepada Tuhan, sambil berdoa untuk melihat apa yang akan Tuhan kerjakan serta berharap akan lahirnya generasi baru yang lebih dahsyat bersama Tuhan Yesus,” jelasnya.
Api vs Ironi
Api kebangunan rohani selalu butuh bahan bakar untuk bertahan. Ini adalah salah satu syarat kebangunan rohani sejati. Saat api menyambar, bahan bakar yang akan mempertahankannya. Tetapi juga ada sebuah ironi. Kebangunan rohani masa lalu, hanya akan tetap menjadi sebuah catatan sejarah, jika para pelakunya, tidak menghidupi kegerakan itu dan tidak meneruskannya, kepada generasi berikutnya. Pdt. Bambang Wijaya dalam sesi Vision Casting on what God is doing now and the future mengingatkan, “kita harus passing the mantle pada generasi berikutnya.”
Diharapkan reuni ini, bukan sekadar kumpul-kumpul, melainkan merumuskan hasil untuk generasi sekarang, tongkat yang siap diteruskan dengan nyala api yang sama, seperti yang dulu mereka pernah terima
Komentar
Posting Komentar