DibuatNya Badai itu Diam



DibuatNya Badai itu Diam

Jumat, 22 Maret 2013

Write By : Joshua Ivan Sudrajat S

Bahan Renungan : Mazmur 107 : 28 – 31

Ay 28 Maka berseru – serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan dikeluarkanNya mereka dari kecemasan mereka, Ay 29 dibuatNyalah badai itu diam, sehingga gelombang – gelombangnya tenang. Ay 30 Mereka bersukacita, sebab semuanya reda, dan dituntunNya mereka ke pelabuhan kesukaan mereka. Ay 31 Biarlah mereka bersyukur kepada Tuhan karena kasih setiaNya, karena perbuatan – perbuatanNya yang ajaib terhadap anak – anak manusia.

Renungan :

Hari ini saya disuruh Roh Kudus membaca Mazmur 107 : 28 – 31, bagi saya ayat ini menjadi Rhema buat kehidupan saya. Ketika membaca ayat ini Roh Kudus memberikan penjelasan bahwa selama bangsa Israel berada di padang gurun selama empat puluh tahun lamanya, sehari – hari mereka hanya melihat pemandangan gurun yang kering kerontang, panas yang terik di waktu siang hari, malam hari udara dingin menusuk tulang mereka.
Mereka mendapatkan makanan yang sama yaitu Manna, mereka mengalami kejenuhan, kebosanan, mereka mengeluh bahkan berkata lebih enak berada di Mesir, disana semua makanan tersedia walaupun mereka harus menjalani kerja paksa dan penyiksaan.
Mereka juga mengalami namanya angin badai di padang gurun. Ketika badai itu menerpa mereka tidak ada tempat untuk berlindung karena mereka berada ditengah – tengah padang gurun.
Didalam kehidupan kita, kita juga mengalami masalah, masalah itu seperti hujan deras yang disertai angin badai, ketika kita terkena badai tidak ada lagi tempat kita berlindung, kita memang berdoa sama Tuhan, namun secara manusia daging kita kita akan mengeluh juga karena kelelahan menghadapi badai kehidupan yang tidak pernah berhenti.
Didalam kehidupan saya, saya juga mengalami badai kehidupan, sejak tahun 2007 angin badai itu mulai menerpa kehidupan saya, saya belum begitu menyadari, namun ketika tahun 2007 mama mulai sering masuk rumah sakit sampai tahun 2011, saya mulai kelimpungan karena dasar saya tidak kuat. Terpaan angina melanda hidup saya, saya disuruh mencari bantuan untuk biaya rumah sakit mama saya, namun hasilnya tidak begitu banyak, bahkan sampai akhirnya adiknya mama saya yang lelaki meminjam uang ke sana ke mari untuk biaya pengobatan mama.
Angin makin kencang ketika mama saya akan pulang ke rumah Bapa di Surga, saya tidak mempunyai apa – apa untuk membayar hutang mama saya ratusan juta, saya sebagai anak tunggal disuruh oleh tante saya untuk menyelesaikan hutang mama saya, tekanan begitu kuat sehingga sakit kepala sering terjadi, selama di Cirebon, hampir setiap malam saya mengaduh kesakitan karena kepala saya sakit, saya menjerit diluar kamar namun saya tidak sadar.
Akhir tahun 2010 Tuhan memberikan saya perkataan tahun 2011 kamu akan naik ke tingkat berikutnya, saya tidak mengerti, namun dalam hati kecil saya berkata : “jangan – jangan mama pulang ?” itu perkataan dalam hati saya, saya berpikir apakah saya mampu melewati semuanya, sehingga sepulang dari Semarang, tanggal 1 Januari 2011 saya merasakan ketakutan, pada waktu itu saya sedang berada di kamar kos saya.
6 Juni 2011 akhirnya mama pulang ke rumah Bapa di Surga, waktu itu saya berada di Cirebon karena harus kerja di sebuah pelayanan, sebenarnya sewaktu saya pulang ke Jatiwangi tanggal 4 Juni 2011, mama sehat dan tidak menampakkan sesuatu yang membahayakan, namun mama saya tidak mau berbicara, sewaktu tanggal 5 Juni 2011 saya pulang ke Cirebon, mama saya tidak mau melihat muka saya. Tanggal 6 Juni 2011, ketika saya pulang kantor, saya ditelepon oleh adiknya mama saya, saya disuruh pulang ke rumah, namun saya tidak diberitahu bahwa mama saya sudah pulang.
Dalam perjalanan pulang ke Jatiwangi, saya naik angkutan umum, didalam angkutan umum yang penuh sesak dan bau keringat, sekitar setengah lima sore, saya mencium bau bunga melati, namun saya tidak mengerti, tiba – tiba sms masuk dari teman bahtera Bandung yang asli Jatiwangi mengucapkan turut berdukacita dan tetap tabah, disitu saya menangis dan supir angkutannya bertanya kenapa ? saya menjawab ibu saya meninggal, ia bilang tetap kuat ya m as.
Badai semakin berhembus kencang pada waktu bulan Agustus 2011, ketika saya dipensiunkan oleh tempat saya bekerja, dan ada masalah – masalah lainnya. Saya terpukul sekali dan dalam hati saya, saya merasa malu dan gagal. Badai itu terus bertiup sampai pada bulan Maret 2013 ini, saya punya kerinduan untuk mengikuti sebuah sekolah Alkitab dan pindah ke kota Lumpia. Saat ini saya sedang bergumul untuk membuat paspor sebagai syarat pelengkap sekolah Alkitab tersebut dan saya sedang berdoa untuk meminta uang untuk membayar sekolah dan pembuatan paspor.
Memang sudah selama dua bulan ini saya membuat telur pindang, setiap hari saya membuat 3 – 4 kg Telur Pindang, namun keuntungan tersebut kecil dan baru cukup untuk biaya kehidupan sehari – hari, sedangkan toko spare part motor sudah tidak bisa diandalkan karena yang dijual adalah spare part motor yang lama sekali dan orang sudah tidak mencarinya lagi. Saya juga bingung karena bulan Nopember 2012 saya diberi modal untuk menjual Olie, Olie sudah disediakan tetapi penjualan tidak lancar, ketika olie tidak ada banyak orang yang mau ganti olie, namun setelah olie ada, tidak ada yang ganti olie, sampai saat ini Olie yang ada masih banyak dan belum bisa berputar lagi uangnya. Uang yang terkumpul dari penjualan olie saya kumpulkan di rekening bank saya karena itu uang dari teman sma saya tepatnya adik kelas saya.
Hari ini Roh Kudus berkata bahwa Badai itu akan dibuatNya diam, namun saya tidak tahu bagaimana cara Tuhan membuat badai kehidupan yang menyerang saya itu diam sehingga gelombang – gelombangnya menjadi reda. Tuhan berkata dalam Mazmur 107 : 30 bahwa Dia akan membuat saya bersukacita dan menuntun saya kepada apa yang menjadi kerinduan saya dan destiny yang Tuhan sudah siapkan buat hidup saya.
Satu hal yang saya ingat ketika Juli 2010, saya pernah dinubuatkan bahwa saya akan dibawa ke puncak melalui masakan saya. Demikianlah renungan yang bisa saya bagikan hari ini. Semua karena AnugerahNya. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin.

Jatiwangi, 22 Maret 2013
By His Grace
Joshua Ivan Sudrajat S

Komentar

Postingan Populer