Tuhan Menyediakan


Tuhan Menyediakan
Ev. Yusak Tjipto Purnomo



6:6 Tetapi berkatalah abdi Allah: "Ke mana jatuhnya?" Lalu orang itu menunjukkan tempat itu kepadanya. Kemudian Elisa memotong sepotong kayu, lalu dilemparkannya m  ke sana, maka timbullah mata kapak itu dibuatnya. 6:7 Lalu katanya: "Ambillah." Orang itu mengulurkan tangannya dan mengambilnya. (2 Raja 6 ; 6 – 7)

Setiap orang mengalami masalah dan pernah mengalami kejatuhan. Seperti orang yang kehilangan mata kapaknya karena terjatuh ke dalam sungai. Elisa memotong sepotong kayu dan melemparkannya ke dalam sungai. Orang itu hanya memperhatikan kapan kayu itu muncul atau timbul kembali. Kalau dia tidak memperhatikan, kayu ini akan hanyut dengan masalah kita. Kita akan kehilangan, merasa seolah-olah kapak kita belum ditanggulangi, padahal sudah dibawa oleh kayu yang hidup ini. Tetapi kita tidak waspada.

Maka dari itu kita harus tahu dimana letak kejatuhan kita dan lemparkan ditempat itu. Jangan ngawur lempar ke sebelah sana, lempar ke sebelah sini. Tetapi kita harus tahu dengan tepat dimana jatuhnya. Setelah itu, kita harus waspada dan menunggu waktu Tuhan menyelesaikannya sehingga begitu timbul kapak nya kita tinggal ambil.

Hal ini seringkali saya alami. Suatu kali waktu saya mendapat rumah, rumah itu sudah saya kontrak selama tiga tahun. Setelah tiga tahun kurang enam bulan saya sudah berdoa : “Tuhan, rumah ini mau habis kontraknya. Praktek dokter gigiku belum laku. Sekarang saya mau pindah kemana, Tuhan ?”

Langsung Tuhan menjawab : “Aku sudah sediakan rumah bagimu.” Hati saya plong rasanya. Saya bilang : “Amin !” dan saya berkata kepada istri saya : “Aman, beres. Tuhan sudah sediakan rumah bagi kita.”

Pikir saya nanti kalau kontraknya habis langsung dapat rumah satu glondong, datang sendiri tetapi tahunya sebulan kontrakan mau habis tidak terjadi apa-apa, kurang seminggu tetap tidak ada apa-apa. Istri saya bilang : “Bagaimana ? Sudah kurang seminggu lho, rumahnya harus dikosongkan.”

“Iya ya ya Bagaimana ya ? Sebab dulu itu Tuhan janji sudah sediakan rumah.” Tetapi tidak ada apa-apa, uang tidak dikirimkan, tidak ada orang yang menawarkan rumah, ya sudah berdoa lagi. Lalu Tuhan berkata : “Berdoa semalam suntuk.” Saya terkejut bukan main. Semalam suntuk ? Yang Kuat siapa ? Coba terus terang, apakah kita kuat doa sendirian semalam suntuk ? Dua jam saja sudah setengah mati. Saya dibangunkan Tuhan jam dua pagi. Tuhan mengatakan : “Bangun ! Berdoa !” “Ya” “Keluar” “Lho bagaimana sih Tuhan. Berdoa diranjang kan enak sih Tuhan.”

“Keluar !” Kata Tuhan Dan sayapun keluar kamar, kemudian istri saya terbangun : “mau kemana kam ?” “Suruh berdoa tetapi disuruh doa diluar kamar” Keluar berdoa satu jam tapi tidak dijawab. “Kaki sampai kesemutan, diundang, tidak didatangi, tidak diajak bicara, ini bagaimana toh maumu Tuhan ?” jalan-jalan sebentar, lima menit berdoa lagi. Satu jam, dua jam tidak dijawab. Saya berpikir : “Ini tadi Tuhan atau bukan ?”

Tetapi mau tidur saya tidak berani, sebab saya takut kepada Tuhan. Tiga jam berdoa tetap tidak dijawab, empat jam kemudian, jam enam saya bilang : “Tuhan sudah jam enam ya, kalau tidak dijawab, ya bukan salahku. Aku harus mengantarkan anakku nanti jam setengah tujuh ke sekolah. Langsung Dia datang sambil manggut-manggut dan mesem. Saya pikir : “Kamu mesem-mesem, aku yang sengsara.” Dia berkata : “Aku uji kamu. Kamu tahan tidak, taat dan setia.” “Lha kok sampai lama sih Tuhan. Kan Engkau tahu hatiku bahwa aku mau menurut sama Engkau.” “Ya tetapi kalau kamu tidak jalankan dengan kenyataan. Iman tanpa perbuatan adalah kosong.” Dan pada waktu itu hadiahnya adalah saya diberikan pelajaran baru. Dan senangnya luar biasa hidup dengan Dia.

Pada waktu Tuhan berkata : “Doa semalam suntuk.” Saya berkata : Yang Benar toh Tuhan, Tidak kuat. Kalau tidak kuat bicara ya terus terang, Tuhan kita tidak pernah memaksa. Tuhan tahu ! “Maksudnya semalam suntuk bergantian dengan istri dan adikmu Nany.” “Oh Engkau itu memang bijaksana kok ya, Tuhan.”

Allahmu tidak pernah tidak bijaksana. Tuhan selalu mengatakan bahwa Allahmu tidak pernah tidak bijaksana. Karena kalau Aku memerintah anakKu yang seringkali tidak dapat menangkap maksudKu sehingga baru ku beritahu sedikit sudah sok tah lalu berbuat sembarangan.

Sudah diberi panah kuasa, lalu tidak tanya sasarannya dimana. Sembarang orang dipanah setelah tidak kena sasaran langsung kecewa sendiri. Ini yang yang sering terjadi. Kita harus tahu dengan tepat sasaran yang harus kita bidik.

Maka dari itu, saat itu saya mengatakan : “Ya ini begini ya. Kalau aku sudah capek, gantian siapa yang berdoa.” Lalu istri saya bilang : “Jadi nanti saling membangunkan ?” “Oh tidak perlu. Kalau saling membangunkan itu bukan Tuhan. Kita harus belajar menyerah total. Pokoknya nanti kalau dibangunkan ya bangun.” Ya. Kamu berdoa tugas saya jam sepuluh malam. Jadi kami berdoa terus, sampai jam sebelas malam, saya tidak kuat. Ah ngantuk aku Tuhan, sekarang Kamu yang membangunkan siapa yang akan menggantikan aku berdoa.

Ternyata adik saya di kamar sebelah dibangunkan oleh Tuhan. Dia berdoa dari jam sebelas sampai jam dua belas, lalu kembali tidur. Kemudian istri saya dibangunkan. Dan istri saya dibangunkannya istimewa. Kalau tidur dengan saya kan empet-empetan. Sebab kalau dia belum tidur, begitu saya membalik sedikit plok ! kenapa ? jangan membelakangi, menghadap ke sini. Kalau sudah menghadap : “Tanganmu mana.” Dia pegang. Itu istri saya. Karena kalau dia sakit, wah repot, minta tangannya dipegangi terus, takut ketinggalan. Makanya sekarang kalau kami pergi : “Dalam Nama Tuhan Yesus ! Tidak ada apa-apa, jangan khawatir.” Pada waktu itu saya disikut : “Aduh, kamu kok menyikut ?” “Lha kamu kok nakal,” katanya dengan penasaran. “Nakal apa ?” tanya saya bingung. “Aku tidur kok kakiku kamu garuk-garuk,” katanya menjelaskan. “Bangun waktu sembahyang bagianmu,” jawab saya. Oh ya iya ya, katanya.

Allah itu begitu nyata. Setelah giliran istri saya berdoa, adik saya yang satu lagi, setelah itu baru kembali ke saya lagi. Dari jam sepuluh malam sampai jam lima pagi, semua masing-masing satu jam, teratur, rapi. Itu Lho Allah.

Itulah cara hidup dengan Allah secara nyata. Karena tidak dibantu dengan pikiran manusiawi kita. “Nanti kalau ketiduran bagaimana kapan Tuhan membangunkan ? jangan kuatir ! begitu terbangun, berdoa itu bagian kita.

Demikian juga kalau malam hari jika kita dibangunkan Tuhan, doakan saudara kita, doakan yang masuk didalam pikiran kita. Itu tugas kita untuk berdoa saat itu. Kalau kita lakukan, kita akan melihat kuasa Tuhan.

Kemudian ada seorang nenek, pada suatu hari disiaang hari ditengah-tengah kesibukannya, ia dikagetkan oleh Tuhan : “Berdoalah !” Dia berdoa lalu Tuhan mengirimkan satu nama, lalu ia doakan. Ternyata itu adalah seorang anak muda, seorang hamba Tuhan. Nenek itu mendoakannya terus : “Tuhan, tolong dia, bungkus dia.”

Sebulan kemudian anak muda ini datang ke rumah nenek itu dan bercerita : “Wah nek, pada tanggal segini, jam dua, saya mau dibunuh orang, mereka benci kepada saya karena saya memberitakan Injil. Tetapi aneh orang yang ingin membunuh itu pisaunya sudah diletakkan didada saya, tiba-tiba orang itu mendadak lemas dan jatuh sendiri nek.” Nenek itu berkata : “Terima Kasih Tuhan. Pada jam segitu saya disuruh Engkau berdoa. Mendoakan hambaMu ini dan dia diselamatkan karena doaku didengar Tuhan.”

Kalau seandainya nenek itu tidak berdoa saat itu, hamba Tuhan itu mati, siapa yang salah ? Hati-hati. Kalau malam ini dibangunkan Tuhan cepat-cepat loncat dan berdoa. Nanti berkat Tuhan melimpah. Kita akan melihat cara Allah kita bekerja luar biasa. Waktu jam lima kami selesai berdoa, besoknya datang sepasang suami istri. Mereka bertanya : “Kamu butuh apa ?” Saya jadi bingung : “Saya tidak butuh apa-apa.” Tidak bisa kata mereka. “Lho ada apa ?” gantian saya bertanya. “Tadi malam saya dengar suara Tuhan terus menerus sampai tidak bisa tidur. Ambil simpananmu emasmu dua kilogram dan bawa ke tempatnya Yusak.” Masakan dokter gigi kok butuh uang ? untuk apa ?

Nanti kamu tahu, kata Tuhan. Dia datang dan bertanya : “Kamu butuh emas ?” “Tidak, emas buat apa ?” jawab saya. Tidak mungkin kalau kamu tidak butuh. Ini rumah siapa ? kalau dia tanya seperti itu saya tidak bisa tidak menjawab. “Rumah kontrak.” Jawab saya. Kapan habisnya ? tanyanya penasaran. “Minggu depan.” Pantas katanya. Kemudian dia mengeluarkan dua kilogram emas dan berkata : “Pakai” Saya bilang : “Pakai buat apa ?” “Cari rumah dan kembalikan kalau Tuhan sudah perintahkan kembalikan.” Mereka belum pulang, datang dua orang lagi membawa bungkusan. “Pakai”. Uang Rp. 1.500.000 pada waktu tahun 1973 itu adalah uang yang cukup besar. “Kenapa ?” tanya saya. Saya disuruh Tuhan untuk bawa uang ke sini. Hari itu terkumpullah uang. Kami segera cari dan dapat rumah. Istri saya senang, dia berkata : “Wah, kok Tuhan sayang ya, kok tepat waktunya.”

Ketika minggu kami akan pindah, kami datang ke pemilik rumah. Kami bantu membereskan barang-barangnya. Tetapi jam delapan orang itu tiba dirumah saya kembali. Dia bilang : “Pak maaf ya pak. Rumahnya tidak jadi saya jual.” Persekotnya saya kembalikan. Saya bilang : “Bu, rumah saya besok jam sebelas akan dirobohkan lho. Mau dibangun baru. Kan sudah terima persekotnya, kok begitu ? Jangan begitu dong bu ?” Tidak jadi saya jual, kecuali kalau bapak mau naikkan harganya ya boleh. Katanya. “Lha uangnya dari mana ? Uangnya pas-pasan.” Lalu saya berdoa : “Bagaimana Tuhan ?” Sudah jadi kok begini akhirnya.” Jawab Tuhan : “Kamu berani berserah kepadaKu ?” “Oh berani” Jawab saya mantap. “Ya sudah, kembalikan.” Perintah Tuhan. Saya kembalikan, Istri saya nanya : “Lha piye ?” Telegram alamat saya yang baru sudah saya kirimkan ke semua saudara saya. Bayangkan, bubar ! Ganti ! Ini orang kurang waras atau bagaimana sudah jadi  malah tidak jelas begini. Lalu pada saat itu saya berdoa : “Tuhan, lha mbok ngomong sih Tuhan, rumahku ini yang mana ?”

Tuhan bilang : “Besok” Sudah tinggal semalam itu Tuhan masih bilang besok. Besok bangun jam lima, tetapi istri dan adik saya sudah tidak bisa tidur karena terus berpikir. Tetapi saya tidur enak, sebab saya percaya bahwa Allah itu luar biasa. Sampai istri saya berkata : “Kamu itu kok tidur terus kenapa ?” “Lha buat apa tidak tidur ?” jawab saya tenang. “Wong tidak punya rumah besok ini bagaimana ?” katanya dengan gelisah. “Lho, Tuhan bilang besok, ya besok.” Jawab saya dengan mantap. “Tapi pikiranku tidak bisa lepas,” katanya dengan sedih. “Lepaskan” kata saya. “Nanti aku tidak bisa tidur lagi.” Jawabnya. “Wah bagaimana ini ?” lalu saya berdoa : “Tuhan, ampuni. Dalam Nama Tuhan Yesus lepaskan pikiran-pikiran ini.” Kemudian tidur.

Jam lima pagi kami bangun dan berdoa : “Ini sudah pagi, janjiMu pagi ya. Tuhan sekarang ngomong ya Tuhan dimana ?” “Nanti digereja” kata Tuhan. Bagaimana Tuhan waktunya sudah mau habis, kata saya. Nanti di gereja Aku bicara, kata Tuhan.

Di gereja saya ikut ibadah jam delapan pagi, selesainya jam sembilan. Jam sebelas rumah sudah dirubuhkan. Jadi kotbah Hamba Tuhan saya dengarkan terus, “Waduh, nanti mungkin jawabannya melalui kotbah ini.” Tetapi gak ada yang menyinggung soal rumah. Setiap kali istri saya tanya, saya jawab : “Belum” Jadi pandangan istri saya setiap kali kepada saya sementara pandangan saya ke kotbah.
Ini kenyataan hidup, takut, bingung. Sampai kotbah selesai, tidak ada apa-apa. Saya jadi bingung : “Loh kok tidak ada apa-apa, bagaimana toh Tuhan ?” Nyanyian-nyanyian saya perhatikan juga, tidak ada yang menyinggung soal rumah. Lalu semua berdiri : “Haleluya, Haleluya Amin !“ Baru Tuhan berbicara : “Rumahmu di jalan Gatot Subroto.” Saya senang sekali lalu berkata : “Puji Tuhan” Istri saya bertanya : Sudah ? “Sudah Beres” Jawab saya. “Dimana ?” tanya istri saya. “Gatot Subroto, sudah cepat pulang,” saya berkata dengan hati lega.

Ngebut, sampai dirumah semua orang persekutuan sudah berkumpul. Barang-barang sudah dipacking, sudah digotong keluar. Tetangga datang dan bertanya “Pak mau pindah kemana ? Gatot Subroto jawab saya. Adik saya tiba-tiba bertanya nomor berapa ? “Hah ?” Lupa tanya nomornya kepada Tuhan. “Gatot Subroto, Puji Tuhan !” Terlalu terburu-buru, lupa tanya nomor berapa. Ini seringkali terjadi dalam hidup kita.

Kalau kita sebagai hamba Tuhan, lalu diberitahu tentang seseorang, karena terlalu senang lupa untuk duduk diam sampai Tuhan selesai berbicara. Seringkali kita seperti itu, cepat-cepat lari karena terlalu senang. Jadi kesulitan lagi, saya bilang : “Sudah, semua sembahyang, saya pergi.” “Lha kamu pergi kemana ?” tanya istri saya. “Lha ya nyari to nomor berapa” “Nomer berapa ? Yang Punya Siapa ?” tanya istri saya bingung.

Tidak tahu, Tuhan belum selesai bicara saya sudah pergi. Lalu saya naik motor skuter saya : “Tuhan ampunilah saya. Itu rumah punyanya siapa Tuhan ? Itu nomornya berapa ? Tuhan tidak menjawab. Sampai bingung, naik skuter tratapan, setiap kali tikungan saya bertanya kepada Tuhan : “Ini kanan atau kiri Tuhan ?”

Lalu Tuhan bicara : “Kanan.” Disitu saya sudah senang, sebab setiap kali tikungan Tuhan bicara. Terus. Dituntun ke Ciumbeuleuit, Gatot Subroto di Selatan, Ciumbeuleuitnya di utara. Saya bilang : “Lho Gatot Subroto dibawah, kok saya dituntun ke daerah atas ?” “Nurut” kata Tuhan.

Kalau Tuhan menunjukkan jalan kadang-kadang secara rasio pikiran bertentangan arahnya. Bukan malah menuju pada penyelesaian tetapi menuju kepada kegagalan. Tetapi kalau kita tekun, menurut dan percaya smeuanya jadi. Seandainya pada waktu itu saya menentang, tidak akan jadi. Karena yang punya rumahnya tinggal didaerah utara. Naik terus ke gunung, saya bilang “Lho kok ke gunung ini. Nanti kan buntu Tuhan ?” Tetapi Tuhan bilang : “Terus.” Pada waktu sampai di rumah yang nomor 82. Tuhan mengatakan : “Masuk.”

Waktu itu pas ada seorang anak muda bermain dengan anaknya. “Selamat Pagi.” Saya menyapa. “Selamat Pagi. Cari Siapa ?” Tanyanya. Cari siapa coba ? Tidak tahu namanya, lalu saya tanya : “Cuma mau tanya, punya rumah di Gatot Subroto ?” “Oh iya ya, saya punya. Langsung lega saya. Itu dijual kan ? “Iya.” Tambah lega. Minta berapa ? Sembilan juta. Mak ples ! saya tidak punya uang segitu. “Kok, mahal ya Pak ?” Iya ada yang nawar 7,5 juta tapi dibatalkan karena saya mintanya 10 juta. Katanya. Saya kemudian terus terang berkata : “Pak, saya ini kurang satu jam harus pindah rumah.” Orang kalau butuh rumah, kebutuhannya mepet malah tambah digenjot. Tetapi saya malah mengatakan : “Pak, kurang dari sejam rumah saya mau dirobohkan. Tolong dong pak, rumah itu diberikan kepada saya.”

Bapak nawar berapa ? tanyanya Ya Tujuh juta saja toh pak, padahal saya tidak punya uang hanya punya uang lima juta, masih kurang dua juta. Tiba-tiba istrinya keluar dari dalam rumah teriak : “Tolong orang itu ! Tolong orang itu !” Keluarga ini bukan orang Kristen dan saya tidak pernah kenal. Orang itu bertanya sama istrinya : “Kenapa ?” Kamu kenal dia ? “tidak” “Lha kok tolong kenapa ?” “Dikamar ada yang memerintah saya : “Cepat tolong orang itu ! Ambil kunci rumah Gatot Subroto, berikan ke orang itu.”

Lalu dia membawa kunci berkata : “Sudah begini saja pak. Bawa saja ke rumah. Langsung bapak masuk ke sana, rumah itu sudah direnovasi baru selesai kemarin. Sekarang Bapak masuk dan Pakai saja dulu selama tiga bulan. Kalau bapak nanti bisa bayar tujuh juta ya bayar, kalau tidak bisa bayar, tiga bulan tidak perlu bayar. Boleh dipinjam.” Lihat bukan orang kristen ! Tetapi Allah berkuasa memerintahkannya untuk anak-anakNya. Saya pulang persis jam sebelas kurang seperempat. “Sudah dapat !” kata saya. “Nomer berapa ?” tanya istri saya. “317” Jawab saya mantap. Sebelah mana tanyanya lagi. Ayo cari sama-sama. Tidak tahu diurutkan saja.

Mobil berbaris mengurut, tidak tahunya jalan Gatot Subroto itu panjang sekali. Sebelum saya datang, adik saya bilang kepada istri saya : “Ini lho rumahmu gambarnya. Depannya ada kaca besar, begini, begini.” Waktu masuk kesana, tepat rumah itu. Dan itu ruangannya besar, bisa untuk persekutuan.

 Allah kita adalah Allah yang tertib, Allah yang tepat, Allah yang selalu Ya dan Amin, tergantung dari percaya kita. Firman Tuhan sudah mengajar kepada kita bagaimana kita menyelesaikan masalah kita. Tergantung dari kita, setiap kita tetap tekun didalam Dia atau tidak. Kalau kita tetap tekun, tidak perlu khawatir, apapun boleh tetap terjadi, tetapi kita tahu Allah kita yang menetapkan.

Supaya kita tahu apa yang dikehendaki Tuhan didalam kehidupan kita, dikatakan bahwa kita harus menjadi orang Kristen yang mengucap syukur, kalau kita tidak mengenal Tuhan kita, tidak mengalami secara pribadi, maka pengucapan syukur kita hanya dimulut saja. Pada waktu kita mengalami masalah dan tantangan pasti kita akan gugur imannya dan tidak mengucap syukur. Maka dari itu untuk mengetahui iman percaya, kita harus diuji melalui pencobaan, melalui penderitaan.

Jangan menyangka kalau kita sudah menjadi orang Kristen kemudian banyak yang mengatakan tidak akan terkena musibah, penderitaan, sakit. Itu perlu diragukan ! Sebab kalau enak terus kita tidak akan menjadi kuat.

Sumber :
Buku Lepas dari Kesesakan Mau ? Ev Drg. Yusak Tjipto Purnomo

Jurnalis : Joshua Ivan Sudrajat S       

Komentar

Postingan Populer