Urban Farming
Urban Farming
Joshua Ivan Sudrajat S
Bagi
kebanyakan orang, bercocok tanam itu kesannya ketinggalan zaman. Identik
masyarakat pedesaan! Padahal, penting buat kaum urban untuk bisa menyulap
pekarangan jadi sumber bahan makanan. Udah gitu, bikin lingkungan lebih hijau
dan asri. Sekaligus mengurangi kadar konsumtif masyarakat kota yang semakin
tinggi. Ingat, pada zaman dahulu bercocok tanam adalah cara bertahan hidup
yang paling awal. Jangan hanya karena ada uang untuk membeli bahan makanan,
kita menjadi enggan kembali akrab dengan alam.
Pertanian
urban adalah praktik budidaya, pemrosesan, dan disribusi bahan pangan di
atau sekitar kota.[1]
Pertanian urban juga bisa melibatkan peternakan,
budidaya perairan, wanatani, dan hortikultura.
Dalam arti luas, pertanian urban mendeskripsikan seluruh sistem produksi pangan
yang terjadi di perkotaan.
FAO mendefinisikan
pertanian urban sebagai:
Sebuah
industri yang memproduksi, memproses, dan memasarkan produk dan bahan bakar
nabati, terutama dalam menanggapi permintaan harian konsumen di dalam
perkotaan, yang menerapkan metode produksi intensif, memanfaatkan dan mendaur
ulang sumber daya dan limbah perkotaan untuk menghasilkan beragam tanaman dan
hewan ternak.[2]
Definisi
yang diberikan Council on Agriculture, Science and Technology, (CAST) Mencakup
aspek kesehatan lingkungan, remediasi, dan rekreasi.[3]
Kebijakan di berbagai kota juga memasukkan aspek keindahan kota dan kelayakan
penggunaan tata ruang yang berkelanjutan dalam menerapkan pertanian urban.[4]
Perbedaan
antara pertanian urban dan non-urban bisa cukup besar, dan tantangan yang ada
pada pertanian urban bisa disebut sebagai kekuatan yang dimiliki. Variasi
kondisi sosio-ekonomi perkotaan, budaya, hingga geografi, iklim, dan luas lahan
menimbulkan berbagai inovasi dan kebijakan pemerintahan setempat. Diversitas
yang membedakan antara satu kota dan kota lain mampu menciptakan keunikan
tersendiri.[5][6]
Pertanian ini pun menimbulkan berbagai gerakan lokal seperti
"foodies", "locavores", "organic growers" dan
sebagainya yang berfungsi sebagai sarana berbagi informasi dan fasilitas jual
beli produk setempat, sehingga mendatangkan penghasilan, mengurangi risiko
pestisida dan bahan kimia berlebih dalam konsumsi masyarakat, hingga
meningkatkan ketahanan pangan.[5]
Karena pertanian urban dikatakan memperpendek jarak antara produsen dan konsumen
sehingga bahan pengawet dan proses tambahan tidak dibutuhkan. Hal ini membuat
konsumen mendapatkan jaminan bahan pangan yang didapatkan begitu segar.
Pertanian
urban umumnya dilakukan untuk meningkatkan pendapatan atau aktivitas
memproduksi bahan pangan untuk dikonsumsi keluarga, dan di beberapa
tempat dilakukan untuk tujuan rekreasi dan relaksasi.[7]
Kesadaran mengenai degradasi lingkungan
di dalam perkotaan akibat relokasi sumber daya untuk melayani populasi
perkotaan telah menjadikan insiprasi untuk berbagai skema pertanian urban di
negara maju dan negara berkembang dan mendatangkan berbagai bentuk pertanian
perkotaan, dari model sejarah seperti Machu
Picchu hingga pertanian di kota modern.
Melihat
Kondisi Di daerah saya Jatiwangi yang tanah pertaniannya rusak karena diambil
untuk bahan baku genteng, sehingga lapisan top soil di Sawah di sekitar
Kecamatan Jatiwangi ini mengalami kemunduran hasil pertanian karena tingkat
kesuburan tanah menurun karena lapisan top soil hilang. Oleh sebab itu salah
satu cara untuk meningkatkan hasil pertanian melalui urban farming.
Saya
mengakui didaerah saya belum berkembangnya urban farming. Sebenarnya lingkungan
tempat tinggal saya membutuhkan orang yang mau menggerakan masyarakatnya terjun
dalam urban farming ini.
Dalam
beberapa dekade terakhir pemanasan global dan perubahan iklim merupakan salah
satu isu lingkungan penting yang harus dihadapi dengan serius oleh
negara-negara di dunia. Perubahan iklim dan kenaikan temperatur udara secara
global akibat Gas Rumah Kaca (GRK) adalah sebuah fenomena yang secara luas
dapat berpengaruh pada kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya.
Pemanasan
global merupakan fenomena yang tidak terelakkan lagi. Faktanya
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa kenaikan suhu
bumi selama tahun 1990 – 2005 antara 0.13 – 0.15 derajat celcius. Apabila tidak
ada upaya pencegahan, pada tahun 2050 – 2070 suhu Bumi akan naik sekitar 4,2
derajat Celcius (KPKC Roma, 2002 dalam Ginting, 2008). Pada kondisi
normal, efek rumah kaca adalah baik karena dapat memberikan kehangatan dan
kehidupan bagi Bumi dan seluruh makhluk hidup. Faktanya, jika tidak ada rumah
kaca, bagian Bumi yang tidak terkena sinar Matahari akan menjadi sangat dingin
dengan temperatur -18ºC (Purwito, 2008). Celakanya, dengan berbagai aktifitas
manusia yang terkadang tidak memperhatikan aspek lingkungan, efek rumah kaca
lebih banyak merugikan kehidupan karena didukung oleh banyaknya pencemaran dan
tingginya emisi gas yang merusak lapisan ozon.
Dampak
dari pemanasan global adalah meningkatnya frekuensi dan intensitas hujan badai,
angin topan, dan banjir, mencairnya es dan glasier di kutub, serta kenaikan
permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun 2100
diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15–95 cm. Iklim yang tidak menentu
juga menjadi fenomena yang akan terjadi jika permasalahan ini tidak ditanggapi
secara serius (Ginting, 2008). Namun, alih alih mengurangi dampak pemanasan
global, Indonesia malah menjadi negara nomor tiga penyumbang emisi gas CO2
di dunia yang turut memberikan kontribusi pemanasan global. Kedudukan Indonesia
naik dari peringkat 21 keperingkat 3 di bawah Amerika Serikat dan Cina
(Purwito, 2008). Ditambah dengan angka penggunaan kendaraan bermotor Indonesia
yang mencapai angka 94.373.324 (BPS, 2012), dan jumlah pabrik yang ada di
Indonesia mencapai 23.257, dan 2545 di antaranya adalah pabrik tekstil yang
berpotensi tinggi mencemari lingkungan (BPS, 2012).
Permasalahan
lingkungan haruslah ditanggapi dengan penanganan serius. Salah satu solusi
untuk menjawab tantangan tersebut adalah teknologi urban farming. Urban
farming adalah gerakan kembali ke alam berupa kegiatan bertani di
lingkungan perkotaan. Urban farming didefinisikan sebagai usaha tani,
pengolahan, dan distribusi dari berbagai komoditas pangan termasuk sayuran dan
peternakan di dalam atau di pinggilan wilayah kota (Athariyanto, 2010). Pada
negara maju seperti Jepang, teknologi urban farming ini dengan serius
diimplementasikan di kehidupan masyarakat. Hal ini ditandai dengan banyaknya
hotel dan bangunan lain yang dibeberapa sisinya ditanami tanaman, mulai dari
pangan hingga hortikultur.
Di
Indonesia teknologi ini belum banyak dikembangkan, meskipun secara teoritis
mudah diterapkan. Faktanya masih sedikit wilayah yang menerapkan teknologi ini.
Surabaya merupakan salah satu kota yang mulai menerapkan teknologi ini, karena
selain efektif menyelesaikan permasalahan lingkungan, urban farming
memiliki fungsi ganda untuk meningkatkan sumber daya dibidang pertanian dan
mengurangi kemiskinan di wilayah itu. Hal ini diterapkan oleh masyarakat
Kelurahan Made di Surabaya yang menerapkan urbanfarming untuk mengatasi
masalah lingkungan dan pemberdayaan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan di
daerah tersebut.
Urban
farming merupakan solusi alternatif bagi penyelesaian masalah
lingkungan dan ekonomi, namun penerapannya belum dilakukan secara optimal di
Indonesia, karena itu kita harus mempopulerkan kegiatan ini agar lebih mudah
dikenal masyarakat, Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
berusaha mempromosikan urban farming ke berbagai elemen masyarakat di
Jawa Barat, Bersama kami melakukan penyuluhan mengenai urban farming,
salah satunya di Desa Pasigaran, Kabupaten Sumedang. Efeknya luar biasa, dengan
optimalisasi lahan sempit pada pekaranag berupa teknologi hidrophonik,
setidaknya warga desa dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri,
meningkatkan pendapatan dan secara otomatis juga mendukung program ketahanan.
BEM Fakultas Pertanian juga mengawal program Upsus Pajale dari pemerintah
dengan mengajak warga Kota Bandung untuk mengoptimalkan lahan pekarangannya
menjadi rumah pangan lestari, dan memberikan berbagai macam penjelasan mengenai
urban farming, salah satunya mengenai hidrophonik sebagai media
budidaya yang efektif dan efisien pada saat perayaan hari tani tanggal 24
september 2015 lalu di Dago. karena masalah lingkungan merupakan masalah kita
bersama dan musuh kita bersama. Manfaat urban farming dapat mengurangi
dampak pemanasan global dan menyelesaikan masalah ekonomi di Indonesia. Urban
farming merupakan solusi yang terabaikan, namun dalam penerapannya
teknologi ini harus mulai diterapkan demi keseimbangan lingkungan. (Ary Satria)
Komentar
Posting Komentar