PANGGUNG ATAU MEZBAH Ev. Iin Tjipto

Panggung Atau Mezbah
JKI Hananeel Cinta
Ev. Indriati Tjipto Wenas
Jurnalis : Lidya Anandi 



Di dalam pelayanan kita selalu akan ada dua sisi kecenderungan yang akan muncul, apakah sebagai PANGGUNG, atau sebagai MEZBAH.
Panggung membuat kita menuntut.
Tetapi Mezbah membuat kita rela meletakkan.
Panggung seringkali membuat diri kita menghirup pujian dan menikmati suara tepuk tangan.
Tetapi Mezbah sunyi dari gempita penghargaan.
Panggung mengerjakan sesuatu yang sesaat dan lalu hilang.
Tetapi Mezbah mengerjakan suatu yang kekal.
Panggung adalah suatu kebanggaan.
Tetapi Mezbah adalah suatu ekspresi pengosongan diri dan ketaatan.
Panggung selalu mendorong kita untuk berebut yang paling depan.
Tetapi Mezbah membuat kita bersedia berada di paling bawah untuk diinjak supaya saudara kita bisa naik.
Panggung selalu menyediakan lampu sorot yang sangat terang , menyilaukan kemudian hilang lenyap tak bebekas.
Tetapi Mezbah adalah suatu titik sinar kecil yang kian lama kian terang namun akhirnya menjadi suluh yang sangat cemerlang.
Panggung adalah ekspresi bahwa “aku bisa”, “aku mampu”…
Tetapi Mezbah adalah ekspresi “aku hanya hamba yang dimampukan”…
Panggung seringkali membuat kita merasa aku adalah yang terutama dan terpenting.
Tetapi Mezbah membuat kita tersungkur dengan gemetar dan sadar bahwa kita ini bukan siapa-siapa.
Panggung adalah bau kedagingan yang menyengat dan akan tetap tercium walau terbungkus parfum termahal sekalipun.
Tetapi Mezbah adalah bau harum yang menetes keluar dari kedagingan yang di-iris-iris dan diletakkan dengan air mata.
Panggung adalah rumah bagi para bintang untuk beraksi.
Tetapi Mezbah adalah tempat para hamba untuk mempersembahkan diri…
“Anugerahi kami ya TUHAN, untuk mengerti betapa pentingnya membangun Mezbah dan menyingkirkan Panggung dalam setiap pelayanan kami… Amin.”
Mazmur 43:4 <Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku!>

Seringkali hati kita diuji.
Melalui interaksi dengan sesama manusia setiap harinya.
Juga melalui berbagai kejadian yang kita alami hari demi hari.
Ketika kita tidak sejalan dengan pemimpin atau teman kita kita..
Apakah kita memilih untuk memberontak, melawan, bahkan membentuk kubu untuk melawan dia untuk membuktikan bahwa kita lebih benar dari dia?
Ataukah memilih untuk memintakan ampun, mendoakan, dan menopang bila dia sedang lemah atau melakukan kesalahan?

Juga melihat ke dalam diri kita, mengapa kita tidak sejalan, ada apa dengan hatiku? Apakah aku sedang menjadi sombong, penuh kebenaran diri? Bertanya pada Tuhan, apa yang Tuhan sedang ajarkan dalam diriku untuk sebuah penundukkan diri?
Ketika seseorang menabrak kita di depan umum dan memaki kita.
Apakah kita memilih untuk marah terlebih memaki balik dengan hati yang merasa direndahkan?
Ataukah kita memilih untuk tetap manis dan memaklumi, mungkin dia begitu karena hari-harinya sedang buruk.

Ketika keluarga kita bermasalah secara ekonomi.
Apakah kita memilih untuk menjadi letih dengan semua tekanan keuangan, khawatir dan menggerutu?
Ataukah kita memilih untuk mengucap syukur dan percaya, burung di udara Kau pelihara terlebih diriku, Kau Tuhan yang tetap sungguh amat baik apapun keadaanku.
Ketika kita harus melayani ke sebuah kebaktian, ternyata kita ditempatkan sebagai pemungut sampah.
Apakah kita menjadi marah dan merasa direndahkan dan tidak pantas melakukan hal tersebut?
Ataukah bersukacita karena punya kesempatan melayani Tuhan bahkan untuk sebuah bagian kecil sekalipun, asalkan semua diberkati dan bertemu Tuhan.
Daud mencintai dua tiga ekor dombanya di padang yang digembalakannya dalam sukacita sambil memuji Tuhan dengan kecapi. Dia menikmati hubungannya dengan Tuhannya. Bagaimana tanpa seorang pun tau, Tuhan mengajarkan dia mengalahkan beruang dan singa yang hendak memangsa domba-domba kecilnya.
Ketika dia harus berhadapan dengan Goliath, dia tau pasti menang karena dia kenal Tuhannya. Goliath bukanlah raksasa, dia hanyalah orang tak bersunat yang berani melawan barisan dari Tuhan yang hidup. Di fisik Goliath seperti raksasa, tetapi di roh, Daudlah raksasanya. Sudah pasti menang, tidak ada keraguan.
Saul menjadi marah ketika para wanita bernyanyi, Saul mengalahkan beribu-ribu sedangkan Daud mengalahkan berlaksa-laksa. Karena semua tentang dirinya, jabatannya, perkenanan di hadapan manusia.
Panggung selalu mengenai diri kita. Apakah kita dihargai, apakah kita dihormati, apakah kita lebih dari orang lain. Panggung adalah sebuah persaingan dan pengakuan diri. Kitalah pusatnya.
Seperti Kain yang panas hatinya ketika melihat persembahan Habel lebih dikenan Tuhan.
Iri yang timbul dari sebuah persaingan.
Sedangkan mezbah selalu tentang korban. Seperti Habel yang mempersembahkan domba yang disukai Tuhan, yang dipeliharanya bukan untuk dirinya tapi untuk kesukaan Tuhannya. Mezbah bukan tentang diri kita, melainkan apa yang Tuhan kehendaki untuk kita merespon segala sesuatu.
Dan itu selalu sakit, tidak enak dan melawan semua kedagingan kita.
Untuk mencintai pekerjaan kecil yang terkesan hina, untuk mengampuni orang-orang yang melukai kita, untuk menguatkan hati di saat banyak masalah dan tetap mengucap syukur bahwa Tuhan baik, untuk datang merendahkan diri dan meminta maaf lebih dahulu, untuk tetap diam dan tinggal tenang ketika kita dibenci dan difitnah banyak orang, bahkan untuk sabar di tengah kemacetan. Tidak selalu tentang hal-hal yang wah.
Lihat ke dalam hati kita...
Apakah kita sedang menghidupi panggung, semua tentang diri kita, tentang aku dan egoku?
Atau tentang menghidupi mezbah, sebuah korban untuk menyangkal daging, memikul salib dengan memilih hati Tuhan di hari-hari yang kita jalani? Tuhan adalah kasih.
Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu,mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Bila kita melihat ke dalam hati kita dan mengenalinya, seringkali hati kita begitu jahat..
Bahkan tanpa kita sadari hati penuh muslihat, kita bisa melakukan sesuatu yang kelihatannya baik, bahkan pelayanan, bukan untuk mencintai Tuhan, tetapi untuk membuktikan kita baik, itupun sudah mengerikan, dan kita menipu diri bahkan tidak mengakui kepada diri kita sendiri..
Atau bila kita sedang khawatir, misalnya kita sedang tidak punya pekerjaan, kita pura-pura kuat dan merasa baik-baik saja, tidak punya kejujuran seperti Ayah yang anaknya bisu yang berteriak pada Yesus, "Aku percaya, tolongkah aku yang tidak percaya ini!" Itupun sudah menipu diri kita sendiri..
Semakin kita mengenal hati kita, sesungguhkan kita makin menyadari betapa hinanya diri kita.
Semua hanya anugrahnya. Betapa kita sangat memerlukan Dia.
Memerlukan Firmannya yang adalah air kehidupan yang membersihkan kita.
Jika bukan Dia yang mengubahkan hati kita yang kotor ini, karena tidak ada sesuatu yang baik di dalam kita.
Jika bukan tangan kemurahanNya yang mengubahkan kita, membersihkan, memampukan dan memberikan kekuatan.
Sesungguhnya kita tidak akan pernah sanggup membayar karya keselamatan dengan kekuatan kita sendiri.
Berbahagialah untuk karya keselamatan yang Dia kerjakan di kayu salib dan jangan sia-siakan hal tersebut dengan semena-mena menerimanya.
Kita hanya bisa memilih untuk melekat selamanya hari demi hari dalam pergaulan yang akrab atau mati.
Bila carang tidak melekat pada pokok anggur, pastilah hanya menjadi ranting kering dan tidak ada tempat lain selain dicampakkan ke dalam api.
Itulah yang akan iblis selalu tuntut, menemani dia dalam kebinasaan.
Sesungguhnya pada hari penghakiman tiba, hati kitalah yang akan dihakimi olehNya. Sampai kepada segala sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.
Dua orang bisa melakukan kebaikan memberi makan orang miskin.
Yang satu untuk dipuji dan dilihat baik.
Yang lain karena dia mencintai orang miskin yang dicintai Tuhannya.
Dua orang bisa berzinah.
Yang satu melakukan untuk memuaskan nafsunya dan tidak menyesal.
Hidup adalah hidupku, aku akan memuaskannya sesuka hatiku.
Yang lain menyesal, berbalik, dan bertobat.

Terlebih menguatkan orang-orang yang alami hal yang sama dan menjadi berkat.
Bahkan ketika saya menulis renungan ini, bisa karena saya ingin terlihat lebih benar dan lebih baik dari orang lain, atau karena saya sungguh tulus ingin membagikan berkat Firman.

Roma 2:16 (TB)  Hal itu akan nampak pada hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus.


Komentar

Postingan Populer